Pagi ini kami bertiga, yaitu saya bersama dengan Prof. Harianto Hardjasaputra dan Dr. Ir. Benjamin Indrawan, M.Eng. baru saja selesai menguji skripsi mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil. Dari dua Skripsi yang diajukan ke Jurusan, hanya satu yang disetujui untuk di sidang dan di uji. Artinya satu gagal, harus mengulang dan harus ganti dosen pembimbing.

Kalau dijadikan prosentasi maka angka kelulusan hanya 50%. O sorry, itu saja yang tadi dikatakan lulus tetapi sebenarnya belum sepenuhnya dikatakan lulus, karena mahasiswa yang baru disidang tersebut masih harus memperbaiki dalam waktu seminggu sesuai dengan komentar-komentar para penguji, jika tidak diselesaikan maka dapat fail alias tidak lulus.

Itulah suasana keseharian di UPH, khususnya di Jurusan Teknik Sipil UPH.

Jadi meskipun kami ini perguruan tinggi swasta, yang akreditasinya saja hanya B , tetapi kalau berkaitan dengan nilai atau lainnya yang terkait, maka kami tidak main-main. Tidak mentang-mentang mahasiswa sudah membayar lalu juga belajar seenaknya.

O ya, ttg akreditasi yang B, saya pernah berbincang-bincang dengan asesornya (sering ketemu seminar di kota-kota di Jawa) . “Pak wir, kelemahan uph di akreditasi hanya itu: di jumlah mahasiswa”. Dengan jumlah mahasiswa yang sejak awal berdiri sampai sekarang hanya berkisar antara 15 – 25 dan memang relatif kecil dibanding jurusan-jurusan lain di UPH. Kami memang menyadari, apalagi jurusan teknik sipil di Jakarta relatif sudah banyak bertebaran, selain itu trendnya memang lagi turun (itu kata teman-teman seprofesi jika ketemu). **padahal harusnya tidak lho, banyak bencana dan lain-lain itu siapa yang ngerjain, khan orang-orang teknik sipil bukan orang ekonom khan**

meskipun kata orang lain demikian, tetapi kami di jurusan sipil uph tetap optimis, semua berjalan dengan lancar (sedikit atau tidak, tetap prinsip dipegang) dan tidak asal terima mhs. O ya, semester ini ada pindahan mahasiswa dari Jurusan Arsitek, pada awal ketemu mereka, saya sempet memberi nasihat : “kenapa kamu pindah dari arsitek ?”

Mhs pindahan: Nggak cocok pak.

Dosen : Lho ngak cocok gimana, kalau di arsitek aja kamu merasa nggak cocok, emangnya di sipil juga lebih mudah gitu ya !

Mhs pindahan: Nggak pak, saya ternyata suka hitungan-hitungan, di smu dulu matematik dan fisika mata pelajaran yang saya sukai.

Dosen : O ooo begitu, kalau begitu, mari-mari “Selamat Datang di Jurusan Sipil”

O ya kembali ke ujian skripsi tersebut.

Mhs yang skripsinya ditolak untuk di uji datang ke saya, mau berbicara ttg skripsi-nya (karena harus ganti dosen pembimbing) shg mau minta di bimbing.

Pertanyaan pertama yang diajukan oleh mhs tsb **dengan nada complaint**

Mhs : “Pak, skripsi-nya di UPH koq gitu pak, nggak sama dengan tempat lain?”

Dosen: “Lho apanya yang nggak sama, skripsi ya mestinya sama dong.”

Mhs: “Nggak pak, teman saya di universitas … skripsinya dikerjakan berkelompok.”

Dosen: “Berkelompok bagaimana, berdua maksudmu, saya memang pernah mendengar seperti itu, khususnya untuk angkatannya terdiri dari banyak orang.”

Mhs: “Mahasiswanya nggak banyak juga pak, nggak sampai ratusan , tetapi dikerjakannya juga berkelompok yaitu tiga orang untuk satu judul.”

