Ada beberapa mahasiswa UPH yang mengambil program dual-degree, International Civil Engineering Management, kerja sama dengan Hanze University Groningen di Belanda. Pada program tersebut, mahasiswa UPH selama semester 6 dan 7, yaitu satu tahun, belajar di sana (Groningen Belanda). Selain UPH, universitas lain di Indonesia yang melakukan kerja sama dengan Hanze ada beberapa, yaitu Universitas Trisakti (Jakarta), UNPAR (Bandung) dan PETRA (Surabaya).
Program tersebut merupakan opsi lain dari kurikulum pendidikan yang diberikan di Jurusan Teknik Sipil UPH. Disebut opsi, karena pilihan saja, untuk mengikutinya perlu biaya khusus, yang berbeda dengan reguler. Oleh karena itu, tidak pada setiap angkatan ada mahasiswa yang tertarik mengikutinya. Setelah lama kosong, ternyata tahun ini cukup banyak mahasiswa yang tertarik mengikuti program tersebut, salah satunya adalah Ardhika.
Meskipun sudah di negeri keju, Ardhika ketika ada yang mau ditanyakan, ternyata lebih suka tanya dosennya di Indonesia. Coba perhatikan emailnya berikut.
Selamat malam Pak WIr, apa kabar ?Pak, mau nanya nih, kelebihan dari hammering pile itu apa ya ? Soalnya kami dapat project buat bangun underground parking gt. trus musti tentuin metode pondasinya. Jadi perlu tahu keuntungan dan kekurangannya gitu.
Makasih banyak Pak Wir.GBU.regards,
ardyka
Itulah dampak internet, karena tersedia email maka bertanya via email ternyata lebih mudah daripada harus ke dosen barunya di Groningen. Begitu ya Ardhika. 🙂
Tetapi adanya email tersebut pada satu sisi lain juga menunjukkan bahwa dosennya Ardhika yang di Indo masih mendapat kepercayaan, meskipun Ardhikanya sudah di Belanda. Nggak kalah gitu. He, he, he GR. 😉
Oleh karena itulah, maka dengan senang hati aku berusaha menjawabnya. Tapi di blog ini aja ya, sekaligus buat teman-teman yang lain yang mungkin memerlukannya, sekaligus kalau ada yang kurang tepat dapat dikoreksi atau menambahi jika ada ahli lain yang membacanya.
Untuk dapat menjawab secara tepat pertanyaan Ardhika, maka perlulah memahami arti istilah hammering pile, apakah itu sama dengan driven pile atau pile driver atau tiang pancang yang biasa kita kenal. Terus terang saya sendiri tidak familier dengan istilah tersebut.
Tidak ada pernyataan jelas yang menyebutkan bahwa hammering pile tidak sama dengan driven pile. Jadi dengan demikian, dianggap keduanya mengacu pada suatu sistem pondasi yang sama, yaitu pondasi yang pemasangannya dengan alat tekan/pukul atau pancang.
Jika mengaitkan istilah hammering pile dengan underground parking, maka itu tentu tidak saja membahas tentang pondasi, tetapi juga bisa dikaitkan dengan retaining wall, itu lho dinding penahan tanah. Padahal jika dinding penahan tanahnya adalah steel sheet pile, maka jelas satu-satunya cara pemasangannya adalah dengan hammer (pemukulan / penekanan).
Pemasangan steel-sheet-pile dengan vibro hammer
Saya kira pemakaian sheet-pile atau sistem penahan tanah kedap air di sana (Belanda) adalah mutlak khususnya untuk proyek underground seperti yang akan dibahas Ardhika. Dari sisi kecepatan maka jelas ini lebih menguntungkan jika dibanding cast-in-situ concreting system, seperti contiguous bore pile atau diaphragm walls. Ke dua sistem tersebut tidak memakai hammer tetapi auger untuk pelaksanaannya.
Pelaksanaan contiguous-bore-pile (Sumber : Land Transport Authority)
Pelaksanaan system diaphragm walls (sumber : Soletanche Bachy)
Bisa juga sih digunakan precast sheet pile, tetapi kalau masalah kekedapan terhadap air, rasanya steel sheet pile lebih baik karena interlocking-nya yang kuat dan presisi, dari besi baja sih buatnya.
Dari gambar juga terlihat bahwa steel-sheet-pile yang dipasang dengan hammer, mempunyai ketebalan yang relatif tipis, dan karena tidak ada tanah yang dibor ke luar jika memakai auger (mesin bor) maka jelas proyek yang memakai hammer relatif lebih bersih. Ini tentu faktor penting jika proyek yang dilaksanakan berada di daerah perkotaan atau ramai. Hal-hal seperti ini juga penting lho dipikirkan dan tidak hanya berkaitan dengan kekuatan dan kekakuan. Otomatis biaya yang diperlukan untuk pembersihan relatif lebih kecil.
