KJI, Kompetisi Jembatan Indonesia 2008 baru saja selesai. Jika pada tahun 2005 dan 2006, penulis datang sebagai peserta, maka pada tahun ini datang sebagai Juri. He, he, he, peningkatan ya. 🙂 Kelihatannya hanya penulis saja yang mempunyai pengalaman seperti itu, teman-teman Juri yang lain umumnya belum punya pengalaman sebagai peserta.
Tahun ini, yaitu pelaksanaan lomba ke-4, semua juri yang ada berasal dari luar PNJ (tuan rumah penyelenggara KJI), jadi benar-benar independen. Harapannya agar hasil perlombaan dapat berlangsung lancar dan terbebas dari adanya anggapan bahwa jurinya berat sebelah. Karena bagaimanapun juaranya adalah untuk memperebutkan Piala Mendiknas, yang bersifat Nasional. Benar lho dari Menteri Pendidikan Nasional. Karena bagaimanapun juga ini adalah lomba resmi yang diakui dan dibiayai negara via Ditjen Dikti Depdiknas. Memang dalam hal ini pelaksanaannya bekerja sama dengan Politeknik Negeri Jakarta. Menurut pendapat penulis, ini lomba satu-satunya di bidang Teknik Sipil yang cukup besar yang didukung oleh anggaran negara bidang pendidikan. Jadi nggak bisa lho kalau dipandang sebelah mata, dan tentu saja ini dapat menjadi event penting yang tidak boleh dilupakan oleh para mahasiswa teknik sipil di Indonesia. O ya, ini diikuti oleh semua perguruan tinggi yang mempunyai jurusan teknik sipil, baik berupa institut, universitas atau politeknik.
Team juri tetap dipimpin oleh Dr.Ir. Heru Purnomo, dari FTUI. Jika memperhatikan rapat-rapat dan keputusan yang diambil maka team juri berusaha berpedoman pada buku Paduan KJI yang telah ditetapkan. Memang sih, dari hasil perlombaan ada beberapa item-item yang mempunyai kelemahan sehingga perlu dievaluasi lagi untuk perlombaan berikutnya.
Baiklah untuk berikutnya, penulis ingin mengungkapkan apa-apa saja yang terlihat pada acara tersebut dari sudut pandang penulis sebagai juri. Moga-moga ini dapat merekam sebagian fakta yang ada, sehingga dapat melengkapi untuk menjadi dokumentasi maupun masukan demi kemajuan acara tersebut. Bagaimanapun, acara tersebut telah menelan data ratusan juta, sehingga kalau event seperti itu tidak kita manfaatkan sebaik-baiknya demi kemajuan calon-calon engineer Indonesia, tentu akan sangat disayangkan.
Acara KJI 2008 tanggal 7, 8, 9 dan 10 Agustus 2008 merupakan acara final, yaitu setelah dievaluasi dari sekitar 50 proposal yang masuk sehingga hanya diloloskan 12 peserta jembatan baja, dan 6 peserta jembatan kayu. Evaluasi didasarkan oleh kelengkapan proposal tentang rencana jembatan yang akan dilombakan. Proposal selanjutnya dijadikan referensi juga untuk mengevaluasi konsistensi rencana dan hasil aktual jembatan pada saat dilombakan. Jika terjadi perbedaan kena penalti yang cukup telak, yaitu tidak bisa jadi juara. Jadi proposal menjadi spek pengikat. Jadi 12 peserta jembatan jembatan dan 6 peserta kayu sudah merupakan peserta terpilih lho. Istimewa lho. Jadi kalau mereka datang maka pulangnya juga akan mendapat hadiah, yaitu para finalis sebesar Rp 3 jt (kalau tidak salah lho).
