Publikasi tentang “kandungan bakteri enterobacter sakazakii pada susu formula di negeri ini”, hasil penelitian rekan-rekan IPB ternyata membuat heboh, tidak hanya di wordpress (dunia maya), tetapi juga di berita-berita koran harian atau news on-line (dunia real).
Seperti yang dikutip Metro TV on line, Rektor IPB, Dr. Herry Suhardiyanto menyatakan dengan tegas bahwa :
Tim Institut Pertanian Bogor yang diketuai Dr. Sri Estuningsih, sejak 2003 hingga 2006, menemukan bahwa ada 22,73% susu formula dari 22 sampel dan 40% dari 15 sampel makanan bayi produk dalam negeri yang dipasarkan antara April hingga Juni 2006 terkontaminasi entrobacter sakazakii. Bakteri ini masuk kategori berbahaya karena bisa menyerang selaput otak.
Bahwa penelitian tersebut tak perlu diragukan dan sudah dilaporkan ke Departemen Pertanian, Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sebagai suatu negara yang melihat bahwa penelitian masih dianggap sesuatu yang jarang, dan hanya umum di wacana pendidikan, tentu hal ini cukup menarik. Apakah ini yang disebut dengan link-and-match antara dunia pendidikan dan dunia nyata ?
Tetapi adalah juga fakta, bahwa pernyataan “tak perlu diragukan” yang dikeluarkan oleh pimpinan IPB menghasilkan dampak yang cukup hebat, yaitu keresahan masyarakat. Bahkan diberitakan sudah ada beberapa ibu-ibu yang terpengaruh sampai mengganti susu formula bayi dengan air tajin. Oleh karena itu adalah penting untuk dibahas, masalah tersebut.
Saya yakin yang membuat heboh adalah pernyataan kuantitas bahwa ada 22.73% susu formula tercemar bakteri dan juga ada 40% makanan bayi. Jika itu dikaitkan dengan jumlah sampel yang diuji oleh team IPB adalah tepat sekali, tetapi jika itu dijadikan generalisasi bahwa nilai itu adalah prosentasi susu formula yang beredar di masyarakat, wah ini yang perlu diluruskan. Jika demikian berarti itu penghakiman kepada produsen susu, sehingga diharuskan untuk ditarik dari peredaran. Ini khan jelas konyol saja. Emosi.
Belum ada pernyataan bahwa sampel yang diuji oleh IPB adalah representatif umum dari susu formula yang beredar di pasaran terbuka. Mestinya ini yang perlu ditindak-lanjuti oleh pemerintah.
Karena penelitian itu juga telah lama terjadi maka ada baiknya juga diteliti kemungkinan dampak yang terjadi selama kurun waktu tersebut dengan adanya bakteri tersebut terhadap bayi-bayi yang telah minum susu formula. Jika ada kasus terkait dengan bakteri tersebut, berapa prosen populasinya.
Mengapa tidak bisa langsung hantam kromo, diumumkan brand-brand yang mengandung bakteri tersebut. Ya jelas semua khan ada prosedurnya, apakah sebelumnya sudah ada spesifikasi yang ditetapkan oleh dirjen POM, bahwa bakteri itu tidak boleh ada, atau itu merupakan fakta baru, yang baru dikenal di kalangan akademisi aja. Jika ternyata sudah ada ketentuan oleh POM dan ternyata produk yang mengandung bakteri tersebut masih ada, khan jelas tinggal ditanyakan ke produsen bagaimana Quality Control masing-masing produknya gimana. Jika itu memang kesalahan mereka maka saya yakin produk yang nggak benar tersebut akan ditarik dari peredaran, karena kalau nggak maka reputasi mereka yang menjadi taruhannya.
Hal-hal ini lebih penting daripada sekedar mengerahkan orang sekampung untuk ramai-ramai memprotes menkes yang kebetulan tidak terpengaruh oleh pemberitaan tersebut. Bayangin gimana kalau produsen susu didemo begitu, bahkan sampai bangkrut dan tidak ada susu formula yang beredar di pasaran, dan akhirnya semua ibu-ibu muda terpaksa menggantinya dengan air tajin. Maka dampaknya parah yang mana ?
Artikel acuan :
-
Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jarang, Bayi Korban Bakteri Sakazakii – Suara Pembaruan Daily
-
Bakteri SAKAZAKII tidak tahan panas – Metro TV on line
Tinggalkan komentar