Yusen Wijaya menulis :

selamat sore pak Wir

Bapak menuliskan:

Pemakaian AISC bukan karena tidak cinta bangsa, tetapi karena alasan praktis saja, bahwa literatur baik textbooks maupun jurnal sudah sangat banyak tersedia. Jadi kalau memakai AISC sebagai rujukan maka diharapkan mahasiswa jika tidak puas dapat merujuk ke literatur yang banyak tersedia tersebut.

Alangkah baiknya jika ada seseorang yang menerbitkan buku yang merujuk pada SNI baja 2002.

PPBBI aja sudah ada buku literaturnya,
Pertanyaan saya:

kenapa yg SNI LRFD kok belum ada literaturnya ? padahal kan udah cukup lama di pelajari oleh orang Indonesia.. apakah para insinyur di indonesia masih betah dengan metode ASD.

Menurut pendapat Pak.Wir gimana ?

Pertanyaan sdr Yusen Wijaya menarik, jika dapat diresponds dengan baik maka itu merupakan bagian dari suatu kemajuan bangsa, khususnya kemajuan bagi anak bangsa yang berkutat di bidang rekayasa struktur baja.

Anak bangsa yang dimaksud bisa dari kalangan industri , konsultan, maupun perguruan tinggi. Eh, jadi ingat ke pak T. Warisman, Chief Representative “Zamil Steel Building Vietnam Co. LTD” yang menyempatkan mampir ke kampus UPH Lippo Karawaci, sekedar berkenalan dan bertukar pikiran tentang struktur baja prefabricated produknya. He, he, link-and-match  jadi tambah ilmu katanya.

Pengalaman lama dulu tentang struktur baja, ketemu teman-teman di industri baja, juga teman-teman dosen, sebenarnya kalau mau jujur perkembangan baja kita relatif tertinggal dibanding perkembangan ilmu tentang beton (struktur atau teknologinya).

Maksudnya tertinggal itu adalah begini, untuk struktur baja rasanya kita belum pede untuk mandiri. Coba aja, meskipun sudah ada SNI tentang struktur baja, tetapi di industri-industri yang berhubungan dengan modal asing maka umumnya masih mengandalkan CODE luar, nggak pakai SNI. Itu juga karena didukung oleh keberadaan software-software bantu yang ada. Yang masih getol pakai SNI cuma yang berkutat di building, tetapi aku dulu meskipun building juga mengandalkan AISC (saya dulu dalam praktek nggak pernah pakai PPBBI, bahkan kelihatannya nggak familiar). Toh masih bisa survive khan, padahal struktur-struktur baja yang kudesain juga nggak tanggung-tanggung waktu itu.

Setahu saya, selain yang di building, maka yang getol mempromosikan SNI baja itu adalah di perguruan tinggi. Khususnya dosen-dosen baja yang hidupnya adalah mengajarkan ilmu tersebut. Nasionalisme katanya. Terus terang aku juga salut kepada mereka.

Mengapa saya tidak bisa code lokal.

Itu bukan masalah bisa atau tidak. Itu masalah kesempatan belajarnya. Sebagai orang introvet, dan juga pada posisiku (setelah meninggalkan PT W&A selalu pada posisi chief engineer atau senior engineer), maka terus terang aku susah atau kesulitan untuk belajar berguru pada orang lain. Karena kadang-kadang orang lain yang aku temui juga tidak lebih tahu dari aku. Jadi bagaimana bisa belajar tentang hal tersebut. Kalau ada orang lain yang mempunyai ilmu lebih, maka posisinya adalah untuk beradu argumentasi. He, he, jadi bagaimana bisa menyerap ilmunya.

Jadi strategi belajar dari aku adalah harus selalu mempersiapkan dulu, memahami dan mengajukan ke orang lain (yang dianggap ahli atau mempunyai kewenangan untuk menyetujui rancangan yang aku ajukan), di depan dia aku berupaya berargumentasi untuk meyakinkan beliau. Jika ok, berarti udah baik, tetapi jika ketemu orang ‘susah’ , wah tentu susah berargumentasinya. Jika tidak diterima, maka terpaksa belajar lagi untuk dapat menjawab nya lagi. Begitu dan seterusnya.

Cara di atas bisa dilaksanakan jika tersedia literatur yang lengkap (dan dapat mudah memahaminya). Tentang hal tersebut, karena salah satu hobbyku adalah mengoleksi buku-buku maka tentulah tidak menjadi masalah. Karena buku-buku tentang PPBBI relatif susah maka larinya ke buku-buku luar, baik text books maupun jurnal-jurnalnya. O ya, buku-buku PPBBI kalaupun ada hanya sekedar diktat kuliah, jadi nggak cukup untuk bekal di industri, apalagi jika hanya belajar mandiri. Diktat kuliah khan umumnya hanya penyelesaian soal. Padahal yang paling penting adalah back-ground kenapa bisa gitu. Riset khususnya. Karena itu telah berlangsung lama maka jelaslah mengapa aku tidak familiar dengan buku materi lokal tersebut.