Dosen : Hah **kaget**

**dosen mikir** Memangnya ada skripsi di bidang teknik dikerjakan tiga orang ? **benar nggak sih**

**dosen mikir lagi** yah, mungkin nggak ada yg mbimbing kali  **tetap bingung** 

Catatan lain yang perlu diperhatikan 

kondisi di atas (yg lulus ujian skripsi hanya 50%) tidak berlaku umum, pembimbingan skripsi di uph rata-rata cukup 1 semester dan tentang kualitas pembimbingan tidak maen-maen, sebagai contoh dua mhs bimbingan saya kemarin mempresentasikan hasil skripsinya sebagai paper di seminar nasional Petra dan cukup berhasil (lihat laporan lain di blog ini). O ya, ternyata yang fail tersebut di atas tidak pernah asistensi dengan benar (ini disampaikan secara langsung oleh pembimbingnya) bahkan yg gagal disidangkan materinya belum dibaca oleh pembimbing. O ya , itu semua baru ketahuan setelah sanksi dijatuhkan. Yah prosedur penilaiannya sudah pantas, sudah dapat menyaring, mana yang pantas lulus dan belum.

19 tanggapan untuk “ujian skripsi di uph”

  1. rahmat Avatar
    rahmat

    Mau komen yang skripsi dikerjakan berkelompok.

    Dulu saya kuliah di ITB. Yang saya tahu sich. Kalo dosen pembimbing punya topik (misalnya Active Noise Control) dan yang tertarik ada 3 orang. Maka 3 orang itu mengenrjakan skripsi dengan topik yang sama, TAPI metode yang berbeda. Misalnya Active Noise control menggunakan metode A, dll. Sehingga penelitiannya ya sendiri-sendiri. Presentasinya pun sendiri-sendiri. Lab yang digunakan sama, tujuan penelitian sama, pembimbing sama, topik sama, tapi skripsinya beda.

    Yang dikerjain bersama-sama hanya paper, praktikum, tugas tambahan, dll. Baru sekarang saya denger ada skripsi dikerjain bersama-sama (maksudnya ini 1 buku skripsi dikerjakan oleh 2-3 orang kan?). Apa gak nantinya 1 orang yang KERJA yang lainnya SAMA jadi KERJA SAMA? 🙂

    Suka

  2. wir Avatar
    wir

    Eh mas Rahmat lagi, kayaknya komentar-komentar anda tentang bidang pendidikan cukup menarik juga. Perlu-perlu juga lho berbagi wawasan dengan anak-anak muda (murid) agar nanti generasi mendatang di Indonesia semakin maju. Saat ini fokus pendidikan di sini adalah formalitas, legalitas aja, apalagi di pendidikan dasar **dari berita-berita di koran lho**. Sedangkan di tingkat PT, tujuan utama mendirikan PT khan cari murid, murid banyak, pemasukan banyak, –> kaya. PT yang sukses adalah jika muridnya banyak **meski lulusannya yang nganggur banyak**.

    Rasanya universitas sbg center of excellence sudah jarang, hanya satu dua kali.

    **topik sama**
    yah saya kira tidak ada masalah ya, tetapi kalau yang tertarik banyak untuk mengambil itu, maka yang penting mereka harus bisa mengetengahkan permasalahan yang berbeda. Bahkan judulnya 90% sama tetapi jelas abstrak-nya tentu berbeda. Inti penulisan skripsi adalah bagaimana mahasiswa menggali suatu permasalahan dari suatu topik, mengapa ada masalah tsb, mengapa penting untuk digali lagi atau disajikan lagi, lalu bagaimana strategi yang sudah ada thd permasalahan tsb, apakah kita hanya sekedar menyontek atau apa. Shg mahasiswa memperoleh pemahaman bahwa permasalahan yang dia angkat tersebut memang relevan untuk diteliti. Rasanya nggak banyak dosen pembimbing skripsi yang terlebih dahulu menggali strategi penulisan skripsi. Mahasiswa dibiarkan berlarut-larut aja, dosen hanya menyediakan topik dan judul, udah, lalu dibiarkan. Akhirnya penulisan skripsi berbulan-bulan, dan bikin stress mahasiswa.

    **1 buku skripsi dikerjakan oleh 2-3 orang kan?**
    ya, itu karena cara berpikirnya penyelenggara adalah pokoknya memenuhi persyaratan formal, legalitas, dan karena dosen pembimbingnya merasa ‘super’ , ya ok-ok saja. Kalau saya hanya berpikir, toh itu diperbolehkan, dan juga mahasiswanya berpikir untuk jangkan pendek. Yah, saya yakin ini adalah pilihan populer. Apalagi kalau murid-nya banyak. Sehingga karena dosen pembimbingnya terbatas, maka daripada nggak diperiksa, ya diperbolehkan.

