Melihat tayangan televisi pagi ini, cukup menarik lho !
DPR dan pemerintahan kelihatannya kebakaran jenggot atas pernyataan Malaysia yang mengklaim bahwa “lagu Rasa Sayange adalah milik mereka“. Menurut informasi dari televisi tadi, itu semua bermula dari dipakainya lagu tersebut oleh rombongan kesenian Malaysia yang menghadiri festival Nusantara (moga-moga nggak salah). Mereka memakai lagu tersebut sebagai lagu pembukaan, dan dalam festival tersebut mereka menyatakan bahwa itu adalah lagu daerah mereka. 😀
Hebat bukan.
Dampaknya ! Salah satu menteri kita berang mendengar pernyataan rombongan Malaysia tersebut, Bapak menteri tadi beralasan bahwa lagu “Rasa Sayange” adalah lagu daerah Maluku, dan itu sudah ada sejak tahun 1922 lalu, jauh hari sebelum beliau lahir. Ada lagi pejabat lain yang berang, agar segera mengirimkan delegasi ke Malaysia untuk mengklarifikasi hal tersebut (keluar duit lagi !).
Pokoknya rame sekali. (kelihatannya ??!!)
Padahal hanya soal lagu, hanya soal karya cipta. “Ini martabat bangsa !“, mungkin demikian pikiran Bapak-Bapak yang terhormat tersebut.
Apa benar demikian ! Sebagai seorang berpendidikan, yang juga menghargai benar akan suatu karya cipta, apakah kita harus bersikap sama dengan Bapak Menteri tersebut. Apakah kita juga harus rame-rame melakukan protes terhadap sikap Malaysia tersebut.
Iya Pak, Harus ! Kalau perlu kita labrak mereka !
Wah, wah, itu mah seperti di televisi, demo, deMO dan DEMO. Apa kita ini bisanya demo doang. Perang pernyataan. Kita ini sepertinya jago koar-koar aja.
Coba kita berpikir jernih, memang lagu Rasa Sayange telah sering kita dengar, banyak dipakai oleh teman-teman dari Maluku. Tapi apakah benar itu diciptakan disana, oleh siapa dan kapan. Apa buktinya ?
Kalau itu sudah terjawab, barulah kita protes ke Malaysia. Baru JOSS namanya. Jadi jangan sekedar koar-koar aja. Nanti kalau nggak digubris, khan jadi malu. Martabatnya mau dikemanain.
Ingat orang mau menggubris jika itu ada buktinya khan ! Kalau nggak bagaimana orang lain mau memikirkan.
Iya pak, tapi kita khan sering dengar atau melihat orang kita menyanyi lagu itu !
“Dengar” atau “lihat orang menyanyikan”, apa itu cukup ? Apa itu bisa menjadi bukti. Gimana hayo, apa kalau pernah melihat atau mendengar, misalnya lagu “Happy Birthday” lantas merasa itu dari kita. Mana bukti tertulisnya kalau itu memang dari sini. Lho koq tulis. Kita khan belum biasa dengan budaya tulis. Lha itulah, ingat ! Bukti lesan dan bukti tulis, lebih kuat bukti tulis lho.
Jadi jika benar, tidak ada bukti tulis tentang lagu “Rasa Sayange”, maka peristiwa di atas dapat menjadi contoh bahwa hanya mengandalkan budaya lesan itu beresiko tinggi.
Marilah kita budayakan kegemaran menulis, dan yang lebih penting lagi adalah PUBLIKASI-nya.
Moga-moga masalah tersebut bisa clear, dan ketahuan yang benar siapa !
Note : bagaimana dengan lagu yang lain, Sayonara misalnya ?
Tinggalkan komentar