Acara tanggal 7 Agustus, semua peserta diterima oleh panitia, juga penempatan jembatan model di pit, di lokasi lomba sekaligus mendaftarkan diri. Semua peserta luar kota mendapat tempat akomodasi di wisma UI (namanya udah benar ya). Gratis. Peserta paling jauh adalah dari Universitas Tadulako, Sulawesi. Wah selamat, anda sudah bisa datang dengan selamat di UI Depok adalah suatu prestasi tersendiri. Saya yakin, wawasan anda akan bertambah, siapa tahu dengan pengalaman ini membuka kesempatan untuk menjadi pioner dan dapat memotivasi teman-teman lain dari Sulawesi. Anda harus bangga bahwa pada acara KJI tahun ini, anda telah dapat bertanding dengan teman-teman UI dan ITB yang dibimbing langsung oleh para profesornya. Jika belum mendapat nomer, tidak mengapa, yang jelas anda sudah mulai menapak, yang mana dengan tapak-tapak yang anda buat tersebut akan membawa anda ke suatu kondisi yang lebih baik lagi. Ayo, teman-teman di Sulawesi, jangan mau kalah dengan teman-teman dari Universitas Tadulako.
Presentasi Peserta Lomba
Hari ke dua, tanggal 8 Agustus adalah acara presentasi oleh para peserta lomba. Ini memberi kontribusi nilai sekitar 10% untuk merebut juara. Kecil sih, tapi lumayan untuk latihan presentasi. Secara umum, dapat disebutkan bahwa tidak banyak dari para peserta tersebut yang dapat menyampaikan presentasi tentang desain dan falsafah perencanaannya dengan baik. Umumnya lebih banyak menjabarkan latar belakang perencanaan yang masih bersifat umum, yang sekedar copy-and-paste dari spesifikasi pembebanan atau peraturan tentang jembatan.
Karena acara presentasi ini para peserta hadir bersama-sama dalam satu ruang presentasi, maka jelas pertanyaannya nggak bisa generalis. Untuk itu saya mencoba memakai pernyataan yang disampaikan peserta sendiri untuk dijelaskan lebih detail. Seperti misalnya, ketika ada yang bercerita bahwa hasil program menunjukkan bahwa torsi-nya besar. Lalu saya akan bertanya, kenapa bisa timbul torsi yang besar. Para peserta tersebut umumnya akan bilang, karena program menunjukkan itu pak. Pasrah sama program. Lalu jika saya lanjutkan, jika anda tidak pakai program, pelajaran analisa struktur apa yang memungkinkan anda bisa mengevaluasi bahwa gaya dalam pada struktur tersebut adalah torsi. Peserta hanya diam. Dari enam presenter tersebut, hanya dua team peserta yang dapat diajak berdiskusi tentang gaya-gaya yang bekerja. Sebagian lainnya cukup pasrah, pokoknya programnya begitu pak. Kenapa begitu ? Wah, gak tahu, katanya. Yah, kalau begitu, mereka masih perlu belajar lagi untuk jadi engineer, jika tidak maka nanti hanya bisa jadi tukang aja lho.
Begitu kira-kira hasil presentasi. Tentang penilaian, aku nggak pelit-pelit koq, jika pasrah tetapi karena sudah berusah payah maka saya kasih nilai 60, tetapi jika mampu menjawab atau memberi respond ngotot terhadap pertanyaan-pertanyaanku maka aku kasih nilai antara 80-100. Biar nggak kapok ikut.
Ini sebagian foto-foto peserta saat presentasi.
Ibu Lanny Hidayat, juri dari PU siap mendengarkan peserta presentasi. Presenter dan juri sama-sama putri, ini bukti bahwa sikap dan harapan dari Ibu Kartini sudah terjadi. Hidup ibu kita Kartini. 🙂
Salah satu peserta yang cukup lincah menjawab pertanyaan-pertanyaan dewan juri. Pak Jaja, juri dari PU sampai manggut-manggut. Kayaknya sudah cukup pantas lho disebut engineer. Sukses ya.
Ini dari Tadulako, jauh ya. Aku ingat, karena peserta yang pakai kacamata tersebut mendatangi aku dan memperkenalkan diri, bahwa ternyata mahasiswa tersebut pembaca setia blog ini. Sukses ya, bahkan sampai lupa saya menanyakan namamu.
Pembukaan Resmi Acara oleh DIKTI
Selanjutnya pada hari ke-tiga, Sabtu tanggal 9 Agustus 2008, acara perlombaan di buka secara resmi oleh Dikti di gedung Q Politeknik Negeri Jakarta.
Piala Mendiknas “Reka Cipta Titian Indonesia” diserahakan dari juara umum tahun lalu PNJ ke Wakil Mendiknas untuk diperebutkan kembali pada perlombaan kali ini.
