Mencoba memberi masukan yang profesional (maunya).

Sekedar perkenalan, saya Taru, kerja jadi “buruh” safety di kontraktor Surabaya, jebolan UNS jurusan Hiperkes & KK (sekalian promosi, he.. he..), baru buka google ngetik accident of contruction, eh keluar nich page, baca artikel-artikelnya,  bagus banget, communicative, santai, tapi tetep informative n mengena.

Ada sedikit pertanyaan tentang “cara membangun kesadaran K3 di pekerjaan konstruksi”, kalo pekerja lapangan kaya carpenter, rebarman, dll sich lumayan gampang, tapi aneh, orang-orang yang ngakunya lebih profesional seperti project manager, site manager, dan orang-orang kantoran malah sulit memahami arti pentingnya K3, beliau-beliau sering melanggar sendiri peraturan K3 yang dalam tanda kutip mereka tandatangani sendiri.

Tolong pak, beri masukan yang “profesional” untuk orang-orang yang “profesional” juga kalo ada minta foto-foto accident di pekerjaan kontruksi. Budaya orang Indonesia, “belajar dari pengalaman”, kalo gak ada pengalaman dulu katanya sulit belajar, semoga dengan gambar-gambar ‘ngeri’ dari orang-orang yang udah mengalami accident menjadi pembelajaran visual, dan tentunya kecelakaan dapat dihindari.

Hallo Taru yang ahli safety, salam kenal. Omong-omong atas dasar apa bahwa anda yakin kalau saya bisa memberi masukan profesional ?

Padahal kalau anda baca statement saya di pojok kanan atas, sama sekali tidak mencantumkan tentang bidang tersebut. Sebagai structural engineer maka jelas yang dimaksud dengan safety adalah keamanan struktur ketika dipakai, jadi tidak pernah itu mempelajari aspek manusia pekerjanya. Nggak ada itu di mata kuliah S1, S2 maupun S3 jika bidang yang ditekuni yaitu structural engineering. He, he, mohon masukan dari para structural engineer yang lain. Betul nggak ? Kalaupun ada yang membahas hal tersebut di level S1 pasti itu di mata kuliah manajemen konstruksi atau semacamnya gitu.

Kalau begitu pak Wir nggak bisa ngasih masukan dong ?

Emangnya saya ngomong begitu ! Saya hanya mau mengatakan bahwa untuk menjawab pertanyaan anda, jelas, saya tidak bisa mengandalkan ilmu structural engineering yang menjadi core kompetensi formal saya selama ini.

Jadi pakai ilmu kompetensi apa pak Wir ?

Wah mau tahu aja ! Pakai apa ya ? Jadi bingung sendiri !   Aku di sini ngakunya apa aja sih ? O ya, ada ini lho :

  • structural engineer,
  • computer programmer,
  • digital photographer and manipulation,
  • drafter,
  • writer,
  • speaker,
  • researcher,
  • christian faith,
  • doctoral candidature and
  • lecturer

Lho koq banyak juga ya. Wah meragukan kalau begitu. Emangnya ada orang punya kompetensi sebanyak itu.

Aku sendiri juga bingung lho. Tapi kalau sedang memeragakan kapasitas sebagai salah satu pribadi tersebut, rasanya enjoy-enjoy aja tuh.

Kayaknya untuk menjawab pertanyaan saudara, saya harus memakai peran sebagai writer, researcher, christian faith. Ok ?

Setelah menganalisis tulisan saudara secara keseluruhan, maka saya menyimpulkan, bahwa yang menjadi permasalahan utama adalah :

orang-orang yang ngakunya lebih profesional . . . malah sulit memahami arti pentingnya K3,

Iya khan ? Pasti deh, oleh karena itu yang saya jadikan judul artikel ini. Ini juga contoh bagaimana cara menulis artikel yang menarik.

He, he, menarik nggak sih ?

