Judulnya koq kelihatan tendensius sekali ya, jika ada yang benar maka tentu ada yang salah. Betulkan. Bagi yang dianggap benar, tentu akan merasa berbunga-bunga, sedangkan yang yang dianggap tidak benar (salah) maka bisa tersinggung, sakit hati, atau bahkan bisa marah-marah.

Biasanya bagi masyarakat di sini, yang merasa berbunga-bunga umumnya relatif pasif (diam saja, paling hanya senyum-senyum), tapi yang merasa sakit hati, wah gawat itu, tidak hanya marah-marah saja lho, bahkan bisa terjadi “amok”. Itulah Indonesia, meskipun mungkin prosentasinya relatif kecil tetapi bisa mewarnai secara keseluruhan.

Jadi menyuarakan suatu kebenaran adalah tidak gampang. Beresiko tinggi. Bagi orang tertentu ketika menerima suatu kebenaran, maka ada yang dapat menyukurinya dan menindak lanjuti untuk keputusan yang diambil. Mengubah / menyesuaikan begitu lho. Tapi bagi orang tertentu, maka hal tersebut dianggap sebagai sebilah pedang yang menusuk hati. Jadi harus ditangkis dan dihancurkan balik. 😦

Jadi, bisa saja di awal maksudnya baik, tatapi hasilnya bukanlah kebaikan tetapi bahkan kehancuran diri sendiri. Akhirnya, ya lebih baik diam saja. 😦

Untuk menghindari sikap seperti dugaanku di atas, maka akhirnya aku hanya berbicara tentang kebenaran dari sudut pandang ilmiah, sebutlah sebagai kebenaran ilmiah.

Mengapa aku peduli dengan itu, ya karena latar belakang hidupku ini adalah dosen, guru, yang sehari-harinya mengajarkan teori tentang hal-hal yang ilmiah kepada murid-muridku, juga yang lain via publikasiku. Ilmiah di sini adalah dapat dibuktikan secara nalar, logis dan bersifat empiris (dapat ditangkap indera) dan berlaku universal. Dalam hal tersebut maka cukup jelas, bahwa agama adalah tidak termasuk hal ilmiah tersebut, meskipun saya yakin masih ada saja yang menganggap bahwa itu juga suatu bagian yang ilmiah.

Jika kebenaran tersebut tidak disuarakan, maka kadang-kadang itu menghasilkan dampak sosial yang besar. Blue Energy itu merupakan salah satunya. Karena tidak ada yang berani menyatakan pendapat, dan orang-orang kita masih berbudaya “sendiko dawuh” atau “menurut petunjuk Bapak Presiden”, maka sekali orang nomer satu salah maka yang lain hanya bisa mengamini saja. Jika yang atas salah, apakah kesalahan tersebut akan ditanggung sendiri ? Ya kalau memang demikian sih, ya ok-ok saja, tetapi kenyataan maka yang akan menanggung akibatnya adalah bukan yang diatas tetapi yang di bawah, yaitu rakyat sendiri.

lho pak Wir, nanti bapak Presiden marah lho ?

Ah enggak, saya yakin tidak. Beliau khan cukup bijaksana. Ini hanya mencoba sedikit menyuarakan kebenaran. Minimal ini dapat menjadi bahan pemikiran lebih lanjut untuk menghindari terjadinya blunder lagi.

Blunder lagi gimana sih pak ?

Itu lho, tentang Blue Energy. Itu khan blunder menurutku, khususnya bagi yang PRO-Blue Energy.

Ah, koq bapak bisa bilang begitu. Ini khan “masih dalam tahap penelitian”.

Itulah, orang koq terjebak dengan pernyataan “masih dalam tahap penelitian”, sampai kapan itu. Sampai duit rakyat habis, atau sampai rakyat tidak tahan sehingga terjadi “amok”, atau sampai rakyat lupa. Kita ini khan bangsa pelupa, bangsa lesan. 

Kenapa begitu, karena tadi pagi saya membaca artikelnya bapak Dr.Ir. Robert Manurung, M.Eng. , pakar energi dari ITB. Saya kutip ini :

Pada saat pelaporan ekspedisi kendaraan berbahan bakar nabati di Istana Negara satu tahun yang lalu, atas pertanyaan keabsahan bahan bakar air, Menneg Ristek Kusmayanto Kadiman merespons dengan guyonan bahwa bahan bakar air mungkin benar bila diminum orang yang kehausan dan memulihkan tenaga untuk kemudian mendorong mobil hingga bergerak.