Pelaksanaan Lomba Hari ke-1 Jembatan Kayu
Ini suasana lomba di lapangan yang dinanti-nantikan, yaitu jembatan model kayu.
Team Universitas Brawijaya – Malang
Salah satu peserta lomba dari Unbraw, perlengkapan K3 menjadi salah satu penilaian dari dewan juri. Perhatikan peserta yang naik diatas perancah, mengkaitkan tali pengaman pada kabel. Itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan sadar bahwa K3 adalah penting. Tidak banyak peserta yang melakukan hal ini. Hal ini tentu saja memberi penilaian positip bagi para juri, hanya sayang sepatu yang digunakan belum menyiratkan sebagai safety shoes. Nggak apa-apa, tahun depan mungkin sudah diperbaiki.
Ini merupakan salah satu peserta yang pada akhirnya menjadi kategori jembatan dengan waktu pelaksanaan tercepat, yaitu jembatan model dari Univ. Brawijaya Malang.
Terus terang, foto-foto pada lokasi di atas lebih banyak karena penulis ditempatkan sebagai juri fixed, sehingga baru bisa melihat peserta lomba lain setelah peserta pada lokasi di pojok ini selesai. Untunglah peserta dari Unbraw di atas dapat cepat dengan selesai sehingga punya kesempatan keliling-keliling.
Team Politeknik Negeri Malang
Satu team sedang tekun merakit jembatan di atas jig yang telah disiapkan. Perhatikan seluruh anggota team (empat orang) berada pada satu sisi. Di sana tidak terlihat alat-alat bantu launching. So, bagaimana cara erection-nya ya.
O begini to erection-nya. Lho tapi sekarang koq sudah ada team peserta pada satu sisi yang lain. Perhatikan landasan biru di bawah jembatan dianggap sebagai sungai yang tidak dapat diseberangi tanpa alat bantu (nggak boleh pakai perahu).
Dari perbincangan di meja juri, ketahuan bahwa anggota team di atas menyeberang dengan melewati sungai (berjalan). Wah ini menjadi perbincangan ramai para juri dalam memutuskan pinalti yaitu pengurangan nilai yang cukup banyak. Hal-hal seperti ini perlu diperhatikan betul lho. Para juri cukup concern dengan cara erection yang dilakukan, efeknya pada score kecepatan pelaksanaan dan score pada metode konstruksi. Sayang khan, pada dua kategori tersebut tidak dimungkinkan untuk jadi juaranya. Tahun depan perlu dipikirkan lagi ya.
Jembatan pada kondisi akan dibebani, yaitu pemasangan alat ukur. Perhatikan asesori jembatan yang masih terpasang. Pada saat pembebanan ada baiknya dilepas. Juri pada saat tersebut sudah memberi tahu kepada peserta, tapi pesertanya tidak tanggap. Ya sudah, itu khan menjadi tambahan beban yang tidak perlu bagi jembatan tersebut.
Team Politeknik Negeri Jakarta
Ini peserta dari PNJ, perhatikan lampu kuning kelap-kelip di atas, ada sirenenya juga lho. Dari sisi K3 cukup lengkap.
Team Institut Teknologi Bandung, Bandung
Team dari ITB dibawah arahan bapak Dr.Ir. Sigit Darmawan, tampak memberi aba-aba dengan penuh semangat.
Metode pelaksanaan yang diterapkan oleh team ITB patut diacungin jempol. Hal tersebut didukung oleh pernyataan juri yang berlatar belakang PU bahwa hal tersebut sesuai dengan pelaksanaan di lapangan. Oleh karena itu mereka memberi nilai tinggi. Jadi team ini adalah kandidat juara kategori metoda pelaksanaan konstruksi terbaik.
Yang sangat menarik dari cara kerja team ITB adalah bahwa proses erection jembatan benar-benar dilakukan dari satu sisi dengan proses cantilever launching. Terlihat bapak Dr.Ir. Sigit Darmawan memberi instruksi apakah tumpuan ujung sudah tepat diatas abutment.