Pasti ! Buktinya anda membaca sampai ini saja sudah menjadi bukti bahwa ini menarik, padahal esensi yang mau diceritakan belum nongol juga. Iya khan.

Saya merasakan perasaan kecewa anda sebagai seorang “buruh” safety. Dengan menyatakan “buruh” saja, itu membuktikan bahwa posisi anda kelihatannya serba salah ! Nggak pede-pede amat, bukan menjadi faktor penentu, atau ekstrimnya anda merasa kadang-kadang hanya dianggap sebagai “angin lalu saja”. Ngaku aja ! Iya khan.

Tapi jangan kuatir, itu biasa. Kenapa ? Karena pada umumnya orang yang memberitahu hal-hal yang “maksudnya baik” tetapi “tidak langsung berkorelasi ke sesuatu yang cepat terlihat” dan bahkan “ada konsekuensi logis yang nggak enak“, ada sanksinya misalnya. Itu jelas nggak gampang. Bahkan kadang-kadang dicerca.

Paham nggak penjelasan di atas ?  Agak philosofi lho. Baiklah saya urai saja ya.

Maksudnya baik” adalah jelas, kesadaran K3 khan ujung-ujungnya keselamatan kerja. Zero accident gitu lho. Itu khan prinsip kerja yang menjadi tujuan semua orang. Emangnya ada orang yang mau kena accident. Pasti nggak khan.

Jadi anda pasti kesel kenapa maksud baik tersebut tidak ditanggapi positip oleh para profesional tersebut, iya khan !

tidak langsung berkorelasi ke sesuatu yang cepat terlihat“,  ini maksudnya ditujukan ke profesional tersebut. Kalau ke pekerja, maka maksudnya sudah cukup jelas ! Langsung dapat memahami apa itu bebas accident. Jadi mereka (pekerja) seperti kerbau di cocok hidungnya jika ditanya : “Emangnya kamu mau kena accident ?. Kalau begitu, pakai dong safety belt-nya“. Sedangkan bagi profesional atau anda tadi menyebutnya orang-orang kantoran, itu khan menunjukkan bahwa mereka merasa tidak bakal kena accident tersebut. Lha wong di kantoran. Coba perhatikan para profesional yang di lapangan, emangnya berani naik ketinggian bebas tanpa pengaman ! Hebat kalau ada. Bagi mereka yang di kantoran tersebut (yang tidak langsung), tidak melihat korelasi langsung kesadaran K3 tadi dengan keuntungan proyek secara keseluruhan. Apakah itu berarti profitnya langsung naik. Yang jelas, mereka harus mengeluarin anggaran untuk K3 itu. Iya khan. Baru kalau ada kejadian, terasa deh. Tapi itu khan fungsi statistik, jika terjadi aja. Apalagi kita bangsa yang religius, jika ada kejadian, lalu dinyatakan “wah kurang doanya sih !” 😦

Konsekuensi logis“, rasanya sudah diterangkan di atas. Ternyata untuk melaksanakan K3 khan harus mengeluarkan anggaran, minimal harus menggaji anda (buruh safety). Gitu khan. Belum hal-hal yang lain seperti prosedur kerja berbelit-belit. Orang-orang yang ngaku profesional tadi khan merasa udah pinter, digurui lagi. Jadi pantes lha kalau mereka merasa segan atau males mengikuti kesadaran k3 tersebut.

Ha, ha, ha. Gitu khan yang anda rasakan sebagai “buruh” safety.

Lalu bagaimana pak Wir ?

Saya ulangi lagi. Pertama-tama, “jangan kecil hati“. Profesi anda membutuhkan iman dan keyakinan yang kuat. Anda harus yakin bahwa profesi anda adalah mulia, mengajarkan keselamatan. Dalam hal ini adalah keselamatan dunia. Jadi kalau agama mengajarkan keselamatan dunia akherat, maka anda adalah porsi dunianya. Hebat khan. Jadi bekerjalah dengan baik tidak sekedar pamrih gaji bulanannya saja.