Saya yang berdiri di samping Menneg Ristek berbisik untuk menggunakan kesempatan tersebut memberi penjelasan rinci, yang ditanggapinya bahwa yang hadir saat itu tahu bahwa air tidak mungkin digunakan sebagai bahan bakar. Saya meyakini bahwa semua yang mempelajari konversi energi setuju dengan pendapat Menneg Ristek. Namun, mungkin karena pendapat tersebut tidak disuarakan, setahun kemudian kalangan yang meyakini keberadaan bahan bakar air ternyata semakin berkembang.

Kita perlu memberi apresiasi terhadap usaha pengembangan energi alternatif, tetapi rasionalitasnya harus ditegakkan agar tidak merugikan orang yang terlibat pengembangan atau masyarakat secara umum.

Berita lengkap ada di KOMPAS hari ini.

Jika kemarin adalah pakar dari UGM, maka secara resmi hari ini pakar dari ITB juga telah menyuarakan kebenaran tersebut.

Keberanian menyuarakan kebenaran, seperti yang diungkapkan oleh dua institusi tersebut memang tidak gampang. Perlu keberanian dan kompetensi, serta tentu saja keyakinan bahwa hal tersebut adalah benar atau salah. Itulah yang disebut HIKMAT.

Kalau begitu pak Wir punya hikmat ya ?

Eh, koq begitu tanyanya. Wah itu terlalu pede kalau bisa menjawab ya, bahkan raja Solomo, raja terbesar yang dinyatakan Alkitab memintanya itu dari Allah (1 Raja. 3:3-15 dan 2 Tawarikh 1:10-12). Jadi pada prinsipnya aku pasti juga berdoa untuk meminta hal tersebut. Apakah itu sudah ada atau belum, wah aku sendiri nggak tahu. Lihat aja dari buahnya. Moga-moga sedikit sudah ada.

Lho pak Wir ini nggak ilmiah, koq menghubungkan ke agama ?

Itulah manusia, pikirannya meloncat-loncat kesana-kemari. Itu khan mau cari alasan bahwa ada sesuatu yang kita sendiri kadang-kadang tidak tahu mau kemana.

Kalau pak Wir nggak tahu mau kemana, kenapa nulis threat ini.

Pertanyaannya tajam, tetapi bagus juga. Intinya khan pertanyaan anda begini. Bagaimana saya bisa yakin bahwa pernyataan UGM dan ITB tadi dapat saya setujui dan menganggapnya sebagai kebenaran ilmiah. Gitu khan.

Begini ya dik. Saya ungkapkan lagi, bahwa pada esensi dari Blue Energy itu sendiri, saya tidak mempunyai kompetensi yang menyatakan itu benar atau salah. Bisa saja yang disebut Blue Energy itu memang bahan bakar, dan bisa dipakai untuk pengganti bahan bakar yang ada. Fakta tentang itu khan sudah ada, misalnya waktu konperensi di Bali dulu, yang mana sudah ada beberapa mobil pakai itu. Juga ingat nggak bahwa bapak Presiden membaui knalpot yang memakai Blue Energy tersebut. Juga yang baru-baru ini, pakar dari UMY, bapak Ir. Bledug ber-road-show ke kabupaten di DIY , bersama konsultan ahlinya DRs Purwanto, untuk menunjukkan fakta Blue Energy-nya.

Fakta-fakta seperti itu saya tidak menampik, bahwa itu salah. Ok-ok saja. Sah maksudnya.

Tetapi apakah fakta tesebut dapat membuktikan bahwa bahan bakar yang disebut Blue Energy itu adalah suatu temuan yang baru hasil derivasi atau pengembangan dari AIR (H2O) , sesuatu yang benar-benar orisinil. Khan tidak bisa bukan. Bisa saja itu hasil manipulasi materi lain. 😛

Konsep seperti di atas adalah seperti cara kerja TUKANG SULAP. Itu yang tampil di televisi bisa mengambil kelinci atau burung merpati dari kemejanya, apakah itu lalu dapat dianggap bahwa yang bersangkutan berarti mencipta kelinci. Khan nggak seperti itu bukan. Kalau ya, maka berarti seperti Tuhan aja. 😛

Jadi untuk membuktikan apakah BLUE ENERGY itu benar atau salah sebagai suatu temuan energi alternatif maka cara satu-satunya dan paling afdol adalah dengan metoda ilmiah. Itulah yang dipelajari orang sekolahan, nggak tahu apakah ada yang lain.

