Komentar Wiryanto Dewobroto

Adalah sangat menarik mendengar pendapat ahli di bidangnya, dalam hal ini adalah prof Andi Aziz , bidang keahlian kayu di University of New Brunswick (Kanada) yang dalam satu sisi memberi tanggapan terhadap komentar Prof. Morisco tentang prospek kayu untuk konstruksi dan juga tetap menyambut hangat pencapaian, juga prospek terhadap karya prof Morisco, tentang perbambuan di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Siapa tahu ini akan menjadi inspirasi teman-teman untuk menggeluti bidang-bidang tersebut.

PENTING untuk dibaca surat dari prof Andi sebagai berikut :

Salam jumpa lagi buat Pak Wir dan rekan-rekan yang tertarik kayu:

Sudah beberapa bulan yang lalu semenjak diskusi kita tentang kayu, yang mana saya menerima banyak email dan permintaan untuk meneliti dan bekerja sama, atau belajar di University of New Brunswick. Saya turut senang dengan semua ini, ternyata minat untuk mendalami struktur kayu tidaklah mati di Indonesia. Sebisa mungkin saya balas dan bantu untuk memfasilitasi permintaan semua ini. Memang teknologi informasi yang begitu canggih sekarang ini bisa membuat komunikasi sangat efisien.

Mumpung semester akademik agak mereda menjelang musim panas dan liburan, saya sempatkan untuk meneruskan berdiskusi struktur kayu di website ini. Kali ini saya akan memberi informasi tambahan tentang pandangan penggunaan kayu di Indonesia, setelah komentar dari Dr. Morisco. Pandangan bahwa kayu sekarang identik dengan image yang negatif memang sangat bisa dimaklumi mengingat lagi maraknya tentang ‘illegal logging’ di Indonesia yang mengakibatkan kayu sebagai material konstruksi harus dilindungi dan hutan tidak boleh ditebang lagi. Ini masih ditambah lagi dengan tekanan-tekanan dari pecinta lingkungan (NGO) untuk membiarkan hutan di Indonesia bebas dari penebangan (harversting).

Beberapa puluh tahun yang lalu ‘illegal logging’ di Amerika Utara (USA dan Kanada) juga marak. Banyak kekuatiran dari kalangan pecinta lingkungan bahwa nantinya hutan di Kanada akan habis tidak terkontrol dibabat. Setelah kerja sama dari semua pihak selama beberapa puluh tahun, akhirnya sekarang sudah tidak parah lagi (bukannya tidak ada lho!). Ini salah satunya akibat dari usaha di tataran pengolah kebijakan, yaitu salah satunya semua kayu yang akan diproduksi lebih lanjut harus mendapat semacam sertifikasi hutan, misalnya dari ‘Sustainable Forest Initiative (USA), atau Sustainable Forest Management Program (Canada)’. Sehingga orang tidak bisa sembarang menebang hutan, karena percuma saja nantinya tidak akan bisa diproses lebih lanjut atau laku dijual kayu-kayunya. Industri-industri kehutanan di negara-negara di Amerika Latin (Brazil, Chile) sekarang sudah banyak yang mengikuti program ini. Mungkin pengusaha HTI (hutan tanaman industri) di Indonesia sudah sebagian merintis usaha ini. Dari kerja keras semacam ini selama bertahun-tahun, akhir-akhir ini ini malah pendapat untuk menggunakan kayu sebagai salah satu ‘green building materialsbanyak digalakkan oleh kalangan pencinta lingkungan di dunia. Ironis memang kalau dibandingkan dengan pendapat mereka beberapa puluh tahun yang lalu.