    **tapi bagaimana kondisi ideal-nya**
    Jelas, saya punya prinsip, bahwa skripsi sebaiknya dikerjakan sendiri-sendiri. Itu merupakan kesempatan berharga mahasiswa melakukan strategi penelitian dibawah bimbingan dosen secara personal, mahasiswa mendapat kesempatan dievaluasi secara mendalam, dan bila belum mampu dilakukan pembimbingan. Konsep ini memerlukan konsekuensi yang relatif berat dibanding jika skripsi bisa dikerjakan kelompok.

    Ingat, skripsi merupakan satu-satunya (mungkin juga laporan kerja praktek) karya penulisan ilmiah yang disimpan di perpustakaan. Jadi penulisan skripsi yg jelek maka dapat tersimpan abadi (selama ada diperpustakaan) dan dapat dibaca orang lain yang dapat mengevaluasi, wah ini koq jelek.

    Jadi dengan membuat skripsi dikerjakan secara berkelompok maka resiko jumlah skripsi yang jelek khan dapat diminimalisir.

    Menulis karya ilmiah di Indo khan masih suatu hal yang gampang-gampang susah, dan belum menjadi makanan sehari-hari dosen secara umum (mayor). Dosen yang nulis, khan hanya itu-itu aja. Bayangkan mas, ada dosen yang mengaku sebagai pembimbing senior, tetapi beliau sendiri nggak pernah membuat karya tulis. Lalu bagaiman dia bisa mengevaluasi suatu tulisan. **paling-paling ttg ejaan, atau format atau font dan semacamnya itu khan**

    Suka

  3. Paul Avatar
    Paul

    mas,
    kalo ada mhs UPH make jasa saya untuk buatin skripsi dia, lalu saya nggak dibayar gimana yah?
    dia ambil pariwisata di uph, terus saya harus ngomong ke siapa? bales ke email ya mas…

    Suka

  4. wir Avatar
    wir

    Kasihan deh, dan yang lebih kasihan lagi karena andanya merasa sudah bersusah payah membuatkan skripsi bagi yang bersangkutan, merasa bahwa karena buatan andalah maka mahasiswa tersebut lulus. Padahal mahasiswanya sendiri mungkin berpikir lain, misalnya karena skripsi yang anda sodorkan ternyata tidak disetujui dosennya jadi ngapain ngebayar buat anda, meskipun bentuk fisik skripsi tersebut dari luar kelihatan baik dan tebal (berbobot betul).

    Sebagai dosen pembimbing skripsi, saya tahu betul, bagaimana mengetahui bahwa tulisan yang dibuat adalah tulisan mahasiswa itu sendiri atau bukan. Kita tidak silau pada buku skripsi yang mungkin tebal atau rapi, bukan itu, karena yang penting dalam skripsi adalah proses penulisan skripsi tersebut, kenapa dia menulis hal tersebut, kita selalu mengadakan diskusi, bagaimana pola pikir mahasiswa dengan skripsinya.

    Saya yakin, mahasiswa bimbingan saya tidak bisa itu bahwa skripsinya dibuatin orang lain, maksudnya pola pikir yang bikin orang lain lalu dia tinggal nyerahin, paling-paling yang dimaksud mbuatin tersebut adalah yang ngetikin (tukang ketik), tetapi ide, konsep dan arahannya tetap mahasiswa itu sendiri. Itu bisa aja.

    Atau mungkin yang dimaksud mbuatin itu adalah ngetikin seperti itu ya. Jadi anda sebagai tukang ketik yang nggak dibayar gitu ya. Wah kalau gitu anda patut komplain. Itu namanya ngemplang.

    Note : soal-soal seperti ini saya nggak mau ngebales via email, lebih baik terbuka. Ini soal moril, penting diketahui oleh orang lain khususnya mahasiswa saya di UPH.