Ada pak, dengan bertapa di gunung !

Ah kamu, ini serius lho. Kalau berbicara tentang metode ilmiah maka syarat utama adalah perlu disusun suatu hipotesis atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi (dalam hal ini bagaimana air bisa berubah menjadi bahan bakar). Hipotesis tersebut diturunkan  secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang telah berhasil dikumpulkan.

Konsep adanya pengetahuan ilmiah yang telah berhasil dikumpulkan itu adalah berarti, hipotesis tersebut tidak bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah yang telah ada.  Lha ini saya lihat sampai hari ini , saya tidak melihat fakta-fakta ilmiah yang digunakan untuk mendukung temuan Blue Energy tersebut.

Baru setelah hipotesis itu ada, maka proses penelitian dilanjutkan dengan pembuktian empiris, karena sifat ilmu atau fakta ilmiah itu adalah dapat diulang.

Jadi berkaitan dengan proses penelitian tentang Blue Energy tersebut, saya kira Bapak Presiden tinggal bertanya, sekarang sudah berada di mana, hipotesisnya sudah ada atau belum. Wah kalau belum, bisa gawat itu. Itu tahapan yang paling krusial. Kalau sudah proses pembuktian empiris maka itu lebih mudah. Itu khan soal ilmu alam, jadi uji eksperimen tentu akan lebih mudah karena variabel-variabelnya dapat di kontrol di laboratorium dengan mudah. Kalau sosial khan lebih susah.

Jadi karena Blue Energy adalah eksak, maka keputusan hasil riset akan lebih eksak juga. Bisa atau nggak gitu lho.

Karena sampai hari ini, informasi tentang proses penelitian itu tidak jelas, tetapi sudah ada penjelasan-penjelasan ilmiah dari ITB dan UGM maka sampai hari ini belum terbukti bahwa Blue Energi adalah suatu kebenaran. Itulah yang mendasari aku bersikap ini. Ok.

15 tanggapan untuk “menyuarakan kebenaran”

  1. edratna Avatar

    (ini Kunderemp yang pakai login ibunya, Edratna, karena malas logout).

    Ada hadits yang mengatakan “Jihad terbesar adalah mengatakan yang haq di depan penguasa zalim’.

    Jihad di sini dalam arti “perjuangan” (dan memang artinya seperti itu.. walau sering disempitkan dalam arti perang oleh beberapa fanatik)

    Haq di sini dalam arti “hal yang benar” dan dalam arti umum (walau sering disempitkan menjadi hanya berkaitan dengan agama oleh beberapa fanatik).

    Penguasa, di masa lalu memang berarti raja dan kasta tertinggi. Tetapi di masa modern, penguasa juga adalah mayoritas rakyat.

    Zalim, berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya (walau sering diartikan dalam arti “penindasan” tetapi makna sesungguhnya lebih luas)

    Suka

  2. Aryo Bandoro Avatar

    Kebenaran tidak ada yang mutlak, sebab dalam penentuan benar dan salah didasarkan pada rule atau aturan yangt berlaku padanya.

    Rule itu sendiri adalah hasil dari suatu konsensus yang berkecimpung di bidang yang bersangkutan. Benar menurut agama belum tentu benar menurut ilmiah, benar menurut fisika belum tentu benar menutur hukum (kita semua tahu akan hal tersebut) karena pijakan berfikir yang berbeda, kerangka, dan analisis berbeda memberi kesimpulan yang berbeda.

    Lebih lanjut lagi bahwa kebenaran sangat berkaitan dengan norm yang ada di masyarakat dalam hal ini adalah publik (Suara publik adalah hakim yang paling objektif! = Publik adalah Tuhan!). Seseorang melakukan penelitian dengan hasil sig. < 0,001 sangat menyakinkan, tetapi hasil tersebut memang dianggap suatu kebenaran yang bermanfaat, belum tentu, karena pada akhirnya publik menilai.

