Tentang sertifikasi tentu tidak asing lagi, khususnya untuk mengkategorikan pekerja sebagai yang disebut PROFESIONAL. Ijazah tidak lagi ampuh untuk menunjukkan profesionalitas seseorang. Kasusnya ini khan akhirnya berkembang seperti kedokteran, ada dokter umum dan ada dokter spesialis, keduanya tidak ada hubungannya dengan gelar Ph.D yang dimilikinya. Kalau mau praktek maka gelar spesialis lebih mantap dibanding gelar Ph.D begitu kira-kira.

Kondisi di atas mula-mula diperlukan untuk insinyur, yang dilakukan oleh PII dan juga HAKI, kasus berlanjut akhirnya ke guru. Kasus bergulir karena hal tersebut ternyata berdampak pada adanya tunjangan kesejahteraan. Nggak tahu apa para guru yang sudah lulus dan mendapat sertifikasi guru akan langsung mendapat tunjangan tersebut.

Saya pikir hal tersebut hanya dikaitkan dengan keberadaan guru yang mayoritas memang perlu dipikirkan kesejahteraannya. Eh ternyata dalam perkembangannya kasus sertifikasi juga merambah ke kalangan dosen, bahkan dosen swasta juga termasuk di dalamnya.

SERTIFIKASI DOSEN di UPH

Hari Senin kemarin ketua LPPM UPH sekaligus dengan HRD-nya mengumpulkan sebagian dosen UPH di ruang pertemuan LPPM, mengumumkan bahwa UPH mendapat jatah kuota pemerintah sebanyak 25 tempat untuk mengirimkan dosen-dosennya untuk disertifikasi. Bayangkan hanya 25 dari cukup banyak dosen UPH yang ada, untunglah aku yang diundang tersebut menjadi bagian kecil tersebut. Meskipun demikian ini repotnya, karena pemberitahuan tentang sertifikasi tersebut diketahui terlambat oleh UPH maka para dosen yang dipilih tersebut harus mengirimkan atau memberikan berkas yang diperlukan untuk sertifikasi hari Jumat besok. Padahal proses sertifikasi ini adalah yang mula-mula, jadi tidak ada orang yang tahu atau berpengalaman sama sekali.

Tentang hal tersebut, ada beberapa dosen senior yang protes, mengapa pihak HRD terlambat memberitahukan hal tersebut kepada mereka, tentang pembuatan berkas sertifikasi khan di tempat lain perlu sosialisasi bahkan pelatihan, mengapa sekarang waktunya pendek dan tidak ada latihan sama sekali. Eh yang protes ada beberapa lagi, alasannya serupa. Intinya mereka mau perpanjang atau semacamnya begitu.

Pihak HRD dengan tenang menyatakan mohon maaf, tentang waktunya juga mohon maaf karena itu hasil negoisasi dengan kopertis. Intinya ini karena kesalahan dari institusi yang terlambat tersebut, kemudian setelah itu, beliau menyatakan “Bagi para dosen, yang merasa tidak mampu menyampaikan portofolio untuk sertifikasi dipersilahkan untuk angkat tangan. Selanjutnya jatahnya akan diberikan kepada dosen lain yang tidak kebagian kuota.

Mendengar penjelasan tersebut, semua dosen terdiam. Tidak ada pertanyaan lagi.

Jadi selama dua hari pendek tersebut menjelang Jumat kami semua mencoba menyelesaikan portofolia sertifikasi tersebut. Berat juga sih, karena harus menulis PORTOFOLIO yaitu APA saja yang menunjukkan bahwa saya punya kompetensi untuk disebut sebagai DOSEN yang PROFESIONAL. Portofolio tersebut nantinya akan dinilai secara khusus oleh dua asesor yang ditunjuk oleh pemerintah. Gawat khan. Ini kelihatannya nggak main-main ya.

Pusing dah !

Note : nanti kalau sukses, boleh deh berkas untuk portofolio tersebut diintip.

Doakan ya.

10 tanggapan untuk “lagi-lagi SERTIFIKASI”

  1. Alex Budiyanto Avatar

    Oh, sebelumnya saya kira ujian sertifikasi-nya itu berupa test seperti sertifikasi di dunia industri gitu 🙂

    Suka

  2. adi isa Avatar

    so, inti sertifikasi
    itu adalah?…
    layak tidaknya seseorang
    atau dianggap exis dalam bidangnya?
    secara profesional?

    Wir’s responds: yap betul, dalam hal ini meyakinkan asesornya (dua orang). Kalau melihat penjelasan kemarin oleh HRD, asesornya dibentuk oleh pemerintah berdasarkan daftar pengajar yang bergelar PROF-DOKTOR. Mereka secara otomatis mendapat sertifikasi tanpa harus membuat PORTOFOLIO. Jadi hasilnya sangat subyektif, tergantung pemahaman asesor tersebut, meskipun telah diberikan juga petunjuk penilaiannya.

    Suka

  3. mBecak Avatar

    test tertulisnya ada nggak,
    kalau ada kira-kira seperti apa?

    Wir’s responds : nggak ada test tertulis. Jadi kita harus bikin artikel yang membahas tema-tema yang ditetapkan dan disuruh memperlihatkan contoh dari hal tersebut yang telah dilakukan sebelumnya. Jelasnya, kita disuruh NARSIS tentang diri kita tetapi harus nyata (bukan karangan belaka), jika pihak asesor ragu terhadap pernyataan yang kita buat maka kita harus siapkan bukti tertulisnya. Itu semua kemudian akan dinilai oleh asesor independen yang ditunjuk pihak pemerintah. Itu pak setahu saya sampai hari ini.