    Suka

  5. Paul Avatar
    Paul

    Terima kasih atas jawaban segeranya…

    adapun prosesnya, si mhs UPH tsb (sebut aza inisial OL) punya problem ketika menulis KTA-nya karena macet sampai bab I ga bisa nerusin. Nah sayapun dihubungi, saya lah yang mencari thema baru, methodologi yang mau dipakai, saya juga yang mengetikkan dan membuat Bab I, II dan Qusionernya (saya memilih survey sebagai methode pengumpulan datanya). Thema dan isi yang saya pilih sama sekali lain daripada thema dia yang pertama.

    Hari dimana dia bertemu dosen pebimbing sorenya saya diminta bertemu dia, dan saya lakukan. Dalam pertemuan itu saya membetulkan lagi coret2an (karena menurut dosen pebimbingnya salah).

    Prosesnya dalam waktu seminggu bab I dan II telah ok menurut pembimbing 1 dan pembimbing II. Hanya saja pembimbing ke II menyatakan bahwa perumusan masalah belum tepat (walau tidak sepenuhnya salah, hanya saja dari 3 pertanyaan di perumusan masalah kata pebimbing II cukup 2 saja karena ada kemiripan).
    disaat pertemuan akhir pun Kamis saya diminta membuat contoh qusioner dan menerangkan , itupun saya lakukan, karena katanya pembimbing 1 minta contoh quosioner. Tahu-tahu besoknya OL bilang saya ga usah lagi melanjutkan sampai bab IV. Dan stop. Saya emang ditawari uang 700.000 tapi saya tolak (saya emang di awal dibayar 1.5, tapi setelah dia bilang ga usah dilanjutkan dia bilang yang 750 boleh saya ambil 750 harus dikembalikan, saya mengembalikan seluruhnya, please baca lagi sambungannya di bagian bawah tulisan ini..), karena diawal dia mengkontak saya dia janji membayar 3 juta.

    Ada kecurigaan pada saya apa yang saya buat tetap dilanjutkan, dengan pengeditan disana sini.

    Materi yang saya buat ialah mengenai Kepuasan Konsumen Pastry , methode yang dipakai ialah SERVQUAL method, quosionernya pun kelihatannya hasil edit dari yang saya buat. memang ini asumsi saya, tapi keyakinan saya makin besar, ketika saya tanya, apa yang dia buat beda? dia bilang beda ! tapi ketika saya minta dia menunjukkan dia menolak menunjukkan apa yang dia buat (versi dia sendiri).

    Saya punya bukti kuitansi (ketika saya mengembalikan yang 1.5 jt), film ketika saya membimbing dia, juga file bab 1, bab 2 dan quosionernya (saya bersedia mengirimkan ke pak wir, mungkin rekan bapak di ST Pariwisata bsia menilai KTA dia).

    Mungkin pak Wir berpendapat saya oportunis, yah emang saya akui, tapi saya niat awalnya cuma mau menolong dia. Saya punya teman dan teman saya kenal ortunya. Dia sendiri yang bertanya ke teman saya karena dia agak stress karena sdh berminggu2 masih bab 1 dan bab 2 belum beres dan belum lengkap.

    Terimakasih sekali lagi untuk jawaban cepat dari pak wir. Terimaksih juga atas permintaan pak wir buat membuka saja disini , sikap jantan yang jarang ada.

    Suka

  6. wir Avatar
    wir

    **saya bersedia mengirimkan ke pak wir**
    Ah nggak perlu, dan saya nggak mau menerimanya. Kenapa, karena itu hubungan personil si mhs dengan anda. Mencampuri urusan orang lain itu nggak baik.

    Tetapi jika anda ngotot berpendapat bahwa andalah yang membuatkan skripsi dia. Bagaimana itu bisa anda buktikan. Nggak gampang itu. Bisa aja si mhs berkilah bahwa anda adalah sekedar teman yang memberi konsultasi. Menurut saya alasan mhs tersebut wajar

    Catatan : menurut pendapat penulis, mahasiswa pada saat penulisan skripsi memang disarankan untuk banyak berdiskusi dengan orang lain selain dengan dosen pembimbingnya, menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari orang-orang sekitarnya, bila perlu dengan dosen di tempat lain, bahkan dengan anda.

    Strateginya bisa juga melihat bagaimana orang lain menyelesaikan masalah yang sama, menyerap dan menyampaikan kembali dengan kata-katanya sendiri. Mahasiswa seperti di sebut pro-aktif. Saya termasuk yang mendukung hal tersebut, karena apa, karena itulah proses transformasi pikiran menjadi lebih baik.