    Kalau begitu maka permasalahan yang ada di sini yaitu culture masyarakat (mungkin menyangkut mental), sejauhmana kemampuan dalam mereservoir segala hal untuk menuju kemajuan. Sangat sulit untuk dapat menerima penemuan ilmiah sementara di dalam benak kita telah penuh dengan mitologi-mitologi (maaf dalam hal ini pemikiran keagamaan) yang sebenarnya sudah ada pemecahan yang realistis.

    Suka

  3. Hartanto W. Avatar
    Hartanto W.

    Wah, menarik juga…
    Kalau begitu, apa Bpk. ingin mengubah pikiran Bpk. yg di thread “blue energy, pro dan kontra”? 🙂

    Jadi dapat diketahui bahwa bapak Presiden dengan sadar telah mengevaluasi temuan pak Joko dan mempercayai betul bahwa sesuatu yang dibawa oleh pak Joko tersebut merupakan media yang dapat menjadi solusi negeri ini. Oleh karena pak Joko mampu membuat kepercayaan pak Presidenlah maka terkucurlah dana penelitian sebanyak 10 M tersebut. Bravo pak Joko.

    Jadi intinya yang di kubu PRO sudah ada pak SBY, yang presiden RI, jenderal dan doktor IPB. Gelar-gelar tersebut menunjukkan kualitas beliau. Jadi jika pak Joko mampu meyakinkan beliau, maka temuan pak Joko tentulah berkualitas pula. Iya khan.

    Karena jadi kontradikif nih dengan pernyataan PAKAR2 dari UGM dan ITB…

    Memang masalah ini sangat mencengangkan, karena kalau benar maka hukum termodinamika klasik yang telah teruji kebenarannya selama ratusan tahun akan dijebolkan oleh orang Indonesia… hehehe

    Suka

  4. usamah Avatar
    usamah

    Yang lebih berat lagi….menerima kebenaran yang disuarakan tersebut 🙂

    Suka

  5. edratna Avatar

    Pak ini edratna yang benar…anakku suka bandel.

    Saya cuma heran, kayaknya sekarang banyak sekali orang mudah berpendapat tanpa dicek kebenarannya, tapi yang tahu kebenarannya malah diam.

    Sedih….:(

    Suka

  6. wir Avatar
    wir

    @Ibu Edratna,
    Masalahnya semua merasa benar sendiri bu. Ibarat orang gila yang bertelanjang kesana kemari, karena dia merasa itu tidak apa-apa, bahkan mersa ‘silir’ (jw=tidak merasa panas) katanya, maka orang lainlah yang jengah. Jadi bukan karena diam bu, tetapi bahkan merasa malu koq ikut-ikut urusan seperti itu.

    Mula-mula saya juga berpikir seperti itu, itu mah bukan bidang saya, bukan urusan saya. Tetapi kalau dibiarkan terus koq kayaknya ok-ok saja, walau untuk itu katanya udah keluar 10M. Duit sebesar itu khan jaman sekarang buanyak. Iya khan. Apalagi alasannya untuk riset. Riset apa itu. Itu khan perlu pertanggung-jawaban, perlu transparansi, nggak seperti sekarang “tahu-tahu ngilang, alasannya ada pihak-pihak yang merongrong”. Koq begitu gampang dibohongi ya.

    Kelihatannya, negeri ini yang ditakuti cuma KPK. 🙂

    Jadi intinya saya hanya mau mengungkapkan, bahwa meskipun saya bukan ahli energi, tetapi saya dapat menangkap banyak kejanggalan tentang ‘penemuan tersebut’. Jadi minimal, jika saya punya kekuasaan, maka saya akan kerahkan orang-orang yang berkompeten untuk mengevaluasi hal tersebut. Katanya “bersama kita bisa”, mana “bersama”-nya, koq orang-orang kompeten negeri ini nggak di ajak-ajak. Jika kata “bersama” itu benar-benar dihayati dan diimplementasikan maka jelas tidak akan ada kasus ini khan.

    Jadi kesimpulannya, bahwa selama ini jargon “bersama” cuma begitu aja. 😦

    Suka

  7. Santanu Avatar
    Santanu

    Apa kita ketipu lagi ya ?.
    Kalau begitu di negeri kita ini memang benar, sudah kebanyakan orang kepintaran dari pada orang pintar dan bijak.

