Danang, seorang arsitek yang juga kontraktor, bertanya sebagai berikut
Saya lulusan arsitek, sedang merintis usaha kontraktor, ingin belajar tentang pembetonan secara otodidak. Buku apa yg harus saya beli ?
Saudara Danang yang arsitek, saya tidak tahu apa yang melatar-belakangi anda, sehingga bertanya seperti itu. Mungkin ada baiknya saya coba ungkap kemungkinan logis seseorang non-engineer berkeinginan belajar “pembetonan”, yaitu :
-
memang ingin maju, karena ternyata punya jiwa engineer
-
sebagai kontraktor menyadari bahwa banyak ketemu kasus-kasus yang berkaitan dengan beton, untuk kasus-kasus ringan asal ngikutin tukang (pengalaman) maka beres, tapi lama-lama pekerjaan yang diterima semakin bervariasi dan besar-besar sehingga nggak berani ngandalin tukang. Mau minta bantuan insinyur, perlu ngeluarin duit lagi khan. Jadi intinya mau ngirit gitu (keuntungan proyek utuh).
-
atau iseng aja, biar dapat kerjaan karena kalau kontraktor bisa beton , maka bisa juga masuk ke konstruksi jalan, jembatan, infrastruktur dll. Kalau basic-nya arsitek khan hanya gedung-gedung aja. Gitu khan. 🙂
Dari motivasi tersebut akan ketahuan, apakah anda berani membayar mahal atas usaha anda tersebut, yaitu mendapat kompetensi ‘pembetonan’.
Pertama-tama saya mau ingatkan ! Menurut anda, ilmu beton mungkin dianggap sama dengan ilmu-ilmu arsitek yang sudah anda kuasai tersebut. Apa begitu ? Atau bahkan menganggapnya lebih ringan ?
Anda bisa membayangkan, jika dengan ilmu anda (arsitek) ternyata hasil rancangan anda dikatakan ‘gagal’. Apa yang terjadi ? Jika gagal khan kemungkinannya adalah bangunan jadi nggak enak dilihat (buruk), nggak enak ditempati (nggak nyaman), atau berbiaya mahal (boros), atau nggak awet (cepat kumuh). Adakah dalam pikiran saudara jika rancangan arsitek gagal maka akan menimbulkan bencana ? Saya kira tidak khan. Jadi konsekuensinya kaya seniman, jika karyanya gagal, nggak ada lagi orang yang mau minta tolong. Gitu aja khan.
Tapi kalau ilmu struktur beton, jika anda mengaplikasikan salah, contoh bikin lantai panggung tinggi 6 m, lalu anda rencanakan mampu menerima beban 500 kg/m2, dalam kenyataan ketika dipakai acara konser, hitungan anda ternyata gagal. Apa yang anda pikirkan. Apakah kriteria penilaiannya sama seperti penilaian kerja seorang arsitek ? Kalau panggungnya ternyata gagal menerima beban 500 kg/m2 ! Apa yang anda bayangkankan. Apalagi jika beban itu berasal dari kumpulan manusia-manusia panggung, yang kebetulan berjingkrak-jingkrak. Apa yang terjadi. Bisa berdarah-darah lho. Bayangin kalau anak anda ada di atas panggung seperti itu, dan panggungnya gagal.
Beda khan. Walau sama-sama disebut ilmu. Bisa anda bayangkan ?
Apakah anda masih mau melanjutkan niat anda untuk belajar hal tersebut ?
Mungkin lebih gampang seorang engineer berpindah jadi arsitek, daripada arsitek jadi engineer. Kalau yang pertama itu aku pernah menjumpainya, engineer bikin rumah sendiri, dia rencana sendiri, orang mengira rumahnya direncana seorang arsitek. si engineer hanya mengangguk-angguk doang, bangga. 😛
Memang ada juga sih, yang latar belakangnya arsitek, tapi megang proyek bangunan, tapi ilmu yang digunakan adalah manajemen konstruksi atau leadership. Bukan ilmu perencanaan struktur beton atau baja gitu lho.
Pemikiran ke dua, apakah untuk belajar pembetonan itu cukup belajar ilmu struktur beton saja, atau cukup baca buku beton doang ?
Ilmu struktur beton akan lebih banyak cerita tentang bagaimana menghitung kekuatan penampang beton, menghitung jumlah tulangan yang diperlukan. Tapi kapan perlu dihitung, dan dimana menempatkannya maka masih perlu ilmu lain, yaitu analisa struktur.
Anda belajar analisa struktur nggak di perguruan tinggi dulu. Jika nggak belajar, wah repot, orang teknik sipil yang pemula aja juga pusing itu belajar materi tersebut. Setahu saya sekarang para arsitek juga males belajar itu. Menurut mereka katanya itu nggak perlu. Nggak tahu di tempat anda dulu.
Masih mau lanjutkan belajar pembetonan ?
Wah kalau masih ngotot, ya gimana lagi. Itu mungkin namanya berjiwa engineer. Baiklah kalau begitu langkah paling baik adalah belajar magang dengan orang yang punya ilmu tersebut, pertama-tama bantu dia, tirulah apa yang dia kerjakan (dalam pembetonan tentu saja). Sampai anda tahu, o begitu ! Kembangkan pemahaman tersebut dengan membaca-baca buku beton, cari falsafahnya. Pengarang buku beton yang hebat adalah Park and Paulay, Mc Gregor, Nawy dll. Coba cari itu dengan kata kunci tsb di Google. Beres dah.
Ok, menurut saya begitu dulu ya, semoga bener-bener jadi engineer dah. 😀
Tinggalkan komentar