Cara di atas banyak juga diadopsi oleh para peserta yang lain, hanya sayangnya masih diperlukan anggota team yang menerima ujung jembatan pada sisi lainnya, atau tidak 100% seperti metode di atas. Cara ini rasanya cukup inovatif untuk lomba pada hari itu. Patut di tiru. 🙂
Proses pelaksanaan menjadi objek penilaian para juri mobile, mereka berpindah-pindah dan membandingkan proses pelaksanaan jembatan model. Jika ada peserta yang merakit dengan cara mengangkat jembatan (ya karena memang cukup ringan untuk diangkat) maka cara tersebut menurut pertimbangan para juri mobile adalah salah besar. Mana ada jembatan diangkat pakai tangan, begitu pendapat para juri tersebut di sidang juri. jadi mereka yang seperti itu harus kena penalti, atau angka hukuman.
Team Universitas Muhamadiyah Malang, Malang
Jembatan model di atas, adalah dari team UMM di Malang. Dari sisi waktu pelaksanaan lebih cepat dari jembatan team Unbraw yang sedang saya awasi selaku juri fixed, oleh karena itulah saya tidak sempat mengambil gambar proses pelaksanaannya.
Jembatan model di atas, adalah korban dari harus berlakunya konsistensi Rancangan Proposal (yang pertama kali) dengan yang harus dilaksanakan. Itulah konfigurasi sesuai Rancangan Proposal, bagi seorang engineer melihat bentuk di atas langsung tahu bahwa bentuk tersebut tidak sesuai untuk perletakan sendi-rol (dalam kenyataan perletakannya bearing pad-bearing pad di kanan kiri). Jadi ketika dibebani maka jembatan di atas adalah pemecah rekor lendutan yang terbesar untuk lomba hari itu.
Menjelang lomba, engineer dari UMM sebenarnya telah menemukan kemungkinan permasalahan di atas, oleh karena itu mereka modifikasi dengan menambahkan sling (tali baja) di bawah jembatan. Efektif sih. Tapi masalahnya para juri menemukan kondisi tersebut, karena ketahuan menyimpang dari proposal maka diberi ultimatum. Siapa peserta yang mempunyai konfigurasi tidak sama dengan Rancangan Awal maka jembatannya kena penalti: tidak bisa juara.
Ini mah seperti buah simalakama. Tidak pasang sling maka lendutan besar, tidak juara juga. Pakai sling maka lendutan akan kecil, tapi kena penalti. Kasihan. 😦
Pelajaran yang harus diambil adalah pikirkan masak-masak dalam perencanaan, konsistensi harus diusahakan. Saya kira ini pelajaran berharga dari tema UMM, tahun depan pasti akan kembali dengan strategi yang lebih baik.
Team Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Ini adalah strategi pelaksanaan dari team Universitas Kristen Maranatha Bandung, gelagar besi ditumpangkan diantara perancah kayu warna biru muda, yang pelaksanaannya dengan ditarik dan didorong pada kedua sisi. Ini model yang cukup banyak diadopsi karena tidak menyalahi ketentuan lomba. Adapun perakitan jembatan di atas sungai, meskipun disediakan perancah menjadi kontroversi para juri, yang jelas juri mobile yang menilai strategi pelaksanaan yang berlatar belakang PU tidak terlalu mendukung, jadi jika ada seperti itu maka dipastikan nilainya jelek. Tenang bukan UKM koq.
O ya, untuk team lomba di atas dipimpin langsung oleh ibu Ing (Tan Lie Ing, ST., MT), Ketua Jurusan Teknik Sipil UKM. Hebat khan, jaman sekarang cita-cita Kartini adalah sudah nyata ada, engineer-engineer putri adalah biasa, nggak beda kompetennya dengan engineer pria.
He, he, apa ini. Koq kelihatannya lagi adu argumentasi. Bu Ing sampai bengong.
Wah lihat, perlengkapan K3-nya cukup komplet ya, sepintas lalu kayak petugas PLN yang akan memanjat tiang listrik tinggi ya. 🙂
Inilah jembatan kayu dari team UKM sedang dinilai oleh juri mobile dari segi keindahan. Warnanya bagus juga ya, hijau lambang peduli lingkungan.
