ex-PTW mengandung arti : teman-teman kenalan lama yang pernah atau masih bekerja di PT. Wiratman and Associates Consulting Engineers, konsultan rekayasa teknik sipil yang sudah eksis sejak tahun 1976, yang kemarin, pada hari Jumat tanggal 16 November merayakan hari ulang-tahunnya. Saya jadi ingat, bahwa pada setiap ulang tahunnya kantor PTW biasa mengadakan tamasya bersama dengan semua karyawan. Bisa ke gunung (Puncak) atau pulau di sekitar Jakarta. Jadi kalau dipikir, kita dulu sudah seperti keluarga aja di PTW. Ulang tahunnya yang sekarang, pada kemana ya ?
O ya, untuk itu kami mengucapkan :
“Selamat Ulang Tahun PT. Wiratman & Associates ,
semoga semakin bertumbuh, berbuah banyak
dalam damai yang penuh kesejahteraan“. 😀
Jadi intinya, hubungan batin / memori dengan PTW masih kuat. Adalah inisiatif pak Haryono untuk mengadakan semacam reuni, sekedar kongkow makan-makan bersama. Flash-back gitu.
Jadilah diundang via sms, ya karena alamatnya tergantung address handphone pak Haryono maka yang ke undang adalah teman-teman angkatan lama (90-an) atau yang masih ter-connect dengan angkatan itu. Maklum sih, alumni PTW khan sudah banyak sekali sekarang ini. Bayangkan, kita dulu di PTW ketika masih berkantor di Benhill (bendungan hilir) , waktu itu kantornya dua lantai. Bahkan saya ingat, ketika pertama kali masuk setelah lulus sarjana, kantornya seperti gudang, disana-sini tumpukan buku/print komputer, dll. Tapi ya karena mungkin masih muda dan penuh idealisme maka ya semangat tinggi. Sekarang khan sudah lain, kantor PTW di jalan arteri Simatupang khan sudah gedung bertingkat tinggi, mungkin suasananya sudah formil.
Trims ya mas Haryono, saya masih di connect. Ada untungnya lho, kalau ngundang engineer yang penulis, pasti akan di dokumentasikan dengan baik. Iya khan . 😀
Kembali ke acara reuni.
Acaranya di Kafe Tenda Semanggi, di resto Dapur Sunda. Cukup menarik juga pilihan pak Haryono. Kalau nggak ada acara seperti ini, kapan lagi seorang dosen main ke sini. Ada penyanyinya lagi. Asyik ya.
Undangan jam 19.00, saya ragu datang on-time. Padahal biasanya, kalau ada acara, saya selalu menyempatkan 15 menit lebih dulu sebelum acara. Terbiasa, dosen harus tepat waktu, kalau terlambat khan nggak enak sama muridnya. Tapi disini mikir dulu. Biasa, khawatir nggak ada orang, biasanya khan ngaret gitu.
Ternyata betul. Jam 20.00 datang, yang ada baru pak Haryono (host acara) dan pak Delon. Untung. Tapi nggak lama, teman-teman sudah pada datang. Yah mungkin semuanya punya pemikiran yang sama. Saling tunggu ! 😀
Teman-teman yang hadir adalah : (1) Ibu Fauziah, (2) pak Robert, (3) pak Delon, (4) pak Niko,(5) pak Haryono, (6) pak Handoko, (7) ibu Lani Maruta, (8) Hanan Elkanan, (9) Irawan Wibawa, (10) saya sendiri, Wiryanto Dewobroto.
Nggak banyak juga ya, tapi cukuplah, karena setahu saya mereka termasuk pentolan-pentolan pada jamannya.
Kata kuncinya adalah ibu Fauziah Dj. , yang sudah ada sejak awal di PTW , saat ini kalau tidak salah, beliau menjabat sebagai direktur divisi Structure di PTW. Jadi bagi ex-ptw yang belum mengenal teman-teman lain yang saya sebutkan di atas mestinya bisa ikut gabung, toh anda pasti mengenal ibu Fauziah. Keberadaannya menjadikan pengenal satu sama lain. Adanya beliau maka rasanya reuni ini sah adanya.
Bagi teman-teman ex-PTW yang nggak sempat datang, mungkin dengan melihat foto teman-teman kita yang datang ini dapat menjadi pelipur, memorize suasana waktu muda dulu. OK.
Sisi Kiri : pak Robert, saya, pak Irawan, pak Hanan, pak Delon
Sisi Kanan: pak Haryono, bu Lani, bu Fauziah, pak Niko
yang nggak kelihatan pak Handoko (suami ibu Lani).
Kiri-kanan : pak Delon, pak Haryono, bu Lani Maruta (istri pak Handoko) dan bu Fauziah.
Meskipun sudah meninggalkan PTW kira-kira 15 tahun yang lalu, tapi ketemu bu Fauziah dan bu Lani rasanya nggak ada yang berubah. Masih seperti dulu saja. Bu Lani masih tenang tapi tegas, sedang bu Fauziah , ceria dan bersemangat.
