Hari Rabu 14 Nov 2007 saat menghadiri sidang terbuka pak Adhiyoso. Ketemu banyak teman-teman seprofesi, yah seperti reuni dan sempat berbincang-bincang, beberapa diantaranya adalah : pak Nathan (pembuat software SANS Pro), doktor Iswandi Imran (ITB), doktor Cesilia Lauw (Rektor Unpar), prof Bambang Suryoatmono , doktor Karta (Unpar), prof Paulus Pramono , pak Joni Simanta, ibu Winarni (mereka grup Unpar), lalu pak Maryoko Hadi dan  ibu Silvi (Puskim), doktor Titik Penta (Unpas Bogor), belum lagi Aji, Martinus, Joko. Wah banyak juga, nggak rugi pagi-pagi berangkat sendiri ke Bandung. Ngasih selamat ke pak Adhi yang sekarang telah resmi jadi ahli main kayu, maksudnya struktur kayu gitu.

Teringat kayu, Aji (dosen Maranatha) cerita bahwa baru saja membawa rumah kayu kuno warisan dari Sragen ke Yogya, bagi waris katanya. Jauh-jauh antar kota membawa rumah kayu. “Asli lho pak, seperti yang difoto pak Wir dulu !” Itu kesaksian pak Aji dengan bangga karena telah melestarikan keunikan rumah adat Jawa (Sragen). Tanpa gembar-gembor, langsung tindakan nyata. 😀

Dari pertemuan tersebut, saya diingatkan tentang kayu, yang satu meneliti kayu (daun lebar) dan yang satu langsung melestarikan rumah kayu tradisionil Jawa. Saya lalu jadi ingat artikelku yang dulu tentang rumah adat Nias yang tahan gempa.

Tiga hal tersebut membuatku tergerak untuk memikirkan rumah adat tradisionil Indonesia. Sebagian besar tentunya dari kayu khan. Kalau kita mau perhatikan bahwa rumah-rumah adat tersebut unik, setiap daerah mempunyai ke-khas-an tertentu. Sesuatu yang unik dan khas, asli Indonesia. Dapatkah itu dijadikan salah satu kekayaan intelektual budaya kita, yang dapat kita banggakan ke pihak luar. Minimal dapat menunjukkan bahwa dari dulu bangsa kita sudah beradab, bukan manusia primitif yang tinggal di goa.

Itu khan sesuatu keunggulan Indonesia. Saya yakin keragaman rumah adat kita pasti lebih di banding negara tetangga kita Malaysia.

Jika kita menganggap bahwa itu merupakan salah satu kekayaan budaya, mestinya khan harus dipertahankan bukan. Sudahkan itu kita lestarikan, kita rawat dan bahkan dapat dikembangkan sehingga dapat berdiri sama sejajar dengan rumah-rumah modern saat ini. Ataukah kita perlu menunggu Malaysia mendeklarasikan salah satu rumah adat kita , bahwa itu adalah miliknya ?

Pak Wir ini koq pusing-pusing amat. Kita khan sudah punya Taman Mini, jadi rumah-rumah adat tadi sudah dilestarikan di sana !

Gitu ya ?

Lha ini masalahnya pak. Kita selama ini terbuai untuk tidak memikirkan pelestarian keragaman warisan leluhur, karena merasa bahwa hal tersebut sudah dilaksanakan oleh pihak Taman Mini Indonesia Indah. Begitu khan.

Kenyataan.

Memang, kulitnya adalah terlihat seperti rumah-rumah adat Indonesia. Itu kalau dilihat dari jarak > 300 m. Coba lihatlah lebih dekat, lebih detail. Ternyata banyak di dalamnya adalah konstruksi modern, dari beton atau dari baja. Jadi lagi-lagi, hanya kulit. Esensi dalamnya adalah bukan rumah adat tradisional lagi.

Intinya adalah warisan kearifan budaya lokal, yang ditunjukkan oleh rumah adat tradisionil dari kaca mata ahli bangunan tidak bisa diperoleh dengan mengunjungi Taman Mini. Karena yang disana hampir sebagian besar hanyalah tampilan luarnya saja yang dipertahankan.

Pak Wir ini, jangan menuduh yang bukan-bukan pak.

Lho, saya tidak menuduh. Bagi orang awam, saya kira sah-sah saja. Untuk tempat pertemuan budaya, manusianya gitu, ok-ok saja. Bahkan kelihatannya sekarang tambah sosial itu Taman Mini, buktinya minggu lalu ketika mengantar anakku ujian tari di pavilyun Bali, pada waktu masuk gerbang nggak disuruh bayar, hanya bayar biaya masuk kendaraan saja (yah ongkos parkir gitu).

