Siapa sih yang tidak tahu arsitek ? Saya yakin, orang awam akan lebih banyak tahu tentang arsitek daripada apa yang disebut sebagai structural engineer. Benar khan.
Arsitek selalu dikonotasikan sebagai perencana bangunan gedung. Jadi kalau ada gedung megah, atau gedung tinggi, maka yang menjadi pertanyaan pertama masyarakat awam adalah “siapa sih arsiteknya“. Contoh sederhana, Wisma Dharmala di jalan Sudirman Jakarta, orang awam mungkin masih ingat bahwa arsiteknya adalah Paul Rudolph, dia yang membuat gagasan gedung tinggi berkarakter ‘lokal’ tersebut. Tetapi adakah yang tahu, siapa perencana strukturnya (structural engineer-nya). Nggak banyak yang tahu bukan.
Untuk itu bolehlah saya beritahu, structural engineer-nya adalah engineer-enginer dari PT. Wiratman & Associates, Jakarta. Saya ingat bahwa salah satu penyelesaian permasalahan design dengan prestressed di gedung tersebut dijadikan thesis oleh bapak Steffie Tumilar untuk memperoleh gelar M.Eng dibawah bimbingan Prof. Lee Seng Lip , dari NUS, Singapore. Pasti orang kebanyakan, nggak banyak tahu tentang hal tersebut, kecuali yang punya sejarah dekat dengan PT W&A atau dengan bapak Steffie sendiri.
Jika ternyata ada engineer-enginer yang juga bekerja dalam suatu perencanaan gedung, maka apa tugas para arsitek di sana ?
Perencanaan bangunan gedung, apalagi high-rise, merupakan suatu perencanaan yang kompleks karena menyangkut investasi dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu semua aspek sebaiknya perlu ditinjau atau diperhitungkan dengan baik. Aspek keamanan gedung tersebut terhadap bahaya gempa, merupakan suatu hal yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Profesional yang menangani hal tersebut adalah structural engineer, aspek kelistrikan, termasuk kesiapan lift untuk mengangkut penghuni untuk berpindah dari satu lantai ke lantai yang lain, juga lampu penerangan maka akan ditangani oleh mechanical & electrical engineer. Selanjutnya aspek yang berkaitan dengan interaksi dengan manusia, seperti fungsi ruang, kesan keindahan, kemegahan atau apa-apa yang menjadi keinginan pemilik atau pemakai gedung itu nantinya adalah menjadi tanggung jawab arsitek. O ya, untuk aspek ruang dalam, jika diperlukan maka dapat juga mengajak orang-orang interior design untuk menanganinya, misalnya ruang hotel dsb-nya.
Jadi karena arsitek dianggap orang yang memahami paling banyak keinginan pemilik bangunan maka dialah yang diangkat sebagai koordinator perencanaan, sehingga diharapkan bahwa semua team yang terlibat dapat menerjemahkan dengan tepat apa yang menjadi kemauan pemilik untuk membangun gedung tersebut. Tugas arsitek jugalah yang memastikan bahwa apa yang menjadi kemauan pemilik bangunan tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Selanjutnya arsiteklah yang menerjemahkan item-item pekerjaan untuk dibagikan kepada team perencana lain. Tentunya semuanya itu dalam koridor budget yang telah ditetapkan oleh owner. Tugas arsiteklah yang menentukan, mana yang dapat dikurangi untuk menyesuaikan dengan budget, atau juga menyakinkan owner bahwa budget perlu ditambahkan.
Itulah pekerjaan utama arsitek. Selanjutnya lalu apa yang perlu dipelajari untuk menjadi arsitek itu.
He, he menginterprestasikan mata kuliah atau keahlian apa yang diperlukan untuk menjadi arsitek memang menarik. Kadang-kadang antara satu perguruan dengan yang lainnya bisa berbeda. Ada yang berpendapat bahwa yang penting adalah strategi menerjemahkan kemauan client dari abstrak ke real, itu yang paling penting. Oleh karena itu kemampuan mengungkapkannya dalam bentuk gambar (skecth) atau juga maket adalah sangat penting. Rasanya semua jurusan pasti mengamini tentang hal tersebut. Tetapi tentang perlunya pemahaman perilaku struktur, yang berupa gaya-gaya yang bekerja atau deformasi yang terjadi, masih banyak yang tidak sependapat. Memang sih, itu berkaitan dengan analisa struktur, yang bagi orang yang berlatar belakang eksakpun kadang-kadang masih sulit, apalagi para calon arsitek yang menerima baik eksak maupun non-eksak untuk mahasiswa-mahasiswanya. Jadi ada juga jurusan arsitek yang benar-benar tidak mengajarkan tentang analisa struktur. Kalaupun ada, itupun hanya memberi gambaran sepintas saja.