Tapi omong-omong itu bautnya koq kelihatan sedikit banget. Itu mungkin yang menyebabkan meskipun bentuknya baik (dari kaca mata struktur) tetapi ternyata lendutannya cukup besar kedua setelah jembatan UMM yang memang dari sisi struktur tidak tepat. Ingat ya, kekakuan atau rigiditas sambungan tidak terdeteksi oleh program SAP2000. Jadi meskipun pada analisis memperlihatkan lendutan yang kecil, tetapi jika rigiditas jembatan sesungguhnya tidak bisa dibuat sama maka jelas kekakuannya akan terpengaruh. Untuk tipe sambungan geser seperti di atas, maka SLIP pada baut atau sambungan perlu dipikirkan masak-masak. Ini mungkin PR untuk tahun depan, bagaimana membuat sistem sambungan real yang sama dengan yang dimodel strukturnya.
Pelaksanaan Lomba Hari ke-2 Jembatan Baja
Jika pada hari pertama lomba yaitu Sabtu tanggal 9 Agustus 2008 hanya dipertandingkan 6 team peserta, maka pada hari kedua akan dipertandingkan sejumlah 12 team peserta. Tempatnya terbatas, oleh karena itu pelaksanaannya dibatasi menjadi 6 team persession (pagi hari) dan sisanya 6 team pada sessi ke-2 (siang hari). Inilah mengapa jumlah finalis hanya dibatasi 6 untuk kayu dan 12 untuk baja.
Team Universitas Kristen Maranatha Bandung
Team asuhan bapak Ginardi, dosen pembimbing yang selalu aktif berpartisipasi pada acara lomba ini sedang merangkai perancah gantung, sistem yang kelihatannya baru dibanding sebelumnya. Wah ada kemajuan sekarang pak Gin. Terlihat di depan bapak Dr.Ir. Fauzri Fahimuddin, ketua panitia penyelenggaraan KJI 2008 sedang hilir mudik dengan videonya. Sukses ya pak.
Ternyata perakitan jembatan baja team Maranatha cukup cepat, dan hanya butuh dua orang saja. Coba lihat, anggota team yang putri memang disengaja pada satu sisi yang lain memperhatikan proses perakitan. Mungkin itu memang disengaja, pria kalau bekerja dengan dilirik oleh teman putrinya khan jadi malu jika terlihat lemah. Ini tampaknya strategi barunya pak Gin. Pakai doping nggak pak. 🙂
Cepat sekali meluncurnya ya. Bisa ditiru nih. Terlihat para peserta sedang memasang papan lantai, kemudian memindahkan alat bantu. Selesai deh.
Inilah jembatan baja team Maranatha, sepintas lalu memang mirip dengan jembatan pada perlombaan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun demikian ada beberapa juri yang cukup jeli, dan saya tahu apa yang dimaksud. Pada sidang juri sempat menjadi pertanyaan, tetapi karena belum ada klasul tersebut pada buku panduan maka akhirnya para juri merujuk Buku Proposal Team Maranatha yang telah disetujui. Ternyata hal tersebut sudah dinyatakan pada buku proposal, oleh karena itu para juri sepakat bahwa kondisi di atas tidak menyimpang, karena konsisten dengan rencana yang diajukan. Jadi dengan demikian sistem jembatan diatas merupakan inovasi baru dari team Maranatha. Wah kayaknya pak Gin mikir serius banget nih untuk teamnya, sukses ya jadi Juara ke-3.
Eh, omong-omong inovasi yang saya maksud di atas pada tahu nggak sih ? Silahkan mikir sendiri deh. 🙂
Catatan : untuk para juri yang lain, inovasi seperti itu boleh nggak untuk acara tahun berikutnya ?
Team Politeknik Negeri Bengkalis
Politeknik Negeri Bengkalis, meskipun baru pertama kali datang, tapi langsung menggebrak. Cukup rapi bukan, hanya sayang saya tidak sempat mengabadikan proses konstruksinya.