    Permasalahan yang terjadi antara mhs UPH dan anda adalah bahwa dianya menjanjikan sesuatu dalam proses pembelajaran tersebut, dan yang membuat anda sakit hati adalah karena si mhs itu INGKAR JANJI. Tidak jadi ngasih anda uang, begitu bukan.

    Kalau ada perjanjian hitam di atas putih maka masalah anda adalah masalah perdata. Jika tidak ada bukti-bukti perjanjian hitam di atas putih, wah susah juga itu jadi masalah moril. Gimana ya kalau begitu. Dosennya juga susah masuk ke wilayah tsb, paling hanya menghimbau.

    Berkaitan dengan penulisan skripsi, yang mempunyai sanksi akademik yang keras adalah PLAGIATISME. Lha jika anda mau ngotot, kesal, ingin menjatuhkan mahasiswa UPH yang adan buatkan skripsinya tersebut tetapi ternyata ingkar janji maka hanya unsur seperti itulah yang akan mendapat tenggapan serius dari pengelola UPH.

    Pendapat saya yang mirip soal ini dapat dilihat di http://wiryanto.wordpress.com/about-me/#comment-1286

    O ya ada tambahan mas, di UPH jurusan pariwisata adalah diploma (dulu D3 sekarang D4), meskipun yang terakhir dapat dianggap sederajat dengan S1 tetapi fokus D4 jelas adalah pada ketrampilan agar siap kerja. Skripsi setahu saya hanya pada jenjang pendidikan S1, sedangkan S2 ada Thesis lalu S3 adalah Disertasi.

    Jadi sekarang saya baru tahu kalau di D3 atau D4 juga ada skripsi gitu, pantes si oknum mahasiswa tersebut minta bantuan anda, karena memang fokus pembelajarannya khan bukan ilmu dasar atau penelitian tetapi pada ketrampilan praktis. Yang mbimbing juga rasanya pasti beda kualitasnya.

    Suka

  7. Paul Avatar
    Paul

    Terimakasih tanggapannya,

    pak wir bilang:

    Permasalahan yang terjadi antara mhs UPH dan anda adalah bahwa dianya menjanjikan sesuatu dalam proses pembelajaran tersebut, dan yang membuat anda sakit hati adalah karena si mhs itu INGKAR JANJI. Tidak jadi ngasih anda uang, begitu bukan.

    Yang membuat saya sakit hati bukan masalah dia nggak bayar, Saya sudah bilang ke dia pak wir,kalau dia mau memutuskan kerjasama tdb seharusnya dia konsisten dan nggak boleh menggunakan apapun yang saya tulis. Kalau dia tdk menggunakan apa yang saya tulis ya nggak masalah. Saya emang tdk sekedar menuliskan tapi juga membimbing dia. Ada beda disini pak,
    kalau membimbing saya sekedar menerangkan , pada kasus ini khan saya menuliskan kalimat demi kalimat.

    Saya tdk ingin meminta bantuan agar UPH membantu saya agar dia mau bayar. Saya menganggap apa yang saya buat adalah hak cipta saya dan kalau ada yang bersedia membeli saya bersedia menjual.
    ====================================

    O, yah dia ikut D3 Pariwisata dan mebuat KTA. saya emang salah dalam penggunaan istilah.

    Yang menjadi concern saya disini ialah masalah PLAGIATISM. Bukankah plagiatism itu terjadi kalo empunya sumber atau data atau tulisan ilmiah tdk berkenan hasil karyanya dipakai ?

    Untuk membuktikan bahwa saya yang membuat tdk sulit :

    1. Satu hari sebelum dia menghadap dosen dia, saya mengirim file bab1 bab2 dan quosioner melalui yahoo, disana khan ada tanggal , jam pengiriman..
    2.Lalu ada kwitansi yang dia tandatangani disana ada tertulis jelas, mengenai penulisan skripsi.

    pak wir berkata:

    Berkaitan dengan penulisan skripsi, yang mempunyai sanksi akademik yang keras adalah PLAGIATISME. Lha jika anda mau ngotot, kesal, ingin menjatuhkan mahasiswa UPH yang adan buatkan skripsinya tersebut tetapi ternyata ingkar janji maka hanya unsur seperti itulah yang akan mendapat tenggapan serius dari pengelola UPH.