Sebenarnya ada kekuatiran di Kanada/USA kalau industri perkayuan di negara-negara tropis berkembang dengan pesat yang pada akhirnya akan mengakibatkan sebagian besar pabrik perkayuan di Kanada akan tutup. Sudah ada contoh sekarang dimana industri kertas di Kanada banyak yang gulung tikar kalah bersaing sama yang di Indonesia, China dan negara-negara tropis lainnya. Kenapa ? Perlu di ingat salah satu faktornya yaitu menanam pohon sampai siap tebang di negara tropis termasuk Indonesia akan sangat lebih cepat daripada di negara subtropis. Sebenarnya tidak perlu sampai 40 atau 50 tahun lebih untuk mendapatkan kayu atau ‘at least’ good wood-based product, karena sekarang kita bisa mendapatkan semacam kayu laminasi dari pohon yang berusia 6 tahun dari negara tropis (mengambil contoh di Chile). Sekarang Chile (dan juga Brazil) berupaya bangkit dari luka yang diakibatkan oleh illegal logging selama bertahun-tahun dengan menanami kembali dengan kayu konstruksi (softwood) yang cepat tumbuh. Ini belum termasuk China yang mempunyai visi beberapa puluh tahun kedepan (satu generasi lebih) untuk menjadi pengekspor kayu olahan dan produknya. Bisa bangkrut semua nanti industri kayu di negara-negara industri seperti berjatuhannya pabrik-pabrik kertas sekarang.

Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun saya kurang tahu banyak informasi sebenarnya tentang hutan di Indonesia, saya yakin masih banyak lahan-lahan yang masih bisa dipulihkan dalam waktu yang relatif cepat. Ini ditambah dengan teknologi pengeleman (adhesive) yang bisa membuat kayu dengan penampang cukup besar (timber) dari kayu-kayu yang relatif muda. Sebagai contoh kayu-kayu konstruksi sekarang yang ditebang di Kanada bagian timur sangat muda dengan diameter yang relatif kecil, lebih kecil dari 6 inches (15 cm). Jadi kata kuncinya di manajemen pengolahan hutan termasuk pola tanam yang teratur. Saya tidak bisa berkomentar panjang lebar masalah ini, karena bukan bidang saya. Dari semua ini sudah selayaknyalah kita jangan sampai ketinggalan, karena dalam beberapa puluh tahun mendatang akan banyak bahan-bahan konstruksi dari kayu atau olahannya membanjiri pasaran dunia seiring dengan menipisnya bahan dasar dari beton dan baja dan energi untuk meproduksinya.

Lalu bagaimana dengan ‘bio-fiber products’ yang lain seperti bamboo, rotan, jerami (straw-bale) atau kayu pohon kelapa ? Ini tentunya kelebihan (baca: kekayaan) lain lagi yang dimiliki Indonesia. Beberapa bulan yang silam saya presentasi hasil penelitian kayu di depan para pembesar-pembesar industri kayu di Kanada. Meraka sangat kuatir kalau-kalau bamboo nantinya bisa masuk Amerika Utara menggantikan kayu-kayu atau papan-papan yang digunakan untuk bangunan perumahan sekarang ini. Mereka juga sangat tahu potensi bamboo yang bisa tumbuh seperti rumput sangat cepat dan tentunya kuat dan efisien. Untunglah kata mereka, jarak Indonesia (atau negara sekitarnya) sangat jauh, jadi untuk jangka menengah masih aman untuk jualan kayu olahan dasar (e.g. graded lumbers). Usaha-usaha untuk mencounter ini semua di Kanada, yaitu kami kami di universitas mengusulkan kepada industriawan untuk memperkuat Kanada menjadi negara penjual jasa dan teknologi di bidang konstruksi kayu seperti di Eropa, bukan penjual komoditi kayu yang pada akhirnya akan kalah bersaing dengan negara-negara tropis.

Melihat webistenya Dr. Morisco, saya jadian turut bangga kalau bamboo bisa menjadi salah satu material konstruksi, setara dengan bahan konstruksi lainnya. Saya yakin Indonesia juga merupakan gudangnya bamboo. Mungkin kalau diorganisir lebih rapi lagi mulai dari penanamannya, teknik produksi masalnya, sampai peraturan struktur/bangunannya (building code-nya), bamboo dan segala bentuk produknya akan menjadi komoditi konstruksi yang penting bagi Indonesia dan mungkin bagi dunia. Salam dari Kanada buat Dr. Morisco, mudah-mudahan terus berkembang penelitiannya.