Team STTNAS Yogyakarta
Inilah jembatan baja dari STTNAS Jogja, terbuat dari pipa persegi hollow. Jika merujuk pada tampilan fisik, ada juri yang memperkirakan bahwa kinerjanya akan memuaskan. Ternyata lendutan yang terjadi cukup besar. Ya, itu diperkirakan sistem sambungannya tidak terlalu kaku, perhatikan bautnya hanya satu untuk merangkainya. Apalagi bautnya baut biasa, sistem tumpu, maka ketika bekerja akan terjadi slip terlebih dahulu. Slip itulah sumber lendutan yang terukur pada lomba berikutnya. Ingat kondisi slip tidak akan terdeteksi meskipun anda menganalisis memakai program komputer canggih seperti Ansys atau Abaqus, apalagi kalau hanya pakai program SAP2000. Nggak akan kelihatan itu. He, he, SAP2000 belum segala-galanya lho, kalau ingin jadi engineer sejati.
Saya kira pengalaman seperti di atas akan meningkat engineering judgement para pesertanya. Jangan menyerah ya wong jogja. Tahun depan kembali lagi. Yang jelas, anda sudah mewakili Jogja lho. Hebat khan.
Team Universitas Indonesia
Sistem jembatan baja arch adalah sistem yang dipilih oleh team UI, cukup menarik juga ya. Perhatikan juga kostum pesertanya, kelihatannya seperti seragam terjun payung. Benar nggak sih. Tapi yang jelas masih mencerminkan warna almamaternya yaitu KUNING. Terlihat didekat tiang di pinggir, Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, selaku dosen pedamping dari team UI terlihat tersebut melihat kerja anak didiknya. Tumben bapak Profesor turun tangan sendiri, atau ini merupakan bukti nyata bagaimana perhatian guru terhadap muridnya. Kalau sekarang Profesor UI saja mau turun tangan sendiri, maka saya yakin para profesor yang lain tidak mau kalah untuk turun bertanding pada lomba berikut.
Ternyata proses erection jembatan model tidak berjalan mulus, strategi penggunaan launching nose tidak terlalu efektif, mungkin karena tidak kaku. Untuk mencegah kegagalan yang lebih parah, salah satu peserta menyebrang (kena penalti). Jadi dari point metode konstruksi tidak mendapat nilai. Yah, nggak apa-apa, dari segi kekuatan perlu dicoba, mungkin juga dari segi keindahan. Siapa tahu. 🙂
Akhirnya setelah dengan kerja sama team yang baik, dan berbagi tugas yang tepat, yaitu dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan, meskipun kena penalti (karena ada yang menyebrang), jembatan team UI berhasil dipasang dengan baik. Keren juga yah. Itu merah-biru-kuning, jika kuningnya diganti putih jadi kaya bendera perancis ya.
Prof Dr.Ir. Irwan KATILI berpose ria bersama calon-calon engineer UI yang ternyata mampu juga berperan sebagai tukang, karena selama ini yang paling banyak mendapat pelatihan khan otak bukan otot. Begitu khan Prof.
Bagaimanapun Prof. Katili adalah suhu penulis di bidang Finite Element, dan selama itu pelatihan yang paling banyak dilakukan adalah di belakang komputer dan kebanyakan hanya memakai otot-otot jari jemari. Jadi kalau disuruh mengangkat besi jembatan yang gede seperti itu, ya minta ampun deh.
Team Institut Teknologi Bandung
Jika jembatan UI terlihat besar, maka jembatan team ITB terlihat ramping sekali. Meskipun tampilan luar yang dipilih berbeda, tetapi yang jelas, dosen pendampingnya tidak mau kalah dibanding UI. Team ITB kali ini dibawah bimbingan Prof. Adang Surahman. Jadi sama-sama seru dong.
Akhirnya rampung sudah proses perakitan jembatan. Jozz … jozz .. jozz .. begitu mungkin teriakan yang ingin disampaikan dengan kepalan tangan, otot dan otak sama-sama kuat. Gitu khan.
Ternyata, batang tekan bagian atas tidak tertahan baik terhadap bahaya buckling. Jadi ketika dibebani dengan beban rencana batang tersebut mengalami tekuk. Padahal beban yang diberikan adalah beban kerja bukan beban ultimate. Jadi jembatan tersebut menurut pendapat saya sudah fail. Kondisi kerusakan seperti ini belum tercantum pada buku panduan, jadi bisa saja terjadi simpang siur pendapat. Tetapi yang jelas persyaratan lendutan maksimum L/800 itu adalah persyaratan beban kerja sehingga mestinya jembatan tidak mengalami deformasi yang berlebihan (kasat mata). Untunglah ini tikda menjadi perdebatan panjang lebar karena lendutan yang terbaca sudah melampaui lendutan yang diijinkan. Untuk mengantisipasi konflik di kemudian hari, klasul seperti kasus ini harus tercantum pada buku panduan.
