Aku tahu, mungkin ada mahasiswaku yang kesel karena nilai yang kuberikan. Aku memang tega memberi nilai 0 (nol) pada beberapa mahasiswaku jika kertas jawabannya kosong atau isi tapi nggak ada artinya. Tetapi di sisi lain, aku juga dengan senang hati akan memberi nilai 100 (seratus) jika jawaban yang diberikan sangat memuaskan. Bagiku, jawaban mahasiswa bisa saja berbeda 5 – 10% dan tetap aku beri nilai baik jika secara keseluruhan urut-urutan pengerjaannya telah benar dan memuaskan.
Aku nggak tahu, apakah rekan-rekan dosen yang lain juga sependapat dengan caraku di atas.
Sebagai pengajar mata kuliah Analisa Struktur (I dan III), Struktur Beton Bertulang, Struktur Baja, Pemrograman Komputer, Komputer Rekayasa Struktur aku harus berani bertindak tegas. Mata kuliah yang aku berikan tersebut tidak mentolerir adanya kesalahan.
Dalam mata kuliah pemrograman komputer. Ketika anda salah menempatkan koma dan mengganti menjadi titik maka bisa saja komputer anda akan hang atau nggak jalan.
Sedangkan pada mata kuliah struktur beton bertulang. Anda bisa membayangkan jika ada dua insinyur sama-sama menghitung penulangan untuk struktur balok kantilever, kedua-duanya telah menghitung dengan prosedur yang benar (karena sama-sama hapal di luar kepala) dan memperoleh hasil jumlah tulangan yang diperlukan sama, misalnya 5D25, tetapi ternyata cara pemasangannya berbeda, satu memasang di bawah dan satu memasang di atas. Mana yang benar? Jelas, untuk struktur kantilever dengan momen negatif di tumpuan maka pemasangan tulangan di sisi atas adalah yang benar, sedangkan yang masang di sisi bawah telah membuat kesalahannya fatal. Kalau hal tersebut terjadi di lapangan bisa saja menyebabkan retak bahkan keruntuhan struktur yang mengakibatkan korban jiwa. Masih mending jika yang satu 4D25 dan yang lain 5D22, tapi sama-sama di sisi atas. Hal tersebut tentu masih dapat dipertimbangkan.
Jadi kompetensi dalam memahami materi yang ada dalam perkuliahan-perkuliahan tersebut sangat penting, tidak sekedar tahu tetapi harus paham khususnya menghadapi kasus nyata. Kesalahan dalam kasus nyata tidak hanya merugikan secara finansial tetapi bahkan dapat menimbulkan bencana. Latar belakang itulah yang mendasari cara aku memberi penilaian bagi mahasiswaku di UPH.
Sebenarnya yang aku inginkan dari mahasiswaku adalah BAGAIMANA dan MENGAPA mereka mendapat jawaban tersebut atau tepatnya latar belakang diperoleh jawaban tersebut.
Dalam satu sisi yang lain, aku merasakan bahwa perkuliahan yang aku berikan hanyalah sebagai pembuka wawasan mereka untuk belajar lebih banyak lagi agar menjadi PROFESIONAL. Aku menyadari bahwa 16 x kali tatap muka merupakan waktu yang singkat untuk memahami secara benar suatu permasalahan rekayasa. Oleh karena itu, dalam menentukan nilai akhir aku tidak mengandalkan semata-mata hasil UJIAN saja. Untuk itu aku memberi mereka tugas-tugas yang merangsang mereka untuk giat belajar. Selanjutnya agar mereka bersemangat maka tugas-tugas tersebut juga aku beri nilai dan dipertimbangkan dalam mendukung nilai Akhir.
Untuk mengerjakan tugas-tugas atau PR tsb, aku memberi mereka kebebasan, silahkan bila mereka bekerja sama dengan teman-temannya. Tapi yang penting harus dikerjakan sendiri. Oleh karena itu biasanya tugas yang aku berikan berbeda-beda untuk tiap person atau kelompok (maksimum dua orang). Selanjutnya NILAI TUGAS tersebut secara keseluruhan tidak boleh lebih dari 33.333% dari nilai total akhir. Dari tugas-tugas tersebut yang aku nilai adalah kemauannya, kerajinannya, dan apa-apa yang lain yang mungkin bersifat subyektif. Kalau mengerjakan dengan baik maka nilainya juga baik yaitu antara 70 – 90.
O ya tugas tersebut bisa satu atau lebih, tergantung bobot tugas yang diberikan dan juga waktunya. Bobot nilai yang lain yang sebesar 66.6667% diambil dari nilai UTS dan UAS, Jadi masing-masing 33.3333% . Disini yang aku nilai adalah kompetensinya. Kalau bisa mengerjakan maka nilainya 100 (seratus) dan kalau kosong adalah 0 (nol). Tega ya?.
Dari strategi penilaian yang aku berikan maka bagi mahasiswa rajin dan mampu mendapat nilai bagus minimal pada salah satu ujian yang diberikan yaitu UTS atau UAS saja maka mereka akan LULUS (nilainya C atau lebih). Sedangkan kalau hanya rajin saja maka belum tentu lulus, dan juga kalau hanya cerdas saja maka nilai A nggak bisa diperoleh. Ini penting, karena untuk menjadi insinyur yang baik tidak hanya cerdas juga, tetapi juga rajin dan tanggap.
Selanjutnya untuk menghindari penilaian yang bersifat subyektif, maka biasanya hasil penilaian materi ujian mereka aku kembalikan. Kalau tidak puas bisa dipertanyakan.
Pada prinsipnya penilaian yang aku berikan adalah usaha untuk mendidik mereka lebih baik, tidak jaminan yang ‘dekat’ pasti baik nilainya, hanya saja yang dekat biasanya tidak sungkan untuk bertanya dengan demikian kalau ada kesulitan dapat mudah diatasi dan hasilnya nilainya jadi baik. Ada saja dalam praktek, secara sehari-hari ‘dekat’ tetapi nilai pada mata kuliahku jelek. Karena ya itu belum menguasai. Dalam memberi penilaian maka aku berharap nilainya dapat memicu mereka agar dapat belajar lagi lebih baik daripada mereka menghasilkan kesalahan di lapangan, yang mungkin mengakibatkan kerugian atau bahkan korban jiwa.
Sebagai dosen yang full-time yang setiap hari ada di UPH (kecuali saat ini karena sedang tugas belajar) maka aku lebih suka mahasiswa yang datang bertanya sebelum ujian, dibanding mereka yang datang setelah melihat hasil ujian hanya untuk memohon agar aku mempertimbangkan nilai mereka.
Selain itu, aku juga tidak setuju mengenai pendapat dosen yang lain yang mahasiswanya tidak lulus lalu dapat diganti dengan tugas. Nggak benar itu.
Salam sukses.
Tinggalkan komentar