Jadi intinya ketersediaan buku-buku teknik adalah sangat penting. Saya kira itu benang merah dari pertanyaan Yusen di atas.

Pertanyaan kedua juga cukup menarik, ahli-ahli baja atau yang berkutat di baja di Indonesia khan banyak, tetapi mengapa buku yang dimaksud koq tidak banyak ?

Kenapa hayo ?

Saya kira itu pertanyaan terbuka.

Salah satu pendapatku adalah, bahwa membuat buku adalah tidak sesederhana membicarakan. Menurutku agar seseorang dapat membuat buku dan menerbitkannya maka perlu unsur-unsur berikut

  • kemauan (motivasi). Ngapain nulis kalau duitnya kalah gede dibanding proyek. Banyak lho para ahli yang berpikiran seperti itu. Bahkan nanti kalau ilmunya saya tulis, orang lain jadi pinter, nanti nggak dapet proyek lagi. Gimana itu hayo.
  • kemampuan (kompetensi), mungkin juga dalam hal ini adalah keberanian untuk membuat dokumen tulis khususnya untuk ide-ide asli. Kalau hanya sekedar menerjemahkan mungkin tidak terlalu masalah. Ingat kalau kita nulis salah, bisa terabadikan itu. Khan malu.
  • waktu (umumnya sudah habis untuk rutinitas kantor, ditambah kemacetan di jalan)
  • kepercayaan pembaca dan sekaligus penerbitnya, kecuali mau ngeluarin duit sendiri (pernah buat buku dan diterbitkan tetapi nggak laku, numpuk di gudang, duit nggak kembali, pasti lain kali kapok deh).

Ke empat-empatnya harus ada sekaligus. Saya kira itu tidak gampang, kesemuanya itu saling terkait. Menceritakan ke empat hal tersebut tentu cukup menarik.

Saya kira idenya sudah di lempar. Sekian dulu aja ya.

Gimana hayo teman-teman.

7 tanggapan untuk “kenapa koq belum ada literaturnya ?”

  1. vailixi Avatar

    Bener nih Pak.. Walaupun kita punya SNI malah temen2 saya di struktur dalam mendesain bangunan baja buat tugas akhir malah disuruh pake AISC ma dosen pembimbingnya.. Saya jg terlalu paham maksudnya kenapa, tapi emang rata2 temen2 pake AISC..

    Suka

  2. Y.w Avatar
    Y.w

    Sebelumnya terimakasih atas penjelasannya Pak Wir.

    saya jadi mengerti setelah membaca penjelasan bapak.

    banyak mahasiswa yang mengatakan Struktur Baja itu sangat sulit dan bahkan menjadi momok ketakutan bagi para mahasiswa.sampai sampai ada mahasiswa yang mengambil matakuliah tersebut sampai 5 kali.(sungguh menyedihkan memang)

    setelah saya mempelajari dan mengenal struktur baja dan struktur beton bertulang,maka menurut saya struktur beton bertulang lebih susah berkali lipat dari struktur baja.
    tapi mengapa para mahasiswa susah lulus dalam mata kuliah struktur baja.
    mungkin masalahnya karna seperti yang bapak jelaskan di atas yaitu Mahasiswa bingung dengan literatur yang akan di pakai.

    saya dulu waktu baru ngambil Strk.baja juga bingung mencari literatur .masi teringat dengan jelas uang saya terbuang percuma karna membeli buku G.salmon,eh rupanya dosennya ngajar pake cara PPBBI.

    mungkin itu masalah yang harus cepat di selesaikan oleh sistem pendidikan T.sipil ini….

    kalo Struktur beton bertulang kan uda sepakat semua memakai SNI, maka tidak sulit bagi mahasiswa untuk mempelajarinya.(walaupun sebenarnya lebih susah dari struktur baja).
    tapi saya sangat berterimakasih dengan buku bapak karya ke-2 sehingga saya jadi tahu tentang balok T dan diagram interaksi kolom , kalo di kampus saya hanya di ajarkan kulitnya doang.

    mungkin bapak ada niat untuk menerbitkan buku baru lagi misalnya tentang baja.sehingga mahasiswa tidak pusing belajar LRFD.

    ok sekian dulu
    Terima kasih

    Suka

  3. Y.W Avatar
    Y.W

    Pak wiryanto yang terhormat,
    saat ini saya sedang mempelajari baja LRFD dan sekarang malah menemui kebingungan dan ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan dan semoga bapak bisa membantu saya keluar dari kebingungan tersebut:

    1) sebelumnya saya ingin bertanya dulu bahwa buku Struktur baja DESAIN DAN PRILAKU edisi ketiga (karangan G.Salmon ) tersebut mengacu pada AISC ke berapa? 1999 / 1994 / 2005 kah?

    2)jika buku G.salmon tersebut mengacu pada AISC ke -X dan sekarang udah ada AISC ke 2005 , Apa keuntungan dan kerugian nya jika saya ngotot mempelajari AISC ke -X tersebut?