    Kebenaran ilmiah lebih mudah dibuktikan dari pada kebenaran umum, apalagi di jaman serba bingung seperti saat ini.

    Suka

  8. Ramdani Tohir Avatar
    Ramdani Tohir

    Pak Wir,
    Kemaren saya menemukan bahan bakar minyak dari air laut, tapi bukan punya saya. Soalnya begitu mau saya angkat keburu datang Polairud, trus bawa itu bbm dari laut ke pos terdekat.

    Wah jadi takut nih. Usut punya usut…..ternyata ? Ealahh…. gak taunya barang haram, untung belum dibagikan ke nelayan dekat2 situ !!!!

    He..he…he, kemarin teman saya yang di Natuna ngomong, abis ngangkut minyak mentah dari dasar laut. Teman saya satunya bilang , minggu lalu saya abis ambil minyak mateng (solar) dari ponton di atas laut trus di jual ke kapal-kapal asing. Ndilalahh … kenalan saya yang baru gak kalah sengit bicara : Saya baru saja buat minyak yang bikin orang gak tergantung sama BBM yang ada sekarang (nah apa itu ????).

    Jawabnya : Rahasia dulu !
    “Emang gak boleh tau ”
    Elu gimana sih, namanya juga rahasia, kan belum boleh tau.
    “Kapan boleh taunya???”

    Boleh taunya, nanti kalau semua sudah selesai, dan semuanya jelas, dan semuanya dapat memahami bahwa kerja ilmiah itu punya runut kerja yang jelas, dan…. dan….(doorrr: !!!!!)
    Terjadi lah proses sublimasi (menguap tapi bukan mengantuk)

    Saya mengelus dada (tapi dada sendiri ya), sambil mikir : kalo saja saya ngerti masalah “minyak” barangkali saya mau “ikutan sengit”, bahwa potensi kita untuk seperti Brazil yang dapat menggunakan Bioethanol, bisa kita contoh, apalagi lahan yang kita punya untuk di “develop” masih ribuan hektar dan berupa lahan tidur. Gak sampe seperti teman yang di Natuna, nyedot minyak dari dasar laut, tapi yang 90 persen keluar Indonesia, yang nyangkut di Indonesia cuma 10 %, sudah gitu bocor lagi sama kenalan saya yang kedua (sampe malu ngaku temannya). Nah yang kenalan ketiga tadi, ah itu sih mimpi buruk !!! Maunya pas bangun sudah ada sarapan yang dimasak pake bahan rahasia tadi, jadi kata primbon orang Jawa, biasanya mimpi itu kebalikan dengan nyata.

    Baik juga kalo saya sempat sekolah yang lebih tinggi dari ortu, biar keluarga jungkir balik patungan nyumbang, paling tidak bisa melihat kebenaran dengan lebih baik. Coba kalo saya tidak sempat sekolah dengan baik, pastilah tidak dapat kemana-mana, tidak sempat “ketemu” pak Dosen yang buka blog ini (ya gak tatap muka langsung, rek !!), dan gak sempat ketemu BBM di laut tadi. Untung gak diciduk sama pak Polisi, karena beliau-beliau sering ketemu saya di proyek, dan tau persis bukan penimbun BBM.

    Hayooo, pilih jadi yang mana :

    Yang bersuara lantang menyuarakan kebenaran tapi pada zaman yang salah seperti Copernicus.
    Atau menyuarakan kebenaran di zaman keterbukaan tapi harus siap-siap “dibantai” kolega untuk pembuktian, tapi hasil derivasi dapat memberikan manfaat bagi kebenaran itu sendiri (paling tidak : benar kesimpulan nya tidak benar, jadi harus dicari penjabaran lain).

    Nah, ilmuwan itu kan bisa salah dan akan ada yang mengkoreksi, tapi kalau politikus jangan boleh keliru, bisa rusak tatanan bernegara.
    Maaf sedulur …. bicara ngelantur lagi.

    Suka

  9. Dicky Avatar
    Dicky

    Wah ayik-asyik, blue energy sama Mas Wir di angkat lagi atau Mas Wir masih banyak unek unek tentang blue energynya Mas Joko (sorry kalau gak salah).

