Membeli buku bagi masyarakat belum menjadi suatu budaya, apalagi buku-buku ilmu pengetahuan. Sebagian besar membeli buku adalah untuk hiburan (komik, novel, roman dll) ataupun buku-buku pengembangan diri/rohani.
Kalau nggak percaya, coba saja anda main-main di toko buku.
Ada juga buku-buku pengetahuan, tetapi sebagian besar yang umum sifatnya, yang sehari-hari, misalnya tentang tanaman, rumah / tata letak atau interior ruang, atau tentang kecantikan / kesehatan diri. Pokoknya yang orang awam mudah memahaminya.
Kalau yang menulis tentang ilmu pengetahuan, mungkin sebenarnya cukup banyak, tetapi untuk jadi buku, wah itu masalah lain. Karena peminat buku ilmu pengetahuan (apalagi yang khusus) adalah relatif sedikit (dibanding topik lain) maka penerbit buku juga cenderung hati-hati (segan) untuk menerbitkan buku-buku tersebut. Karena susah cari penerbit yang mau, maka penulis buku-buku ilmu pengetahuan akhirnya males juga. Kecuali karena keterpaksaan, misalnya untuk ngejar kum untuk kenaikan jenjang profesi atau jabatan, yang dipentingkan adalah diterbitkan, nggak laku nggak apa-apa, karena kalau perlu dibagi-bagi gratis aja.
Tetapi buku-buku ilmu pengetahuan dari luar (buku import) ternyata laku juga.
Jadi kurang jelas mengapa dari pihak penerbit ada yang berpendapat bahwa buku-buku ilmu pengetahuan adalah tema buku-buku yang kurang laku di jual. Pendapat itu saya ketahui dari beberapa penerbit yang pernah aku hubungi.
Selain itu juga ada fakta, bahwa ada seorang pejabat yang ingin nerbitin buku untuk keperluan kum. Dia nyetak dengan biaya sendiri, pokoknya jadi buku. Lalu dengan semangat tinggi diserahkan ke toko buku. Hebat juga nih marketingnya. Setelah setahun, ternyata bukunya masih banyak stock, bahkan dikembalikan lagi. Nyetaknya nggak banyak, cuma 1000 eksp. Tapi ngejualnya ternyata gampang-gampang susah.
Kayaknya buku-buku teknik susah jualnya, nggak seperti buku “remang-remang jakarta” yang laris manis bak kacang goreng. Nggak tahu kenapa, apa karena orang-orang di sini sukanya yang remang2 atau gimana gitu.
Kembali ke buku-buku teknik. Saya mencoba mengevaluasi, sebagian buku-buku teknik yang saya baca kelihatannya hanya mementingkan informasi, belum bisa memberikan tulisan yang sifatnya dinikmati, beralur cerita. Bahkan ada yang berformat seperti soal-penyelesaian. Laku sih laku tetapi hanya untuk mahasiswa yang mau ujian. Juga dalam pemilihan illustrasi, banyak dari mereka sekedar men-scan apa adanya. Pokoknya asal kelihatan. Jadi menurutku tampilan atau format memang belum sebanding dengan buku-buku import.
Berdasarkan pemahaman di atas maka ketika aku menulis buku, yang utama adalah tampilan luarnya terlebih dahulu, formatnya. Konsekuensinya semua gambar harus di poles semua, baik gambar vektor (AutoCAD) maupun gambar bitmap (JPG, GIF, TIFF). Untung aku cukup menguasai tool keduanya, jadi bisa saya kerjakan sendiri.
Itu semua ternyata ada pengaruhnya, yaitu bahwa bukuku yang ke-empat, yang terbit bulan April 2007 kemarin sebanyak 2500 eksp, tebal hampir 600 hal dan yang dijual cukup mahal yaitu 84rb ternyata akan dicetak ulang.
Jadi pendapat para penerbit yang menyatakan bahwa buku-buku dengan topik teknik adalah buku yang jarang pembelinya adalah tidak benar. Buku yang khusus diperuntukkan orang teknik dan dijual mahal, ternyata bisa laku juga (hampir habis).
Puji Tuhan, terima kasih. Juga kepada pembaca blog ini yang ikut mempromosikan. Semoga nanti akan dituliskan buku-buku lain yang tidak kalah dari segi mutunya. Amin.
Tinggalkan komentar