    3)jika bapak bilang lebih baik mempelajari AISC terupdate (AISC 2005),apakah ada buku literatur yang mengacu pada AISC sekarang (AISC 2005)?

    4)dan menurut bapak sendiri ,saya sebagai seorang mahasiswa yang sedang mempelajari struktur baja LRFD ,lebih baik mempelajari AISC ke -X yang uda ada buku literatur nya atau mempelajri AISC 2005 ?Soalnya saya melihat ada sedikit perbedaan antara AISC 2005 dengan AISC pada Buku G.salmon tersebut.

    5)jika saya ingin mendapatkan AISC ke -X yang mengacu ke buku G.salmon edisi ketiga tersebut, dimanakah saya bisa mendownload AISC tersebut pak Wir?

    6)Dan yang terakhir :Apa konsekuensinya jika saya mendesign dengan peraturan luar negri (AISC ke -X)?karna kondisi angin ,phi(resistant factor) nya beda dengan SNI.apakah bangunan yang saya design dengan peraturan luar negri bisa bertahan di indonesia ataukah harus ada sedikit modifikasi? (Misalnya :masalah kelangsingan λp (dari SNI) dengan λp (dari AISC) kan beda rumusnya)

    sebelumnya saya ucapkan terimakasih dulu kepada pak Wiryanto.semoga bapak bisa membantu saya .
    sekian dulu dan terima kasih.

    Suka

  4. wir Avatar
    wir

    sdr. Yusen ,
    Pertanyaan anda banyak pasti saya nggak bisa menjawab tuntas. Anda terlihat kebingungan, untuk itu anda harus menentukan sikap.

    Pertama, anda memakai atau belajar AISC dalam rangka apa dulu. Mau lulus ujian atau untuk desain atau perencanaan struktur yang sebenarnya. Ini memerlukan strategi tersendiri.

    Jika untuk ujian, maka anda harus menyesuaikan diri dengan materi yang diberikan oleh dosen.

    Kenapa ?

    Karena, jika anda memakai cara yang berbeda dengan dosennya, apakah anda yakin dosennya memahami yang anda pakai. Jika tidak, maka itu akan mempengaruhi nilai. Jadi prioritas pertama nilai dulu khan.

    Sedangkan jika untuk perencanaan mandiri, maka itu lebih mudah. Jika kondisi seperti itu, maka perlu dilihat terlebih dahulu spesifikasi perencanaan yang ditetapkan , apakah ada persyaratan khusus. Jadi harus disesuaikan dengan pemberi tugas, minimal komunikasi tentang hal tersebut.

    Jika anda diberi kebebasan, maka sebaiknya anda memulai dari literatur yang paling banyak anda punyai (yang paling lengkap), bahkan kalau bisa ada contohnya.

    Jika sudah anda ambil, maka anda harus konsisten terhadap petunjuk yang ada. Jangan dicampur aduk.

    Pengalaman menunjukkan bahwa jika anda mengikuti code secara konsisten dan benar maka perbedaan yang ada tidak signifikan. Jika anda sudah menguasai satu code dengan benar, maka saya yakin akan relatif mudah untuk memakai code yang lain.

    Gitu dulu ya.

    Suka

  5. Y.W Avatar
    Y.W

    selamat pagi pak,
    maaf pak kalo pertanyaan saya banyak.

    sekarang saya lagi menyelesaikan sebuah matakuliah perencanaan (1sks) yaitu : Tugas struktur baja.
    (kalo di UPH mungkin ga ada ya pak.)

    dimana kami diberi sebuah portal baja dan disuruh mendesain portal tersebut . dan kebetulan saya mendapat dosen pembimbingnya Pak Daniel Rumbi Teruna dan saya disuruh memakai LRFD.
    mungkin bapak kenal dengan pak Daniel dari medan.

    kalo saya sih bukan karna nilai.tapi pingin ilmunya sih..kesempatan besar ini tentunya ngak saya lewatkan karna cuma pak Daniel yang memakai cara LRFD,soalnya semua dosen di universitas saya memakai PPBBI.

    sekarang masalahnya adalah saya ingin mencari peraturan AISC 1994 dan 1986 seperti peraturan pada buku G.salmon tersebut ( kemarin saya baru tau dari seorang teman kalo g.salmon memakai AISC tersebut)

    seperti perkataan bapak diatas ,kalo bisa pelajari dan kuasai dulu 1 code (walaupun sekarang uda ada code 2005).jadi saya memutuskan mempelajari saja code yang di ajarkan pak Daniel.
    mohon bantuannya pak ,dimana saya bisa mendownload AISC tersebut?

    sebelumnya saya ucapkan terimakasih

    Suka

  6. miftahul_arifin Avatar
    miftahul_arifin

    apa sih perbedaan mendasar antara PPBBI dan LRFD?

    Suka

  7. baut mutu tinggi itu ternyata berbeda-beda, awas ! | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] kenapa koq belum ada literaturnya ? – 5 Juni 2008 […]

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com