Bagi seorang pekerja pikir seperti saya, mengunjungi pesta buku di Istora Senayan tentu adalah wajib hukumnya. Jadi meskipun hari jumat kemarin rencananya adalah untuk menyiapkan presentasi seminar akhir disertasi untuk tanggal 9 ini, tetapi karena desakan kuat dari anakku yang tertua, maka pergilah kami berkunjung ke pesta buku tersebut.
Pesta buku tahun ini yang mendominasi, seperti biasa adalah penerbit Gramedia, meskipun demikian yang lain relatif lengkap. Penerbit buku-buku rohani Islam cukup banyak dijumpai, untuk yang Kristen, seperti biasa adalah BPK, yang berbagi stand dengan toko buku Gunung Agung.
Di stand penerbit buku Kompas, aku membeli buku bagus. Cocok dibaca untuk anak-anak muda yang haus akan ilmu. Apa hayo ?
Ini salah satu petikan isinya:
“kau lihat …” kata emak,
“kemampuan-kemampuan diri adalah harta pribadi kita yang tidak kelihatan. Ia tersimpan di dalam pikiran dan perasaan, di akal dan hati kita masing-masing. Bila kita tidak menyadarinya atau tidak mengatifkannya, tidak ada satu kekayaanpun di bumi ini yang dapat mengimbangi ketidakhadirannya atau ketidurannya itu.”
Itulah bukunya “Emak” dari Daoed Joesof, mantan menteri pendidikan era Soeharto. Cukup menarik, isinya penuh motivasi untuk pengembangan diri. Saya kira patut menjadi buku wajib bacaan anak-anak muda yang ingin maju.
Ingin tahu lebih tentang buku tersebut atau juga pak Daoed, lihat link berikut:
- Pustakaloka – Minggu, 02 November 2003
- Emak Seorang Daoed JOESOEF
- Obrolan di Rumah Daoed Joesoef
- Memoar Daoed Joesoef
- Emak dan Keindahan Pluralisme
Wah ternyata banyak juga ya. Jadi sudah banyak orang yang tahu kalau buku itu menarik. Berarti saya termasuk pembaca “Emak” yang terlambat. Tapi syukurlah aku di pesta buku tersebut mendapatkannya. Hayo siapa yang belum sempat membacanya, penting untuk pengembangan diri.
Kecuali “Emak”, maka buku karangan pak Daoed yang lain adalah “Borobudur”, ternyata baru ketahuan bahwa pak Doaed-lah yang mengusahakan pertama kali sehingga UNESCO mau memugarnya. Itulah sepak terjang beliau di Paris, di kantor pusat UNESCO ketika beliau saat itu sedang menuntut ilmu di sana. Pantaslah ketika beliau pulang ke tanah air kemudian segera diangkat menjadi menteri pendidikan dalam era Soeharto. Sudah menonjol dulu sih sebelumnya.
Dari penerbit buku Kompas, aku membeli satu lagi, yaitu “JERUSALEM – Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir”, karangan Trias Kuncahyono. Belum kubuka sih, tapi kalau melihat pengantarnya menarik juga. Itu lho ”
bahwa buku tersebut mengajak kita kembali ke sejarah masa lampau sekaligus melihat Jerusalem di akhir zaman.
Seru khan !
Di stand buku BPK ada judul yang menarik, yaitu tentang interprestasi tentang Yesus dipandang dari sudut kerohanian asli Asia, ditulis oleh banyak penulis dengan penyunting Sugirtharajah, teolog Sri Lanka. Judul buku tersebut adalah “wajah Yesus di Asia”. Buku setebal 423 halaman, cukup menarik juga apalagi yang mendukung ide-ide asimilasi.
Jalan-jalan ke lorong yang ada stand buku-buku tua, saya menemukan buku tua karangan Sumargono, yaitu DJEMBATAN, terbitan 1953. Buku setebal 381 halaman tersebut cukup menarik, meskipun sebenarnya hanya berupa terjemahan dari penulis (insinyur) belanda. Kalau saya boleh berpendapat, meskipun buku tersebut cukup lama tetapi isinya nggak kalah dengan karangan engineer-engineer muda Indonesia yang menempuh pendidikan lebih modern. Mungkin tidak pada ilmunya, tetapi dari strategi menuliskannya. Saya melihat kualitas kepenulisan buku-buku teknik di jaman ini terlihat jauh di bawah buku-buku tua tersebut, khususnya jika materi yang dibahas orisinil dari penulisnya.
Bener nggak sih ?
Juga bukunya Zacharijas Lambri tentang “Ilmu Mekanika Tanah” yang diusahakan dari naskahnya Collin – Potma. Bagus juga lho.
Melihat ke dua buku tua tersebut, aku prihatin. Jaman dulu aja buku-bukunya cukup berbobot, kalau textbook sekarang, yang berbobot kebanyakan berupa terjemahan dari pengarang-pengarang luar. Pengarang-pengarang buku teknik di Indonesia sekarang ini, selain sedikit, kalaupun ada juga kurang menggigit isinya.
Apakah keprihatinanku ini terlalu berlebih ?
Pantaslah kalau penerbit seperti Erlangga hanya mau menerbitkan buku-buku teknik terjemahan dari luar. 😦
Tinggalkan komentar