    YAP hanya masalah itu (PLAGIATISME) yang saya ingin gugat. Saya tdk peduli dengan masalah uang yang 3 juta tsb. Oleh karena itu ketika dia minta saya mengembalikan uang muka yang dia sdh bayar sebesar 1.5 juta (yang bayar ortu nya dia) itu saya kembalikan, karena faktor yang terbesar yang mendorong saya bukan uang yang 3 juta tsb tapi benar2 ingin menolong orang yang ortunya dekat dengan teman dekat saya (calon istri saya). Kalau masalah tawaran sebenarnya ada beberapa tawaran yang jauh lebih besar tapi saya tolak akrena saya sibuk.

    Jadi bagaimana pak wir?
    saya tdk minta bantuan agar UPH jadi mediator agar dia mau mebayar.
    saya ingin mengatakan bahwa apa yang saya tulis telah digunakan diluar semestinya (tanpa izin dari saya). Bukankah ini termasuk PLAGIATISM?
    ============================================

    Mengenai saya sendiri terakhir saya menuliskan skripsi/KTA atau Thesis itu 5 tahun lalu. Saya memulai ini sejak tahun 97 pas saya masuk univ. saya emang termsuk telat untuk mulai kuliah karena harus kerja 6 tahun dulu buat membiayai kuliah saya, maklum ortu saya cuma jualan sayur dipasar.

    Tarif saya pada tahun terakhir saya menulis (5 tahun lalu sampai 5 juta ) emang mahal, karena saya tdk sekedar cuma menulis, banyak hal yang saya lakukan.

    satu2nya hal yang menyebabkan saya mau menerima tawaran ini, karena dia sendiri meminta dengan amat sangat , wah nggak tega juga saya mendengarnya, Apalagi teman dekat saya kenal baik dengan keluarganya.

    Terimaksih untuk tanggapannya..

    “(o ya, Mhsi bpk tersebut akan menghadap dosen pembimbingnya besok dan memperlihatkan bab1 – bab5”)
    sangat mudah untuk melihat apa yang saya tulis: lihat saja, ini daftar keyword, kata2 yang bisa dijumpai di KTA dia, : SERVQUAL, kepuasan, Quosioner, survey, Persepsi, Harapan, Parasuraman, Gudersson, Zeithaml, Bittner.)
    di form quisionernya Responden disuruh memasukkan angka 1-5 , ada 3 tabel yang harus diisi responden, yakni tabel persepsi, tabel harapan dan tabel skala prioritas.

    Suka

  8. wir Avatar
    wir

    sdr. Paul,
    Saya bisa merasakan kekecewaan anda terhadap oknum mhs UPH yang telah membohongi atau tidak memenuhi harapan tersebut. Tetapi uraian anda tersebut baru sepihak, dari satu sisi yang menjadi korban.

    Tetapi bagaimanapun saya tidak mau memihak, masalahnya tindakan anda berdua secara moril tidak saya setujui. Kalau saya membela salah satu berarti saya cenderung memihak.

    Meskipun demikian saya tidak setuju dengan tindakan oknum mahasiswa UPH tersebut, jadi ada baiknya anda ekspose unsur PLAGIATISM, hanya saja definisinya berbeda dengan yang anda uraikan : yang disebut

    PLAGIATSM adalah karya tulis yang menjiplak karya tulis lain yang telah di PUBLIKASIKAN sebelumnya tanpa menyebutkan sumber penulisannya.

    Jika kasus anda memenuhi unsur tersebut maka itulah PLAGIATISM. Tetapi jika karya tulis yang ditiru belum pernah dipublikasikan, yah itu lain persoalan.

    Begitu mas Paul.

    Suka

  9. Paul Avatar
    Paul

    Setuju sekali dengan apa-apa yang pak Wir tulis..

    Tapi bagaimana dengan aturan bahwa KTA/skripsi harus karya sendiri? bukankah itu juga berrlaku di UPH?

    OK, ini merupakan reply saya terakhir..
    terima kasih atas masukannya..

