Retreat, apa itu ?
Bagi teman-teman non-kristiani mungkin cukup asing dengan istilah tersebut. Tetapi bagi teman-teman kristiani, istilah tersebut tentunya cukup familiar. Retreat, yaitu acara khusus biasanya berbentuk kelompok untuk bersama-sama menyisihkan waktu dengan mengambil tempat khusus untuk sekedar merenungkan diri dalam usahanya mendekatkan diri ke penciptanya.
Dalam melakukan perenungan tersebut, biasanya dimulai dengan mendengarkan sharing seseorang yang dapat dianggap ahli, misal romo atau pendeta atau senior lain yang dianggap pantas sebagai panutan dalam bidang religius.
Jadi retreat berkaitan dengan penyegaran rohani (menemukan hari-hari yang berbeda dengan suasana sehari-hari), menyadarkan kembali peranan kita sebagai manusia, untuk apa di dunia ini. Juga dapat membantu kita mendapatkan ketentraman batin. Lebih tepatnya lagi menegaskan hubungan manusia secara vertikal dengan Allah Bapa di Surga.
Jika mengutip istilah dari Wikimedia bahwa Retreat (spiritual), a religious or spiritual term for time taken to reflect or meditate . Cocok khan !
Karena berkaitan dengan masalah spritualitas maka tidaklah heran jika terkait dengan masalah agama dan kepercayaan masing-masing pribadi manusia-manusia dalam kelompok retreat tersebut.
Jadi dengan memahami istilah tersebut maka saya yakin, retreat juga ada dan banyak dilakukan oleh teman-teman non-kristiani lainnya. Hanya namanya saja yang beda tentunya.
Jika retreat banyak dikaitkan dengan hubungan pribadi dengan khaliknya maka saya kira cukup jarang jika penyelenggaraannya dikelola oleh institusi tempat kerja dari manusia yang menjadi karyawan institusi tersebut. Karena untuk itu diperlukan biaya dan waktu yang khusus, padahal tidak secara langsung berkaitan dengan aktivitas kerja institusi. Daripada retreat maka rapat kerja, atau rekreasi karyawan mungkin lebih jelas kaitannya dengan produktivitas kerja karyawan. Betul khan.
Jadi, jika kemarin tanggal 12-14 September 2007 berhasil diselenggarakan retreat bersama oleh keluarga Pelita Harapan, maka itu merupakan sesuatu yang cukup istimewa. Saya yakin tidak setiap institusi di Indonesia ini mau dan mampu menyelenggarakan hal-hal seperti itu kepada karyawannya.
Mungkin ada saja yang mau tapi finansialnya tidak mampu, dan ada juga yang mampu tapi tidak mau melakukannya. Kenapa sih ?
Coba aja, retreat karyawan UPH diselenggarakan pada hari kerja yaitu Rabu-Jumat, jam-jam aktif. Padahal untuk retreat itu semua (mostly) karyawan ikut. Jadi kegiatan rutin benar-benar off.
Juga jumlah yang ikut retreat, jika hanya puluhan mungkin masih ok. Tapi coba jika itu ratusan dan harus menginap. Gimana itu biayanya ? Besar khan. Kemarin retreat karyawan UPH kira-kira diikuti oleh sekitar 600-700 orang karyawan dan semuanya menginap bersama-sama di Hotel Yasmin, Puncak.
Di hotel tersebut aku mendapat kamar tidur khusus, satu kamar dipakai berdua, aku dengan bapak David B.S., di kamar tersebut ada fasilitas TV atau kamar mandi sendiri lengkap ada bathup dengan air panas/dingin. Bayangin aja, berapa biaya yang harus disediain.
Jadi selain kemauan juga perlu kemampuan.
Jika biaya begitu besar, dan kelihatan tidak terkait langsung dengan kinerja sehari-hari. Lalu apa manfaatnya bagi institusi (dalam hal ini UPH) mau mendukung acara tersebut ? Ini merupakan pertanyaan sederhana dan jika tahu jawabannya maka tentunya ini dapat menjadi gambaran bagaimana institusi tersebut tentunya.
Terus terang, saya bercerita ini hanya selaku pribadi yang mengikuti acara tersebut karena tidak termasuk sebagai panitia penyelenggara. Jadi pendapat ini lebih bersifat personal, pengalaman pribadi mengikuti retreat tersebut.
Sebelum bercerita, tentunya perlu aku ceritakan dulu isi retreat selama 3 hari itu apa saja.
Tema retreat tahun ini : Integrated LIFE
Rabu : ada tiga sesi yang membahas Why, What dan How tentang Integrated Life, yang disampaikan oleh pendeta Benjamin Intan Ph.D dan pendeta Bigman Sirait
Kamis : ada empat sesi ttg How we live , Commitment to live tentang Integrated Life dari pendeta Bigman Sirait dan D. Kenney. Juga ada sharing dari bapak J. Parapak (rektor UPH), Mr. Sheldon Nord (president UPH), James T. Riady (pendiri UPH).
Jumat : Jalan Sehat Gembira di taman Cibodas Puncak.
Jadi selain acara rohani juga latihan jasmani juga karen ada jalan gembira pada hari jumat tersebut.
Tanggapan pribadi.
Tanpa sadar, saya telah menginjak tahun ke-9 di UPH, merupakan tahun paling lama saya bekerja di suatu institusi.