Coba lihat ekspresi ibu Fauziah yang sedang bersemangat menceritakan mobil barunya yang pada hari yang sama di tabrak motor sampai dua kali. Salah satunya ditabrak oleh preman yang sedang belajar naik motor, pinjaman lagi.
Wah seru lho !
Nggak ngebayangin gimana preman tersebut memohon-mohon minta maaf, bahkan katanya sampai mencium tangan beliau segala. Meminta ampun.
Bu Fauziah mengganggap orang tersebut preman, karena pakai baju yang nggak ada lengannya (baju kutung), selain itu dipinggangnya pakai asesori rantai yang rame gitu. Jadi hati-hati lho yang suka pakai baju kutung dan asesori rantai. Bukan dibilang modis, dikira preman nanti (mungkin memang betul preman ya , yang suka model begitu). Wah ini pengetahuan baru hasil reuni.
Aneh juga ya, preman koq minta maaf.
Tapi bisa juga lho, karena premannya baru belajar naik motor, dan motor pinjaman lagi. SIM ? Apalagi. Jadi ketika dituntut ganti rugi, kalau nggak mau maka masalahnya diselesaikan ke polisi, maka premannya ngeper dan akhirnya mau ngasih ganti rugi juga.
Diceritain oleh bu Fauziah, bagaimana premannya tersebut mengais-ngais dompetnya sampai akhirnya diketemukan satu lembar duit 100 ribu-an, yang mungkin saking terakhirnya (nggak ada duit lagi gitu) , maka lembaran tersebut terlipat-lipat nggak karuan. Tahunya nggak ada duit lagi juga dari bu Fauziah, yang menggambarkan premannya tersebut memohon-mohon bahwa itu duit terakhirnya. Tetapi karena takut urusan polisi maka akhirnya diberikan juga duit terakhir tersebut. Maksudnya agar masalah tabrakan dapat diselesesaikan damai.
Lha disini juga lucunya. Sebagai wanita dan engineer terjadi pertentangan batin. Mengapa ? Jelaslah pasti bagi seorang wanita, kalau ada yang sampai memohon-mohon, pasti nggak tegalah. Wanita khan berhati lembut, dipengaruhi emosi. Iya khan.
Tapi ternyata meskipun fisik wanita, yang berhati lembut. Jiwa engineer-nya juga sudah mengakar dalam. Apa maksudnya. Engineer itu khan mengandalkan logika berpikir. Eksak gitu. Jadi argumentasi beliau, jika ini orang (preman yang nabrak tersebut) dikasihani yaitu nggak perlu ngasih ganti rugi karena nabrak (uang satu lembar 100-rb tadi). Maka orang ini pasti nggak kapok-kapok juga. Selain itu, logikanya juga telah memikirkan, ini orang preman, ini pasti memohon ampunnya nggak tulus. Ini pasti ngerayu aja.
Jadi ada dua latar belakang pemikiran yang saling bertolak belakang. Ini uang 100-rb yang katanya, “uang terakhir yang dipunyai preman itu” : diterima saja atau ditolak (diberi belas kasihan).
“Coba kalau kamu gimana ?”, itu pertanyaan bu Fauziah ketika kami menyimak ceritanya.
“Gimana ya ? Bingung juga. Lalu gimana bu ?”, jawab kami.
Ya gimana lagi. Satu sisi, nggak tega ! Tapi dari satu sisi lain, ini perlu bagi pembelajaran dia (preman). Jadi ya begitulah. Uang 100-an ribu tetap aku terima (sisi pembelajaran bagi dia) , tapi aku ambil duit 50-an ribu, dari dompetku, aku kasih dia (preman) , nggak tega sih !
O gitu. 😀
Solusi yang win-win ya, antara ‘nggak tega’ dan mesti ‘ngasih si preman pembelajaran’, biar kapok. Maksudnya besoknya lagi si preman harus hati-hati lagi kalau mau naik motor. Tapi juga lega karena telah meluluskan permohonan seseorang yang langsung pada diri beliau. Nggak semena-semena begitu maksudnya.
Kiri-kanan: pak Niko dan pak Handoko (suami ibu Lani)
Kiri-kanan: pak Irawan, pak Hanan dan pak Delon.
Yah itulah teman-teman ex PTW yang menjadikan ilmu Analisa Struktur tidak sekedar untuk dapat lulus ujian saja, tapi benar-benar dijadikan senjata utama mencari mangsa uang nafkah.
O ya, seperti biasa, reuni ini biasanya saweran. Eh ternyata ditalangin semua oleh ibu Lani. Ternyata acara ini juga untuk memperingati hari ulang tahun perkawinannya yang ke-23. Selamat juga ya bu Lani dan pak Handoko. Semoga semakin bertambah kebahagiaan dan kesejahteraan anda dalam berkeluarga. Trims ya atas makan-makan enaknya. 😀
Bagi teman-teman ex PTW, yang tidak sempat hadir, baik karena tidak tahu acara tersebut, maupun ada acara lain, saya persilahkan untuk memberi komentar. Siapa tahu jadi reuni on-line.
Salam sejahtera semuanya.
Tinggalkan komentar