    Next time saya harus lebih hati-hati lagi untuk membantu, yang jelas sih calon istri saya yang merasa amat tertekan, karena niat dia menghubungkan saya dengan mhs UPH ini, benar-benar mau menolong, dia juga yang membujuk saya agar mau membantu. (ini ga ada hubungannya dengan seluruh kasus, saya cuma mau bercerita saja).

    Yang membuat saya sebal sih karena merasa dikerjain. Seandainya diawal dimintai bantuan tanpa dibayar segitu pun atau tdk sama sekali, saya sebenarnya bersedia saja. Gaji saya sebulan sekarang jauh lebih besar dari itu. Bagi saya janji adalah janji.

    pak Wir berkata :

    Saya bisa merasakan kekecewaan anda terhadap oknum mhs UPH yang telah membohongi atau tidak memenuhi harapan tersebut. Tetapi uraian anda tersebut baru sepihak, dari satu sisi yang menjadi korban.

    Tetapi bagaimanapun saya tidak mau memihak, masalahnya tindakan anda berdua secara moril tidak saya setujui. Kalau saya membela salah satu berarti saya cenderung memihak.

    =================================

    Yang jelas saya sudah memberitahu, tak ada niat saya untuk memaksa atau mengajak pak Wir berpihak. Keterpihakan pak Wir atau saya atau siapapun ialah harus pada kebenaran. Mengenai masalah sudah dipublikasikan atau belum dipublikasikan memang belum dipublikasikan, karena baru ditulis dan saya tidak begitu hebat dalam menggunakan internet, mencetak buku terlalu mahal, membuat spanduk wah ga umum (LOL), masak tulisan ilmiah diperlakukan seperti spanduk :”jagalah kebersihan” . Fakta yang ada ialah saya yang menulis (ini versi saya yang jelas, tapi saya mau dikonfrontir).

    Saya nggak ingin memperpanjang postingan saya disini.

    btw thanks berat
    sukses deh pak Wir..

    Suka

  10. Grace Valkyrie Avatar
    Grace Valkyrie

    Dear Pak Wir,

    It is truly exhilarating reading your postings.
    I wish I found this site earlier!

    At the moment I am conducting a research on the use of “aku” and “saya” in the interactions among lecturers and students. I am interested to find that students here posted their query/opinion using “saya” –some of them used “aku”, while you (as the lecturer) use “saya” to refer to yourself, and “anda” to refer to them.

    I would be really grateful to get your valuable answer on my following questions:
    1. In your opinion, is there any difference between the use of “aku” and “saya”?
    2. As a lecturer, would you feel less respected when a student talk to you using “aku” to refer to him/herself?
    3. “Nowadays, the difference on the use of “aku” and “saya” should no longer be emphasized.”

    What is your opinion on that statement?

    Thank you so much, Pak Wir!

    Suka

  11. wir Avatar
    wir

    Dear Grace,

    Your conclusion that I prefer use “saya” than “aku” and “anda” or “kalian” than “kamu” are right. Perfect for you.

    In order to understand my explaination latter, you should know that my Indonesian languange is influenced by my local language (mother language) that is Java. As you know, I was born in Yogyakarta that the daily language is bahasa Jawa (Java) , not bahasa Indonesia. In bahasa Jawa (Java language) we use many word depend on the person. So if I meet my friend, I will say “kowe” = “kamu” and not “anda”, with my friend I will say “aku” than saya. “Aku” is more personally, non-formally. If the situation is more formally, I will say “saya” and so on.

    Base on that background I would like to answer your question.

    1. There are no difference in meaning between “aku” and “saya”. The word “aku” for non-formal situation and more personal approach, and “saya” for formal situation and more general approach.

    2. Yes, I fell less respected to my student if he say “aku” than “saya”.

    3. I am not agree with your statement. If I say “aku”, my ego is more dominant than if I say “saya”. If I say “aku” in formally meeting, it is like “tidak sopan”. More conveniently if I use “saya”.

    Suka

  12. aburidho Avatar
    aburidho

    mau nanya nih. tolong beri contoh kalimat pembuka untuk menyajikan presentasinyang asyik dan bergizi biar dapat nilai plus dari penguji. Tengs alot

    Suka

  13. wir Avatar
    wir

    presentasi materi yang di uji hanya 15 menit, kalau pembukanya bertele-tele (krn kebanyakan rayuannya) bisa-bisa materi utamanya nggak kesampaian. Ujung-ujungnya, presenter tidak berhasil meyakinkan penguji bahwa dia menguasai permasalahan. 😦

    Saya termasuk yang tidak setuju jika pembukanya bertele-tele, yang lugas aja, secukupnya. Awali dengan alasan umum mengenai pentingnya materi yang anda bahas. Gitu aja.