Jadi karena rasanya tiap tahun selalu ada retreat serupa maka mestinya telah 9 kali pula aku mengikuti retreat semacam itu di UPH. Itu selalu rutin diselenggarakan oleh UPH pada bulan september pada masa minggu tenang pada Ujian Tengah Semester.
Karena rutin dan konsisten maka jelaslah ini merupakan suatu kebijaksanaan sentral. Karena retreat dapat juga diartikan sebagai pembinaan moril (rohani) karyawan, maka dapat juga diartikan juga bahwa UPH juga melakukan pembinaan moril karyawan-karyawannya. Mengingatkan kembali visi dan misi UPH, tidak sekedar untuk mengingatkan karyawan untuk bekerja baik, tetapi menyegarkan kembali untuk apa saya di UPH itu.
Untuk apa sih ?
Untuk cari sesuap nasi ! Ya jelas dong, untuk itu semua pertama-tama orang bekerja.
Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu !
Mazmur 128:2
Tapi apakah yang kita cari hanya itu ? Yang lain juga dong, biar punya rumah, punya mobil, punya-punya yang lain. Itu betul juga, tapi apa hanya itu ? Apa lagi pak ?
Tentang itu, rasanya kita perlu mengingat ucapan Yesus bahwa “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” [Matius 4:4].
Jadi kalau begitu di UPH tidak hanya untuk cari makan saja ya pak. Ya itulah, hebatnya. Secara tidak sadar, selama lebih dari 9 tahun bekerja di UPH, selalu mengikuti retreat tahunan, juga selalu hadir mengikuti sharing rohani di tiap hari selasa di tiap-tiap minggu sepanjang tahun maka saya merasakan bahwa firman-firman di atas ada benarnya juga.
Apa berarti itu pak Wir sekarang jadi penginjil ?
Wah-wah, jangan salah artikan dong seperti itu. Sebagai seorang yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan katolik dan juga merasa pada masa mudanya tidak terlalu familiar dengan bacaan alkitab. Jika sekarang cukup familiar, bahkan berani mencantumkan ayat-ayat alkitab di buku-buku karangannya (di halaman depannya lagi) bukan berarti itu mau menginjili orang lain, mengharapkan orang lain yang berbeda keyakinan agar mau menjadi sama. Terus terang nggak ada maksud seperti itu. Mungkin bagi sebagian orang kristen, sikap yang dipilih tersebut merupakan salah satu kelemahanku. Mungkin saja. Tapi bagiku itu merupakan salah satu sikap yang aku pilih dan sesuai sekali dengan pendapat teman-teman katolik lainnya. Apa pak ? Coba deh baca tulisan di blog ini.
Bagiku, terlepas dari keyakinan orang lain yang berbeda, tetapi jika mereka mau melakukan tindakan yang sama seperti yang Yesus sampaikan ke murid-muridnya maka itu sudah cukup. Apa sih yang disampaikan Yesus, ingat itu lho: Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. [ Yohanes 13: 34].
Jadi kata kuncinya adalah kasih. Pertama-tama adalah kasih kepada Tuhan Allah kita, yang kedua adalah kasih kepada sesama. Sesama dalam hal ini adalah umat manusia, yang tidak terbatas pada agama, suku, kaya atau miskin. Itu prinsipnya.
Melengkapi pemahaman tersebut, bahwa mengasihi tidak hanya sekedar memberi sedekah atau semacamnya tetapi bisa juga memberi dengan menunjukkan keberadaannya di dunia ini. Agar keberadaannya bermanfaat tentunya harus berpotensi, dapat menjadi terang bagi yang lain, bisa menjadi garam. Oleh karena itu tema yang diambil adalah integrasinya kehidupan pribadi dengan Tuhannya yaitu Yesus Kristus.
Bacaan berikut yang dijadikan renungan pagi ttg integrasi yang dimaksud dapat menjadi bekal untuk mengaruhi hidup baik sebagai pribadi di rumah (keluarga) atau tempat kerja (UPH).
Integrated Life: All of Life under the Lordship of Christ
The word integration is definitely one of the important words at UPH, and the concept integration of the Christian faith with every area of life is a concept we want to develop and practice in our life and work. This is the reason we chose the theme “Integrated Life” for the year’s retreat. From now on everyone should orient his/her mind and heart to integration. But what does this mean ?
When we think of integration of our faith with the rest of our life, we think of our life and every aspect of it under the lordship of Jesus Christ.
There is nothing outside his lordship. Everything we do, be it teaching or going to chapel, be it conducting research or attending a prayer meeting, be it doing administrative duties or singing in a choir, be it attending a corporate meeting or shopping with your spouse, be it dining with friends or mediating on the Word of God, all these should be done under the lordship of Christ and reflect the same lordship. We cannot sing praise to Jesus Christ and live an immoral life. We cannot teach good technology and cheat on the design.
We cannot believe Jesus Christ as the only hope for mankind and ignore people who have not known him. The opposite of integrated life is hypocrisy.
In short, an integrated life is a life of integrity. We do and practice what we believe and teach.
In integration of faith and life, everything is related to Christ. Everything is done according to God’s purpose and will. Everything is done by the strength of the Holly Spirit and for the glory of God.
Everything therefore is spritual. In integration of faith and life, there is no place for dichotomy between spritual and secular, between our religious activities in the church and our life in the world.
Everything we do is spritual even the so-called secular activities, for everything can be offered to God as true sacrifice and worship (Rom 12:1,2)
Tinggalkan komentar