    Mungkin, saya sebagai orang awam boleh bilang (secara sederhana) ada sesuatu yang teorinya belum ada tapi prakteknya orang udah tahu, semisal sebelum ada teory gravitasi oleh Newton, semua orang tahu kalau melempar sesuatu pasti jatuh kebawah dan akhirnya dibuktikan dengan Hukum Newton (kalau gak salah). Dan mungkin juga Mas Joko udah tahu beberapa teory tapi dia mengembangkan lebih jauh dengan ditambah pengalaman dan referensi, akhirnya dia menyatakan blue energy dapat dibuat (sorry bukannya pro blue energy).

    Sorry aja untuk pakar ITB dan UGM yang benar secara teorinya tapi apakah mereka tahu apa yang dilakukan Mas Joko, karena dunia dan alam penuh misteri karena logika belum tentu sama dengan kenyataan dan masih banyak yang perlu digali.

    Suka

  10. wir Avatar
    wir

    @Dicky,
    Ya, saya bisa memaklumi tulisan anda. Sangat jujur, seperti halnya awam yang lain, selalu saja mengandalkan sesuatu yang abstrak. Moga-moga benar dapat terjadi keajaiban begitu. Bantuin doanya aja ya.

    Yang jelas, adanya kasus Blue Energy ini dapat menjadi jawaban mengapa Indonesia jadi seperti ini.

    Jika pak Joko BENAR, itu menunjukkan bahwa apa yang dibilang sebagai pakar ternyata tidak terbukti. Pantes, katanya pakar ternyata ????

    Jika pak Joko SALAH, itu juga menunjukkan bahwa meskipun di Indonesia banyak orang yang mengaku pakar, ternyata nggak bisa diimplementasikan bagi masyarakat banyak. Presiden yang orang nomer satupun buktinya sampai ketipu khan. Gimana itu.

    Tentang unek-unek saya mengenai Blue Energy. Ah jangan terlalu berprasangka buruk. Saya ini khan dosen, penulis, peneliti, jadi tugas saya ini membuat wacana agar ada yang ditulis, diajarkan dan diteliti. Itu saja. Juga melatih beradu argumentansi, dengan mengungkapkan wacana yang menarik. Minimal dengan membaca ini, anda perlu cari alasan untuk mengungkapkan apa yang ada dipikirannya. Berpikir AKTIF gitu lho.

    Misalnya, bahwa dalam pemikiran anda terlihat bahwa dunia dan alam itu penuh misteri dan belum berani mengandalkan logika untuk bisa mengantisipasinya. Pasti anda ini termasuk religius, semua masalah dikembalikan ke yang atas dengan berdoa. Gambaran suatu bangsa yang religius.

    Suka

  11. Dicky Avatar
    Dicky

    Okay mas Wir, aku bicara dari sisi yang ini agar tahu tanggapan orang, tapi Mas sendiri yang ngasih tanggapan.

    btw aku sangat senang membaca blok ini dan juga dapat menambah wawasan dengan mengetahui opini orang lain dan bahkan membuat kita sadar bahwa pendapat kita belum tentu yang paling benar dan juga harus menghargai pendapat orang lain.

    Dan yang pasti saya ancungin jempol buat Mas Wir yang masih sempat mengelola blog ini walaupun dengan kesibukan Mas yang menumpuk. Okay salam dari Korea untuk Mas dan UPH nya.

    Suka

  12. nenyok Avatar

    Salam
    bukannya kalau soal teknologi dan sejenisnya tidak juga merupakan kebenaran mutlak karena seiring jaman or penemuan2 baru yang dulu dianggap ga mungkin bisa jadi mungkin, saya pikir ini bukan juga masalah pro dan kontra, lihat saja nanti hasilnya bagaimana, waktu yang akan menjawab, Toh Pa Joko juga berhak melanjutkan eksperimennya, ga perlu dipusingin atau diprasangkai buruk, kita doakan saja itu benar kalaupun engga ya sudahlah…ini dunia liar memang banyk penipu di dunia ini *sok tahu saya* 🙂

    Wir’s responds: Typical orang Indonesia. Siapa tahu akan ada keajaiban, jadi berdoalah. Jika salah, wah memang nasibnya gitu. Masih untung bisa tahu itu salah atau benar, itu khan artinya masih hidup.
    ** geleng-geleng **

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com