Kedua. Bahwa anda menghubungkan profesi terhadap kesadaran K3 , menurut saya tidak benar. Jika kenyataan yang anda lihat adalah seperti itu, tetapi itu bukan berarti anda dapat menggeneralisasi atau mengkaitkan profesi terhadap kesadaran seperti itu.

Menurut saya itu kesalahan mereka sebagai manusia Indonesia pada umumnya, dan tidak tergantung profesi.

Wah apa itu pak Wir ?

Perhatikan. Kondisi yang anda temui seperti itu memang umum terjadi pada negara tidak maju, yang mana mereka terbatas wawasannya, hanya melihat yang nampak, yang terjadi langsung di sekitar mereka, hanya mikir jangka pendek atau hanya mikir jika itu menyangkut langsung dirinya sendiri. Orang lain ? Emangnya gua pikirin.

Kenapa begitu ? Kata kuncinya adalah pendidikan. Pemimpin negara kita khan belum melihat bahwa pendidikan dapat menjadi solusi atas semua yang terjadi dinegeri ini. Mereka hanya melihat bahwa pendidikan menghabiskan (konsumtif) anggaran negara saja. Mereka tidak melihat bahwa pendidikan adalah memberdayakan.

Howard Gardner, profesor di bidang kognisi dan pendidikan di Harvard, menyatakan :

  • Lembaga pendidikan formal memainkan peranan kunci dalam menentukan apakah sang individu akan menjadi pekerja yang baik dan warga yang aktif.

Pendidikan dalam hal ini adalah dalam arti luas, jelas para profesional tersebut mempunyai pendidikan cukup untuk bisa disebut profesional, bisa S1, S2 atau S3. Tapi seperti uraian saya di depan, bahwa meskipun saya punya S3 bidang structural engineering tetapi nggak bisa jika itu digunakan untuk menjawab pertanyaan saudara. Jadi pendidikan dalam arti sesuatu yang dapat mentransformasi manusia menjadi esensi sebenarnya sehingga mampu menjawab pertanyaan “mengapa saya hidup di dunia ini“. Jika itu dapat maka akan dapat dijawab secara tuntas penyelesaian permasalahan tersebut.

Coba saya bertanya kepada anda :”mengapa anda hidup di dunia ini“.

He, he, he nggak gampang bukan.

Kalau anda pak Wir ?

Esensi hidup di  dunia ini cukup sederhana, yaitu

  • kita harus mengembangkan diri, sehingga dapat mandiri dan tidak menjadi beban orang lain. Kata kuncinya adalah tidak mengeluh, dapat menyukuri nikmat hidup ini. Dengan menyukuri maka itu juga berarti bisa merasa berkecukupan.
  • jika sudah dapat merasakan kecukupan atau perasaan kaya, maka tentunya dapat berbagi untuk orang lain. Jadi diharapkan dengan adanya kita, maka orang lain bisa merasakan hal yang sama kita rasakan.
  • jika aku dan mereka (manusia yang lain) sudah terkover, maka tujuan ketiga adalah bahwa dengan semuanya itu, saya dan orang lain disekitarnya dapat saling memuliakan Tuhannya

Itu aja tujuan hidupku, nggak ada tuh, tujuanku cari duit aja, cari gelar aja. Memang sih, itu bagian kecil yang memang harus aku usahakan selama di dunia ini.

Jadi jika semua orang sudah mempunyai pemikiran seperti itu, maka mereka akan dengan gampang melihat bahwa adanya konsekuensi logis akan kesadaran K3 adalah wajar adanya, karena mungkin tidak terlihat secara langsung pada pengumpulan duit, tapi jelas dengan hal-hal tersebut akan dapat menyelamatkan sesama yang lain. Tidak ego, mentang-mentang para profesional tersebut tidak terjun langsung ke lapangan sehingga tidak mengalami sendiri resiko accident.

