Hari-hari ini, baik koran maupun televisi banyak memberitakan kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto, bapak pembangunan Indonesia. Setiap saat team kedokteran yang menangani kesehatannya selalu melaporkan ke publik, apa-apa yang telah dikerjakan untuk terus menjaga kondisi kesehatan beliau. Tayangan televisi menampakkan ada puluhan orang, baik keluarga, kerabat, teman dekat, bekas pejabat maupun pejabat negara berusaha menengoknya. Intinya, orang-orang yang mengenal beliau dan bisa mendapat akses kesana, berusaha untuk menemani pak Harto. Juga keluarga besarnya.
Terlepas dari kontroversi yang melekat pada diri beliau, dan itu adalah wajar adanya. Kenapa ? Dengan jumlah rakyat yang ratusan juta, dengan berbagai kondisi latar belakang yang berbeda, ada yang ekstrim, ada yang tidak. Maka jelas, setiap tindak keputusan yang tegas, tentu mengandung resiko. Ada yang mendapat dampak positip dan tidak sedikit pula yang negatif. Berkaitan dengan hal itu, sebagai pemimpin beliau tentu mempunyai alasan yang kuat yaitu ingin berpihak pada masyarakat banyak (mayoritas), kalaupun ada yang rugi, ya itulah dunia. Memang nggak gampang diterima oleh semua lapisan. Tapi yang jelas, sebagai orang yang dibesarkan jaman orba, dapat merasakan sewaktu kecil bahwa pada masa itu, harga-harga relatif murah, tidak banyak terdengar tentang konflik beragama, apalagi adanya bom atas nama Tuhan.
Nggak tahu itu, apa karena waktu itu masih kecil sehingga wawasan kurang atau karena apa. Karena sampai saat inipun, berita-berita kontroversi tentang pak Harto hanya dari koran, dan hanya marak setelah beliau lengser, maka tentunya tidaklah bijak jika tidak tahu lalu turut serta merta dalam kontroversi tersebut. Terus terang saya tidak tahu kebenarannya, tapi yang jelas, yang saya tahu, adalah ‘hal-hal tadi‘, yang baik-baik yang dirasakan sewaktu kecil.
Oleh karena itu, saya netral, jadi bagaimanapun, beliau adalah mantan pemimpin negeri ini. Di mana waktu kecil dulu, aku dapat dibesarkan oleh orang tuaku sampai seperti sekarang ini. Orang-tuaku mensyukuri bahwa masa itu ada, padahal hanya pegawai perusahaan swasta, yang kadang-kadang mengajar jadi guru, jadi tidak ada kaitannya lho dengan pejabat pemerintahan yang mungkin mendapat imbasnya. Jika demikian tentunya aku juga mensyukuri dan mengucapkan terima kasih pada mantan pemimpin negeri yang menciptakan suasana kondusif waktu itu.
Saya kira berbicara tentang kontroversi tidak ada habisnya, apalagi yang kena dampak buruk. Aku tidak ingin membicarakan hal tersebut, saya kira banyak koran yang memuatnya.
Do not be happy when your enemy falls, and do not feel glad when he stumbles. The LORD will see it, he won’t like it, and he will turn his anger away from that person.
Proverbs 24:17-18
Saat ini aku ingin melihat dari sisi lain, yaitu bahwa pada kondisi sakit sebagai orang tua lemah, beliau selalu dikunjungi dan ditunggui oleh keluarganya. Saya melihat ibu Tutut dan adik-adiknya juga berusaha merasakan kondisi yang prihatin tersebut. Juga tempo hari terlihat ibu Halimah, putri mantunya juga menengok. Jelas pada kondisi pak Harto seperti itu, yang sudah lemah, maka tentunya tidak hanya faktor uang atau kekayaan aja, pasti ada hal-hal lain yang membuat orang-orang tersebut hormat kepadanya.
Apa itu ?
Hubungan kekeluargaan. Coba perhatikan. Keluarga bagi pak Harto adalah utama, dan tetap monogami.
Menurut saya itu khan hebat sekali, coba jika anda mau melihat kanan atau kiri, sedikit saja, maka adalah fakta bahwa banyak orang yang mungkin merasa sukses karena telah bergelimang duit, populer, dielu-elukan dimana-mana, akhirnya tahu-tahu poligami. Itu sudah jamak, tidak hanya artis, tetapi disegala lapisan masyarakat, ada tukang ojek, tukang masak, pegawai negeri / swasta, pejabat bahkan tokoh agamapun demikian juga. Memang sih ada ayat-ayat tertentu yang dijadiin gacoan yang menunjukkan bahwa itu semua tidak bertentangan dengan agama. Alasan mereka-mereka umumnya adalah sama yaitu untuk menghindari zinah. Jadi berkeluarga bagi mereka tujuannya hanya ‘itu‘ aja. Sedangkan pak Harto yang lebih 30 tahun bergelimang duit , lebih kaya dari mereka-mereka itu, bahkan lebih populer, dll, masih tetap mempertahankan konsep perkawinan monogami. Bahwa berkeluarga baginya tidak hanya soal ‘itu’ saja, tetapi ada yang lain yaitu membentuk kekerabatan, hubungan darah. Nilai bahwa keluarga adalah kekal dan hanya kematian saja yang dapat memisahkan. Hebat itu. Anak-anaknya saja juga susah untuk mengikutinya.
Coba kalau beliau tidak seperti itu, punya istri lebih dari satu. Wah pasti situasi dimasa tua sewaktu sakit seperti sekarang ini akan berbeda sama sekali. Saya yakin itu.
He must have only one wife, be sober, use good judgment, . . .
He must manage his own family well. His children should respectfully obey him.
1 Timotius 3:2,4
Konsep falsafah jawa, bahwa tugas utama anak untuk orang tuanya adalah mikul duwur mendem jero, yang sedang diusahakan oleh putra-putri pak Harto, saya yakini pasti diharapkan oleh semua tua-tua di negeri ini agar nanti anak-anaknyapun juga seperti itu.
Saya yakin, jika semua orang yang memilih memutuskan untuk berkeluarga, dan menjadikan keluarga selalu rukun, damai dan sejahtera, serta solid. Saya yakin negara inipun juga demikian. Selama keluarga hanya dilihat dari sisi legalitas formal di dalam kaca mata negara dan agama maka hati-hatilah di masa tua anda, selagi kesehatan, harta dan kekuasaan tidak lagi bermakna.
Bagaimanapun sebagai mantan pemimpin negeri ini, saya ikut prihatin dengan kondisi beliau, kita perlu berdoa semoga Tuhan berkenan memberikan apa-apa yang terbaik bagi beliau, juga bagi bangsa ini. Amin.
Tinggalkan komentar