    Suka

  14. nuri Avatar
    nuri

    tolong cariin saya judul skripsi fisika murni donk,sdh 1 bulan ini saya blm dpat,saya mhn tlg saya,saya butuh banget sekarang,yang sedeerhana aja kalo bisa

    Suka

  15. donaldessenst Avatar
    donaldessenst

    Hi Nuri salam kenal wah senang sekali ada anak Fisika Murni masuk ke blog yang notabebe anak2 teknik sipil nih.

    Sebetulnya saya suka sekali fisika cuma sayang otaknya gak nyampe hehe. Untuk level S1 topik yang bagus apa ya? saya sendiri senang baca2 tentang partikel terutama pencarian fundamental partikel. Katanya ada yang lebih kecil dari quark. Hehe mungkin terlalu sulit…

    bagaimana kalau tentang mekanika saja Fisika sekarang yang saya tau indentik dengan teori kuantum, relativitas, fisika partikel, astrofisika, nuklir. Sedangkan yang fisika klasik macam mekanika Newton dan elektromagnetik udah usang dan kesannya gak ngetrend di dunia fisika.

    Anak teknik sipil suruh belajar mekanika Kuantum dan Partikel bisa muntah2…

    saya sarankan kamu browsing dulu di Wikipedia dan search tentang Physics..cari pembahasan yang menarik dan mudah menurut kamu nanti saya bantu papernya deh. Siapa tau dikemudian hari Nuri ini menjadi penemu Graviton..

    kamu tau kan Graviton itu apa?

    Suka

  16. Robby Permata Avatar
    Robby Permata

    to Donald :

    waduh, mau merambah ke Fisika murni juga, Nald? Ampun deh..
    jangan2 lu juga punya link ke journal2 Fisika murni? hehehe..

    -Rp-

    Suka

  17. Eligito dos Santos Avatar

    Sudah sebulan saya caring judul mengenai fisika murni tapi ngak kedapating,tolong berikan aku judul yang siple bua aku,juga jurnal fisika murni.
    Thanaks.

    Suka

  18. YUdha Avatar
    YUdha

    saya suka banget ma blog ini pak Wir,..
    saya mahasiswa dari universitas Jember..
    sekarang lagi sem akhir dan mau bikin skripsi..
    tapi saya bingung untuk judulnya pak…

    saya punya keinginan skripsi saya berhubungan dengan analisa struktur,,
    mohon jika pak wir sedia membantu saya..

    semoga sukses buat pak Wir dan UPH

    Suka

  19. wir Avatar
    wir

    @Yudha
    Syukurlah kau suka blog ini. Trims.

    Tentang skripsi, ada baiknya anda cari tahu kompetensi dengan calon dosen pembimbing anda. Apakah tema yang kamu usulkan sesuai dengan pemahaman yang dia terima. Ini penting, karena satu-satunya pendukung kamu waktu ujian sidang skripsi adalah beliau.

    Tentang analisa struktur, sangat banyak, dari yang mulai sederhana sampai yang advance. Tentang itu sekali lagi, jangan ambil tema yang dosen pembimbing tidak paham. Anda akan sia-sia, kecuali anda mampu menyakinkan beliau bahwa anda lebih berkompeten. Tapi hati-hati, jangan sampai tersinggung.

    Tema untuk analisa struktur yang relatif mudah adalah mengevaluasi sistem struktur bangunan, melihat perilakunya terhadap pembebanan khusus, bisa statik atau dinamik. Bandingkan satu sistem dengan sistem yang lain lalu ceritakan kelebihan dan kekurangannya. Misalnya untuk studi kasus sistem atap, anda ingin membandingkan rangka truss dengan frame profil tunggal, untuk bentang tertentu dan konfigurasi tertentu. Bisa juga sistem struktur bangunan bertingkat, ini misalnya pemakaian bracing untuk str baja, bagaimana jika diganti shear wall, dll. Itu ide aja sih.

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com