    Bapak dosen ya ? Wah kelihatannya harus siap-siap pak belajar menulisnya. Saya sebagian besar saya ambil dari blog ini. Jadinya lumayan deh. 🙂

    Suka

  4. satya sembiring Avatar

    tunjangannya lumayan loh pak.
    1 x total gaji.
    jadi kalo gaji dari kampus dapat 9 juta
    maka lulus sertifikasi dapat 18 juta
    lumayan.
    tapi pertanyaannya. yang mensertifikasi ini siapa yang melakukan sertifikasi terhadap mereka?

    kampus kami juga kira kira 4 bulan lalu melakukan hal yg sama.

    Wir’s responds : ah yang bener pak. Kalau hanya terima sekali sih bisa masuk akal, tetapi kalau tiap bulan kayaknya masih mimpi lho pak. Dananya dari mana ? Kecuali yang nyertifikasi dari calon mertuanya. 🙂

    Suka

  5. benny Avatar
    benny

    kayaknya ada yg kurang pas pak wir….

    ***Kasusnya ini khan akhirnya berkembang seperti kedokteran, ada dokter umum dan ada dokter spesialis, keduanya tidak ada hubungannya dengan gelar Ph.D yang dimilikinya. Kalau mau praktek maka gelar spesialis lebih mantap dibanding gelar Ph.D begitu kira-kira.***

    dokter spesialis setau saya buka praktek ya untuk apa yang jadi spesialisasinya bukan lagi praktek umum. sebagai contoh, dokter spesialis obgin ya cuman praktek yang berkenaan dengan kandungan, demikian juga dengan dokter spesialis kulit dan kelamin, dst. mereka tidak akan buka praktek untuk apa yang bukan spesialisasinya, meskipun para dokter spesialis ini sudah memiliki dasar-dasar pengetahuan untuk bidang lain waktu masih pendidikan untuk menjadi dokter umum…

    jadi kasus ini kayaknya ga bisa disejajarkan dengan sertifikasi di bidang sipil .

    tetapi memang dokter sekarang baik yang umum maupun spesialis, ada sertifikasinya berupa ujian (kayak test gitu) untuk mengurus surat ijin praktek. jika lolos sertifikasi, maka dokter yang bersangkutan baru bisa mengurus permohonan SIPnya untuk jangka waktu tertentu.

    Suka

  6. ramdani1428 Avatar
    ramdani1428

    Menurut dosen saya sekitar 5-10 tahun ke depan bahkan seorang PRT, OB dan CS akan ada sertifikasinya.

    Kalo dihadapkan dengan dua orang yang punya sertifikasi dengan yang tidak, mana yang lebih anda percaya?

    Suka

  7. gundala Avatar

    Semoga ujiannya sukses pak

    Suka

  8. syahrizalpulungan Avatar

    Semoga menjadi pekerja yang propesional dengan adanya sertifikasi

    Suka

  9. dediari Avatar
    dediari

    ehmm kalo menurut saya, sebaiknya sertifikasi berdasarkan hasil karya yang sudah dapat dinikmati oleh publik, jadi pak Wir pasti lulus dech…slamat berjuang

    Suka

  10. Syafrudin Abi-Dawira Avatar
    Syafrudin Abi-Dawira

    @ramdani1428

    Setahu saya, karena Sertifikasi Profesi memang sudah diwajibkan oleh UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, profesi apa saja harus ada sertifikasinya. Karenanya untuk setiap profesi, perlu disusun dulu Standar Kompetensi, lalu ditunjuk LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi)-nya, baru kemudian LSP itu bisa menguji dan mengeluarkan sertifikat atas dasar Standar Kompetensi tersebut.

    Dalam masa peralihan, baru beberapa profesi yang sudah siap, misalnya TI. Sedang bidang lain baru menyusun Standar Kompetensinya, malah ada yang belum melakukan apa – apa.

    Lebih jauh lagi, beberapa profesi khusus yang mempunyai UU sendiri, sertifikasinya diatur lebih lanjut menurut ketentuan UU tentang profesi tersebut. Seperti profesi – profesi berikut:
    – Guru dan Dosen, diatur dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen
    – Advokat ada 18/2003 tentang Advokat
    – Notaris ada UU 30/2004 tentang Jabatan Notaris
    – Dokter ada UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
    – Para perawat sedang menunggu pengesahan RUU Keperawatan oleh DPR.
    – Para akuntan sedang menunggu penyerahan draft RUU Akuntan dari pemerintah ke DPR.
    – Para psikolog sedang berdebat perlu tidaknya UU tentang Psikologi.

    Terkait dengan K3 yang disinggung oleh Pak Wir dalam http://wiryanto.wordpress.com/2008/07/13/keselamatan-kerja
    sertifikasi profesinya malah sudah diatur jauh lebih awal dalam UU 1/1970 tentang K3. Namun justru karena umurnya sudah hampir empat dasa warsa ini maka UU K3 sudah sangat kadaluarsa. Kalau mau melihat praktek K3 yang berjalan baik dan profesi K3 yang sangat terhormat, ya lihat di dunia oil & gas. Di sana gaji profesi K3 menggiurkan, namun jangan tanya apa sanksinya kalau ada sampai ada kejadian, sudah pasti dipecat dan biasanya masuk daftar hitam, sehingga harus ganti profesi jadinya.

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com