Dengan latar belakang pemahaman seperti itu, maka terus terang saya agak terkesima dengan komentar tertulis yang masuk pada blog ini, yaitu dari sdr. Zulviqa, perhatikan :
Saya Zulviqa, mahasiswa Arsitektur Brawijaya Malang. Sekarang saya sedang menempuh skripsi dengan judul “Pondasi rakit sebagai Alternatif elemen struktur pada rumah tinggal sederhana (Perumahan Type 36 m2)”.
Saya minta pendapat, penjelasan dan gambaran awal Pak Wir.
Menurut saya, pondasi rakit ini layak digunakan pada rumah tinggal, namun kenyataan di lapangan jarang kita temui (bahkan sangat jarang). Saya pernah temukan pada sebuah rumah di komplek perumahan sederhana, tapi entah kenapa saya langsung berpikir bahwa penggunaan pondasi ini disebabkan oleh “permainan” pengembang.
Jika yang menanya itu seorang civil engineer, atau mahasiswanya, maka jelas apa yang ada dipikiran langsung bisa dituliskan, wong sealiran gitu. Maksudnya latar belakang disiplin ilmunya sama. Tapi ini yang tanya seorang calon arsitek, saya khan nggak tahu, apa yang mereka pelajari tentang aliran gaya-gaya suatu struktur sampai pondasinya. Apakah mereka tahu tentang cara-cara Analisa Struktur, dsb-nya.
Jika mengacu pada pendapat saya di atas, bahwa arsitek berfokus bagaimana menerjemahkan keinginan owner, maka sistem pondasi yang bangunannya setelah jadi tidak kelihatan, tentu tidak menjadi fokus utama sang arsitek. Biarlah itu menjadi tanggung jawab dari structural engineer bersama-sama dengan geotechnical engineering untuk menanganinya.
Jadi, kalau topik tersebut (pondasi rakit) akan dijadikan topik penulisan skripsi oleh seorang arsitek, maka hal-hal apa yang menjadi pembahasannya. Apakah itu berkaitan dengan strategi pelaksanaannya, atau strategi perencanaannya, atau apa. Paling banter, itu dikaitkan dengan besarnya biaya yang diperlukan untuk pelaksanannya, karena itu menyangkut kepentingannya dengan owner, yaitu mempertanggung-jawabkan cost yang dikeluarkan untuk bangunan tersebut.
Jika dari kaca mata teknik sipil, pondasi rakit adalah tidak beda dengan sistem pondasi dangkal pada umumnya. Hanya karena bebannya besar, atau karena daya dukung tanah kecil, sehingga permukaan pelat pondasi di bawah kolom-kolom cukup besar sehingga saling overlapping, sehingga lebih baik jika disatukan saja. Karena menyatu, maka distribusi gaya-gaya pada pelat berbeda, itulah masalah yang perlu dipecahkan oleh structural engineer. Adanya program SAFE jelas mempermudah penyelesaian masalah tersebut.
Resiko tanah untuk mengalami deformasi jangka panjang, juga perlu mendapat perhatian untuk perencanaan pondasi rakit.
Karena dikaitkan dengan besarnya gaya-gaya, yaitu perlu luasan bidang pondasi yang lebih luas dibanding pondasi setempat, maka jelaslah bahwa pemakaiannya untuk rumah tinggal atau bangunan-bangunan ringan adalah sangat jarang. Biasanya pondasi setempat sudah mencukupi. Tetapi mungkin juga karena kondisi tanah dibawahnya yang jelek banget, jika itu terjadi, maka penggunaan mini-pile mungkin jelas lebih gampang dan lebih menyakinkan karena mempunyai kinerja yang lebih baik terhadap differential settlement. Bagaimanapun mini-pile dapat dimasukkan sebagai pondasi dalam, yang jelas performasinya lebih baik dibanding pondasi dangkal.
Pak Wir, anda ngomong dengan arsitek lho, emangnya “dong” ?
O ya, lupa. Nggak perlu detail ya. Intinya, untuk memahami penjelasan di atas maka minimal anda juga telah mendapat pemahaman tentang analisa struktur, mekanika tanah yang mempelajari sifat-sifat tanah, mana tanah yang cenderung mengalami settlement atau tidak, juga teknik pondasi yang bercerita tentang pondasi dalam dan pondasi dangkal. O ya, tidak lupa, karena pondasi rakit dibuat memakai beton bertulang, maka tentu saja mata kuliah struktur beton minimal juga tahu. Apakah hal-hal tersebut anda pelajari sewaktu kuliah di jurusan arsitek ?
Jika ternyata ada juga arsitek yang belajar pondasi, maka sebenarnya yang benar arsitek itu belajar apa sih. Apa sampai juga pembahasan pondasi rakit seperti di atas, bahkan untuk skripsi-nya juga. Itu khan overlapping dengan sipil.
Punya pendapat lain?
Tinggalkan komentar