Input Peserta Tentang Proses Penilaian
Selanjutnya perlu juga diungkapkan hal-hal yang mungkin menjadi ganjelan peserta yang diterima oleh para juri. Pada prinsipnya, karena jurinya independen maka semua keluh kesah peserta ditampung untuk kemudian didiskusikan bersama untuk mencari penyelesaiannya. Kata kuncinya adalah buku panduan dan dokumen proposal peserta yang diterima panitia, karena bagaimanapun itu adalah bukti tulis kesepakatan yang diterima oleh para peserta dan juri yang dapat dijadikan pegangan.
Adapun masalah-masalah yang penulis atau juri dengar dan menjadi bahan diskusi pada rapat dewan juri adalah :
- Tentang pemakaian bearing-pad. Ternyata ini menimbulkan persoalan, bagaimanapun bearing-pad semacam karet yang meskipun ini merupakan bearing pad yang sebenarnya, hasil usaha keras dari ibu Lanny Hidayat untuk meminta sponsor dari pabrik pembuat bearing pad. Tetapi karena mungkin detail tumpuan dari setiap peserta tidak sama maka dimungkinkan juga bagian detail tumpuan yang tajam jadi menghujam pada bearing tersebut, yang pada akhirnya memberi tambahan lendutan. Peserta melihat hal tersebut, satu-satunya jalan adalah menyalahkan panitia (dalam hal ini juri), mengapa pakai bearing dari karet. Bahkan meminta uji lagi dengan tanpa pakai bearing tersebut. Kondisi ini memang tidak menjadi bahan pemikiran para juri sebelumnya, merugikan peserta memang. Sekaligus juga membenarkan bahwa yang diukur oleh displacement secara keseluruhan : struktur dan bearing pad. Alasan yang disampaikan peserta memang logis dan dapat diterima, tetapi karena ini lomba, dan semua peserta yang lain juga memakai bearing pad yang sama maka jelas, jika mengulang lomba maka pasti peserta lain akan protes. Dengan pertimbangan bahwa informasi pemakaian bearing pad sudah diinformasikan lama pada buku panduan maka strategi peserta agar detail tumpuan tidak menghujam ke bearing pad menjadi suatu keunggulan. Dengan demikian fakta protes hanya menjadi masukan untuk perlombaan jembatan baja, yaitu bahwa panitia menyediakan pelat tambahan diatas bearing pad, dengan asumsi bahwa beban untuk baja jelas lebih besar yaitu lebih dari 2x -nya.
- Tentang pencatatan displacement. Pada buku panduan belum ada ketentuan lama pembacaan. Pada kenyataan mungkin karena kondisi detail jembatannya atau mungkin juga karena efek bearing pad. Ternyata penurunan mengalami penurunan lagi dengan berjalannya waktu, dalam prakteknya memang pembacaan ditunggu sampai stabil, tetapi karena lomba, dengan waktu yang terbatas maka pada akhirnya disepakai bahwa pembacaan setelah 1 menit berjalan, artinya segera dilakukan pembacaan.
- Ada keraguan dari peserta lain tentang berat sendiri jembatan. Ini dimungkinkan karena ada yang ditimbang pada malam hari, karena waktunya yang mepet. Mungkin lain kali, harus ada saksi dari peserta lain agar tidak timbul keraguan adanya kecurangan dari panitia.
itu dulu ya, laporan dilanjutkan hari kamis, waktu sudah siang harus siap-siap ke luar kota.
Link terkait :
- Official KJI 2008 – Politeknik Negeri Jakarta, Kampus Depok
- KJI 2008 diharapkan Lahirkan Paten Bidang Rancang Jembatan – Berita Depdiknas
- persiapan KJI-4
- kompetisi jembatan (model) indonesia 4
- Kompetisi Jembatan Indonesia 2008 – Yosafat report
Tinggalkan komentar