Itu semua yang saya utarakan adalah kondisi ideal. Tidak setiap orang melihat bahwa itu merupakan suatu pencerahan, yang mereka lihat “duitnya ilang”. Ego tadi.

Lalu gimana ?

Itulah kunci gunanya Undang-Undang K3. Jadi anda sebagai profesional di bidang K3 harus mengacu pada undang-undang hukum. Waktu memberi penjelasan kepada para profesional maka semuanya harus dikaitkan dengan sanksi. Jika ada pekerja yang kena accident maka yang bertanggung jawab adalah atasannya.

Lho khan udah membayar buruh safety ?

Pastikan bahwa setiap prosedur K3 yang baku sudah dijalankan. Jika tidak jalan, pastikan siapa yang menyebabkan. Anda sebaiknya bikin record tertulis terhadap hal-hal yang menyebabkan prosedur K3 tidak jalan. Record tadi yang menjadi bukti bahwa bukan di anda kesalahan terjadi, tetapi di para profesional tersebut. Jadi jika sampai ada tuntutan hukum yang kena adalah mereka.

Jika mereka (para profesional) melihat bahwa setiap tindakan yang tidak mendukung K3 tadi dapat terkait dengan tuntutan hukum langsung ke pribadi mereka. Maka saya yakin itu akan memberi pengaruh positip untuk mendukung tindakan-tindakan yang mengarah kepada kesadaran K3.

Budaya orang Indonesia, “belajar dari pengalaman”, kalo gak ada pengalaman dulu katanya sulit belajar

Apa bener pernyataan di atas bahwa itu adalah budaya orang Indonesia ?

Saya bilang salah, itu bukan budaya kita. Coba lihat saja, emangnya kita belajar dari pengalaman masa lalu. Wah kalau cerita ini bisa panjang, lain artikel aja ya.

Yang jelas, budaya orang Indonesia adalah “suka meniru“, suka latah. Jadi jika ada orang kita melihat orang lain berbuat sesuatu dan ternyata tidak apa-apa, bahkan mendapat nikmat, meskipun itu melanggar hukum maka berbondong-bondonglah orang kita menirunya.

Kenapa ?

Ya seperti yang saya ungkap tadi, wawasannya sempit.

O ya, untuk gambar-gambar accident terus terang saya tidak suka mengkoleksi gambar-gambar buruk, apalagi tentang kematian. Jadi saya nggak mau ada gambar kematian di sini di blog ini. Itu hukumnya wajib. 😛

Hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, tetapi satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal yang baik.
[Pengkhotbah  9:18]

15 tanggapan untuk “pekerja sadar K3 dibanding profesional !?”

  1. bsw Avatar

    Untuk di Indonesia, apalagi bukan perusahaan asing, urusan K3 sepertinya memang bukan hal utama. Untuk perusahaan asing (selain asia) apalagi dengan klien asing juga, baru urusan K3 ini menjadi salah satu unsur penting.

    Sekarang saya pikir sudah agak mendingan, paling tidak dengan adanya “safety officer”. tanda-tanda K3 dipasang di proyek dsbnya.
    Hanya saja kelihatannya standar kerja proyek kita memang masih rendah.

    Mungkin ini berhubungan dengan sistem di negara kita. Tender proyek kita, setahu saya (cmiiw) tidak mencantumkan (atau tidak terlalu menekankan) prasyarat K3. Seharusnya prasyarat adanya K3 dgn data-data kecelakaan (plus hasil audit) menjadi prayarat peserta lelang. Adanya kecelakaan harusnya menjadi penalti buat perusahaan dsb-nya.

    Pada akhirnya, yg lebih penting adalah penanaman nilai bahwa keselamatan manusia & lingkungan adalah yg utama. Tidak ada bahaya yg tidak dapat dicegah…… (saya siap berdebat untuk itu…)

    Butuh waktu bertahun-tahun memang untuk menanamkan nilai nilai K3. Setelah bertahun kerja di proyek, akhirnya dengan kesadaran sendiri saya selalu memasang sabuk pengaman di mobil (termasuk di taksi…).