Jadi semuanya bagus, hanya jika Taman Mini Indonesia Indah diharapkan sebagai tempat pelestarian kearifan budaya rumah adat tradisionil Indonesia maka itu belum berfungsi  !

Jadi ? Yah itu perlu jadi bahan pemikiran kita semua.

Sebagai gambaran akan saya tampilkan foto-foto (ini dari internet) yang menunjukkan bahwa yang dipentingkan hanya kulit luarnya saja.

Anjungan Bali, atapnya sih bagus, tapi perhatikan balok dan kolom yang mendukung atap tersebut. Apa ada kayu yang sebesar itu. Itu beton atau baja yang dibungkus triplek lho. Orang awam mungkin nggak memperhatikan, tapi sama engineer. Mana keunggulan rumah adat Bali kalau begitu.

 

IMG-20180422-WA0010
Sumber: dedikekadiana.blogspot.com

 

Ini foto diambil disebelah pavilyun Bali, kalau nggak salah pavilyun Jawa-Timuran. Coba lihat, ini belum dibungkus. Emangnya rumah tradisionil Jawa-Timuran pakai profil baja ?

Coba bayangkan, jika Malaysia juga coba bikin seperti TMII, tapi detailnya benar-benar diperhatiin, benar-benar tradisionil. Lalu bilang, ini yang asli, sedang yang TMII itu yang rumah-rumahan adat.

Gimana hayo ?

12 tanggapan untuk “lestarikan keunikan rumah adat Indonesia”

  1. edratna Avatar

    Wahh kalau begitu, rumah adatnya harus benar-benar sesuai ya…mungkin dulu berpikirnya agar lebih awet.

    Kalau kita bepergian dari ujung utara Barat sampai ujung Timur, memang rumah adat Indonesia sangat menarik. Dan ada yang hampir mirip (atau kacamata saya orang awam), seperti rumah adat Toraja dan rumah adat Batak? Dan juga saat saya ke Papua, pas melewati daerah ke arah perbatasan Skouw banyak orang2 dari Sulawesi, terlihat dari ciri khas rumah panggungnya.

    Suka

  2. oyalipio Avatar
    oyalipio

    aku kagum dan bangga akan arsitektur bangsa indonesia. Malaysia tak akan bisa membuat rumah adat Indonesia dengan berbagai alasan apapun

    Suka

  3. pu3 Avatar
    pu3

    Saya rasa TMII membuat itu agar bangunan lebih awet, namanya juga replika yang penting adalah bentuknya. walaupun bahannya dari baja itu saya rasa gak masalah selama bentuknya sama. yang penting juga baja itu sudah ditutup dengan triplek untuk mengesankan bahwa hal itu adalah asli kayu. dan juga Malaysia tidak bisa buat yang seperti itu karena mereka tidak punya.

    Jadi anda jangan membandingkan hal itu dan jangan terlalu BANGGA dengan Malaysia yang sebenarnya gak punya apa-apa itu.

    Wir’s responds:
    O, oooooooo 😐

    Yah artikel di atas memang bukan konsumsi awam, khusus untuk yang berkelas KOLEKTOR, yang tahu Quality dan tidak puas hanya sekedar Quantity-nya aja sih.

    Suka

  4. aji Avatar

    pak wir, numpang ngelmu ya,

    saya aji “blandong kayu”

    penelitian “kecil saya” membuktikan bahwa rumah tradisional jawa tipe joglo mampu menahan goncangan gempa skala 6-7 SR, uji terskala di laboratorium.

    hasilnya bisa dilihat di http://prihatmaji.wordpress.com atau di http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/journals.php?ID=ARS073501

    salam kayu,

    aji

    Wir’s responds: trims mas Aji atas kepercayaan memberikan informasi di blog ini. Akan lebih baik kalau ada fotonya, kalau mau coba kirim ke email saya. Sertakan latar belakang kenapa anda ingin melakukan penelitian tersebut, lalu batasan masalah tentang bentuk tipe joglo apa yang diteliti, skala penuh atau tidak, lalu kunci kekuatan agar tahan gempa dimana (ini tentunya sudah dihipotesa) lalu buktikan kerusakan-kerusakan yang terjadi. Saya sudah membaca tulisan anda, tapi kalau bisa lebih menggigit wah lebih menarik itu.

    Suka

  5. aji Avatar

    yang kelihatannya lebih menggit di kompas eidis jogja pak. maaf kalo tidak terlalu panjang saya sertakan abstraknya yang di dimensi petra ya.