Balik lagi ke masalah kayu, kesimpulan komentar saya yaitu perlu usaha yang terintegrasi di antara semua pihak (industri, akademisi, engineers/architects, dan tentunya pemerintah) untuk kembali membangkitkan dunia konstruksi kayu atau bio-fiber composites lainnya di Indonesia. Dan ini tentunya akan memerlukan waktu, satu atau dua generasi yang akan datang, mungkin setara dengan usia pohon pinus.

Salam,

Andi Asiz , PhD, PEng

Artikel lain yang terkait

10 tanggapan untuk “tanggapan Prof KAYU terhadap Prof BAMBU”

  1. sahatmrt Avatar

    tulisan ini menarik pak!

    saya pikir, orang orang kehutanan, di dephut dan atau di universitas2 indonesia harusnya bisa mengambil manfaat dari tulisan ini. juga jadi kepikiran, gimana ya caranya biar tulisan2 yang baik seperti ini bisa sampai ke orang2 yang kompeten? ini menggelisahkan buat saya, sebab bangsa kita perlu banyak perbaikan di segala bidang.

    yah.. mudah2an seiring waktu ya pak! bangsa ini bisa menjadi lebih baik.

    salam!

    Suka

  2. O-S Avatar

    sip2 bambu emang keren … 🙂

    Suka

  3. marumpa Avatar
    marumpa

    Sudah saatnya bambu diberdayakan. Dengan pendekatan riset , teknologi dan ilmu pengetahuan, Bangsa Indonesia akan menjadi besar. Alangkah indahnya pemerintah Indonesia bila mengorbankan anggarannya untuk mendukung riset di tanah air. By the way, bambu emang keren.

    Suka

  4. Iman Kristen Avatar

    Minyak tanah dikonversi ke Gas,

    Kayu juga bisa dikonversi ke bambu.

    Sudah banyak furniture yang mempergunakan bambu.

    Salam.

    Suka

  5. sadma l Avatar
    sadma l

    Kalo ndak salah di UGM ada doktor bambu satu lagi yaitu pak Fitri Mardjono. Awalnya beliau2 ini berkecimpung di struktur baja.

    Suka

  6. ariebp Avatar

    pak fitri nembe gerah

    Suka

  7. Arie Febry Avatar

    Kayu……… sulit mencari bahannya, sulit transportasi nya .. sulit birokrasinya… tidak sulit desainnya…. padahal di Hutan Kalimantan … yg mudah paling kayu galam

    Suka

  8. raden_indra Avatar
    raden_indra

    Wah, menarik tulisannya…

    Kebetulan topik makalah saya tentang join portal bambu dengan teknik laminasi untuk rumah tahan gempa [masih dalam tahap penyusunan naskahnya] dengan bimbingan Prof.Morisco & Prof.Bambang Suhendro di UGM.

    Memang menarik sekali perilaku bambu kalo kita pake sebagai bahan konstruksi…ya, semuanya berangkat dari kesadaran untuk menggunakan bambu sebagai alternatif material konstruksi dan ide ‘green building materials’ yang masih terbuka luas topik penelitiannya..[saking luasnya, sampe bingung cari referensi code2 yang ada, langka bung !! 🙂 .. mungkin Pak Andi dan Pak wir bisa bantu?] supaya bisa ada masukkan untuk code kayu Indonesia nantinya..

    Hmm, tapi yang terpenting seperti kata pak Andi “perlu usaha yang terintegrasi di antara semua pihak (industri, akademisi, engineers/architects, dan tentunya pemerintah) untuk kembali membangkitkan dunia konstruksi kayu atau bio-fiber composites lainnya di Indonesia. “

    Suka

  9. raden_indra Avatar
    raden_indra

    Di UGM, selain Prof.Morisco & Dr.Fitri Marjono yang berkecimpung di teknologi kayu & bambu ada 2 dosen yang sedang menempuh doktornya Pak Ali Awaludin dan Bu Inggar S..mudah2 penelitiannya lebih dahsyat lagi manfaatnya bagi bangsa Indonesia dan kita semua para civil engineer

    Suka

  10. wir Avatar
    wir

    @ raden indra
    Setelah penelitian yang dahyat, maka tentunya publikasinya yang dahyat ditunggu pula ya.

    Kalau nggak dipublikasikan nanti hilang tak berbekas kedahyatannya lho. 😛

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com