    Akhirnya, pesan saya (sesama ‘buruh’ proyek), jangan patah semangat untuk menanamkan nilai kebaikan.
    Bukankah kebaikan akan berbuah kebaikan juga..?

    Kalo mau agak ektrim, anggap saja anda sedang ber-‘jihad’ ketika menanamkan nilai K3 ini… 🙂

    Suka

  2. Santanu Avatar
    Santanu

    Untuk dunia konstruksi, K3, sebenarnya penting. Dan seperti perkembangan penggunaan ISO, di perusahaan konstruksi, membutuhkan waktu bertahun-tahun, pengalaman saya dari penggunan ISO pertama kali sampai berjalan baik, itu baru bisa berjalan baik oleh orang muda yang sejak awal sudah dilatih menggunakan ISO. Yang tua-tua susah diajak berubah(bukan tidak bisa).

    Setelah ISO berjalan K3 pasti berjalan juga. Maksud saya bukan malah ISOnya, K3 pasti bisa berjalan karena adanya komitmen dan konsistensi dari manajeman.

    Kalau hanya berdasarkan kesadaran orang per orang, tidak mungkin berjalan.

    Suka

  3. yonny Avatar
    yonny

    Tolong di kirimi makalah tentang K3L. Terima kasih sebelumnya.

    Suka

  4. hadi Avatar
    hadi

    Masalah K3 dalam konstruksi.

    Kalau berbicara masalah K3 dalam industri konstruksi memang perlu perhatian yang banyak. Selain itu menurut saya banyak aspek teknis dan non-teknis yang terlibat.
    Saya kebetulan bekerja di bidang konstruksi untuk salah satu kontraktor yang menempatkan safety sebagai prioritas utama dalam ISO dan sudah banyak setfikasi K3 untuk safety officer.
    Sebagai seorang insinyur sipil tulisan2, makalah teknik sipil banyak membantu bidang safety.
    Kita dituntut membuat metoda konstruksi yang aman yang melibatkan ilmu sipil seperti bagaimana membuat perancah-formwork yang aman, metoda galian basement 5 lantai yang aman, tekanan angin pada cladding, konstrusi jembatan sementara, erection frame atap 50m, penopang turap, kontrol lendutan, beban kejut selama konstruksi, dan masih banyak lagi hal2 yang diluar disain tetapi harus ditentukan sendiri oleh kontraktor untuk alasan keamanan.
    Diluar ilmu sipil banyak terlibat juga disiplin ilmu lain seperti hukum, keamana lingkungan, alat pelindung diri, metoda erection TC dan pondasi, mekanisme kebakaran, petir, penyelamatan darurat, listrik dan masih banyak lagi. Semua itu kita jumpaim khususnya dalam industri kontruksi berat.
    Cukup adil jika dikatakan semua disiplin ilmu terlibat, karena jika berbicara masalah safety adalah HSE (Health Safety Environmental).
    Tulisan2 par Wir dan yang lain terus terang banyak membantu saya dalam industri konstruksi. Sekarang proyek saya sudah berjalan selama hampir 1.5 tahun dengan total 1.400.000 manhours tanpa terjadi kecelakaan kerja karena safety adalah yang utama dan safety yang baik membuat citra perusahaan baik.
    Hal itu tentu saja tidak tercipta begitu saja, selain ada policy juga harus disiapkan budget khusus.

    Suka

  5. fathan Avatar

    saya ingin bertanya mengenai bagaimana sih prospek & aktifitas kerja bagi seorang K3, krn saya ingn melanjutkan ke universitas, sedangkan saya msh bingung ingin ambil jurusan apa, saya dari sekolah sma & jurusan bahasa

    Suka

  6. wir Avatar
    wir

    kalau anda tertarik dengan K3 tetapi asal sekolahnya jurusan bahasa maka kelihatannya cocok ambil phycology atau hukum. Kalau teknik khan bach-ground-nya nggak mendukung.