    PERILAKU RUMAH TRADISIONAL JAWA “JOGLO” TERHADAP GEMPA
    December 29, 2007 by prihatmaji
    Rumah tradisional Jawa terletak di daerah gempa III (gempa sedang), terhampar dari Banyuwangi sampai Cirebon. Rumah tradisional Jawa berwujud Joglo secara bentuk dan konstruksi dianggap sebagai master piece rumah tradisional Jawa, yang terkesan berat dengan struktur rong-rongan (umpak-soko guru-tumpang sari) sebagai penahan beban lateral.

    Apabila terjadi gempa struktur kayu rong-rongan rumah Joglo dipandang sebagai struktur inti (core in frame) yang akan menahan gaya lateral, didukung oleh fleksibilitas, redaman, stabilitas, elastisitas, daktilitas, kehiperstatisan kayu dan konstruksi. Sistem tumpuan yang bersifat sendi dan atau rol, sistem sambungan lidah alur, konfigurasi soko-soko emper terhadap soko guru dan kekakuan soko guru oleh tumpang sari/brunjung dipandang sebagai kesatuan sistem earthquake responsive building.

    Hasil pengujian model struktur rong-rongan terhadap getaran gaya gempa dengan horizontal slip table, menunjukkan bahwa sistem pembebanan yang diterapkan di rumah Joglo menyumbang kestabilan, pada gempa frekuensi tinggi dan akselerasi rendah-tinggi. Pada getaran gaya gempa berfrekuensi rendah dan akselerasi rendah-tinggi, sistem pembebanan membuat model lebih banyak mengalami deformasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa, struktur rumah Joglo aman untuk daerah zona gempa 3 (apabila sistem tumpuan dibuat jepit).

    Kata Kunci : struktur joglo, konstruksi rong-rongan, sistem sambungan dan tumpuan, gaya gempa.

    (di amal jariyahkan melalui jurnal ilmiah Dimensi Teknik Arsitektur Petra Surabaya, Jul 2007 / Vol 35 / No 1, lihat http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/articles.php?PublishedID=ARS07350101). artikel ini bisa idunduh gratis kok…

    dan ini yang di kompas bisa dilihat di blog “sederhana” saya.

    semoga bermanfaat. saat ini saya sedang riset pola perilaku rumah tradisional se sumatera dan transformasinya ke dalam rumah modern.

    ada yangtertarik join?,

    salam aji

    Wir’s respond: jika ada foto-foto yang menarik, nanti saya jadikan artikel khusus mas Aji. Kalau ini khan sudah ada di jurnal jadi cukup di komentar aja. Ok.

    Suka

  6. YOTAM GEA Avatar
    YOTAM GEA

    kalo ga kite sapa lagi yang peduli

    Suka

  7. elga Avatar
    elga

    seharusnya anda tuh jadi direktur taman mini… atau jadi penyandang dana nya… atau sebagai kritisi taman mini … atau jadi seksi acara acara di TMII atau jangan jangan dulu ibu tin suharto dapat ide nya dari anda ya….

    Wir’s responds: penyandang dana ? Ini BBM naik aja, sayanya terpengaruh, apalagi dananya dialihkan juga untuk jadi penyandang dana. Ini guru lho mas, bukan pejabat atau konglomerat. 😛

    Suka

  8. aista Avatar
    aista

    duh gaya arsitekturnya asik banget

    Suka

  9. arri(cwe) Avatar
    arri(cwe)

    ayo donk……………………

    Suka

  10. budi wangid Avatar
    budi wangid

    Yup setuju mas wir. Next aku kirim deretan rumah2 kayu di kota Kepahyang dan Curup (Bengkulu). Rumah2 asli kayu disana sudah mulai tergerus ma rumah2 batu. Pernah iseng nawar rumah tua yang sudah tidak terurus tapi detail ukiran kayu (dan besi profil???) masih ada, harganya ga mahal mas tapi omgkos bawa ke Tangerang nya yang ngerepotin, bisa2 dituduh illegal loging (supir truk ga berani bawa ke Tangerang)

    Suka

  11. parwata Avatar
    parwata

    Anda perlu mengenal lbih dalam lbih dekat lagi tentang rumah adatnya… Asta Kosala Kosali perlu anda bukak jika mau tau Rumah adat Bali yg originil…bukan sperti yg skrg (kontemporer). tanya Ir. Gelebet itu pakar asli Rumah Adat Bali

    Suka

  12. myun Avatar

    terima kasih postingannya ya..
    salam kenal…
    kunjungi juga blog saya fakultas teknik unand

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com