    Dari situ anda bisa masuk ke HRD, nah di situlah anda mengatur soal-soal itu.

    Suka

  7. Adhiee Avatar

    Trima kasih untuk Ulasan Anda Tentang K3 ini, berguna buat saya.

    Ada Lomba banner dari perusahaan, lalu.. saya mendapat slogan bagus terinspirasi dari kata – kata Anda.

    “Utamakan K3 atau Dapatkan Konsekuensinya”

    Suka

  8. rahma Avatar
    rahma

    bapak saya mahasisiwa d4 kesehatan kerja di UNS..qt prodi baru berdiri thn 04..menurut bapak, apakah nanti lulusan saya bisa bersaing dengan ank d3 hyperkes yang sudah mempunyai akreditas?…saya ingin sekali menjadi ahli k3…terima kasih…

    Suka

  9. anita Avatar
    anita

    saya sedang ingin membuat skripsi dengan temaK3, masalah yang paling menarikuntukdikaji apa yah?

    Suka

  10. abdullah Avatar

    Untuk anita usulku untuk skripsi kamu adalah : Pengaruh suku bangsa (etnis) terhadap persepsi resiko keselamatan kerja di tempat kerja. Jarang sekali lho orang yang berani membuka kebaikan dan kejelekan suku bangsa, misalnya bagaimana persepsi orang batak, jawa, sunda, makasar dll terhadap bahaya kebakaran, ternyata beda2 lho, persepsi akan menentukan perilaku (psikomotorik) seseorang terhadap suatu masalah, begitu juga pola asuh yang berdasar suku tertentu kan membentuk persepsi yang berbeda pula, akhirnya perilaku berbeda pula….topik yang menantang kan? hehehehe

    Suka

  11. mutiamanarisa Avatar
    mutiamanarisa

    Ssaya sedang ada tugas besar masalah budaya di industri, dan saya mengangkat tema budaya kesadaran karyawan akan k3. saya mohon bantuannya,, mohon dikirimkan makalah tentang k3. terimakasih bnyak. kalau bisa secepatnya.
    mutiariza@yahoo.com

    Suka

  12. belajar ilmu dari k3 « The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] pekerja sadar K3 dibanding profesional !? – 12 Maret 2008 […]

    Suka

  13. kamaru Avatar

    Kita jangan hanya berdebat K3 yang perlu sekarang banyak perusahaan – perusahaan mengedepankan K3 hanya untuk alasan saja ? bahkan ada perusahaan begitu gampangnya mengambil OHSAS 18001 menurut kalian gimana ??

    Suka

  14. Gilang Permata Hati Pasihin Avatar

    PERMISI… SAYA MAU TANYA DONK.. . saya baru sekitar 3 bulan bekerja setelah lulus SMK, sehingga pengetahuan saya tentang K3 masih sangat minim, sedangkan esok saya terpilih untuk menjelaskan “PENGALAMAN K3” dlm Safety Talk Morning, selain itu saya tidak terjun kelapangan langsung alias kerja d office, jadi sya tidak tahu bahan apa yang tepat yg akan saya ceritakan esok???
    mohon pemberitahuaannya TENTANG PENGALAMAN – PENGALAMAN K3 YANG TERJADI DI OFFICE 🙂 TRIMAKASIH

    Suka

  15. safety training indonesia Avatar

    ULasannya lucu dan santai
    Hanya perbedaan warnanya yg terlalu banyak jadi sulit membedakan apakah ini poin sindiran atau poin lainnya yg lebih penting.

    Mungkin kalau ada “legend” apa arti warna biru dan apa yg merah akan lebih baik buat mata saya yg tua ini.

    Anyway appreciate your effort untuk menulis dan berbagi

    Salam K3
    LT
    Ketua TUK BNSP Transafe
    http://Www.transafeindonesia.com

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com