Bising. Ini salah satu kelemahan jika digunakan metode pelaksanaan yang memakai hammer, yaitu relatif lebih bising. Apalagi jika memakai diesel hammer tipe impact. Nggak bisa tidur lho. Bayangin jika proyeknya dekat dengan tempat ibadah, misalnya mesjid. Jelas nggak bisa dilakukan pelaksanaan pada hari jumat, tahu khan. 🙂
Dalam perkembangannya, dibuat berbagai macam tipe hammer, selain terjadi peningkatan dari sisi efisiensi pemancangan, tetapi kebisingan yang dihasilkan berkurang. Type-type hammer yang ada sekarang antara lain adalah:
- impacting hammer (hidrolik atau diesel)
- vibrating hammer
- pressing device
Sistem yang terakhir memberikan tingkat kebisingan yang rendah. Tapi tentu kapasitasnya atau daya tekan yang dapat diberikan lebih rendah dari yang lain. Sistem ini juga efektif digunakan pada tanah yang terpadatkan, baik clay, sand atau gravel. Juga jika tidak mau terjadi getaran yang merusak kepada bangunan-bangunan disekitarnya.
Kita tadi telah membahas hammer untuk retaining wall. Selanjutnya kita akan membahas hammer pada pondasi. Pondasi dalam yang tidak memakai hammer , adalah pondasi tiang bor, untuk pelaksanaannya memakai auger atau mesin bor. Ini bentuk salah satu mesin bor yang cukup modern dari Hammer & Steel.
Selanjutnya, sistem pondasi dalam yang memakai hammer kita sebut tiang pancang, sedangkan yang pakai bor, kita sebut tiang bor saja. Untuk membahas perbedaan antara kedua jenis tersebut tentu perlu dipandang dari sudut mana dulu. Jika dari segi pelaksanaannnya maka perbedaan kira-kira sama jika diterapkan pada struktur retaining wall, misal dari segi kebisingan, getaran.
Jika dari sisi kekuatannya, maka tiang pancang dapat digolongkan sebagai displacement pile, dimana rekatan pada sepanjang tiang cukup efektif untuk diperhitungkan, sedangkan tiang bor termasuk sebagai non-displacement pile, rekatan disekeliling tiang kurang efektif. Bayangkan saja jika anda memasang paku pada kayu, bandingkan jika langsung di palu atau dibuat lobang dengan bor terlebih dahulu. Beda khan. Ya seperti itulah prinsipnya.
Jadi tiang pancang dapat secara efektif memanfaatkan end-bearing dan friksi, tentu saja ini tergantung dari jenis tanahnya bukan. Sedangkan tiang bor maka kekuatan utama didasarkan pada end-bearing. Jadi kalau tanah keras sangat jauh di bawah tanah atau bahkan tidak ada sama sekali tanah kerasnya (SPT > 40) sehingga hanya bisa memanfaatkan kekuatan lekat (friksi) tanah maka jelas sistem pondasi yang dapat digunakan adalah tiang pancang. Kalau memaksa memakai tiang bor, bisa-bisa hilang itu pondasinya masuk ke bawah karena berat sendirinya.
Sistem pondasi tiang pancang mempunyai keterbatasan, baik akibat dimensi tiangnya agar dapat diangkat, maupun kemampuan alat pancang itu sendiri dalam memancang tiang. Oleh karena itu pondasi tiang pancang ukuran dan kapasitasnya terbatas. Sehingga jika diperlukan suatu tiang pondasi dengan kapasitas besar maka dipilihlah pondasi tiang bor, karena kalau memakai tiang pancang diperlukan banyak tiang pancang sehingga pile-cap-nya juga besar (luas).
Pondasi tiang bor ber diameter besar
Dengan alasan itu pula (bebannya besar) maka pondasi tiang bor dipakai pada proyek jembatan Suramadu yang menghubungkan Jawa-Madura. Adapun tekniknya cukup baru juga yang mengadopsi peraturan Cina, yaitu memakai grouting pada dasar pondasi.
O ya, kadang-kadang diperlukan juga suatu pondasi dengan kemirangan, ini biasa dipakai di pelabuhan, sedangkan di proyek gedung sangat jarang. Jika itu diperlukan maka hal tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara pemancangan (pakai hammer).
Hammer untuk pemancangan miring.
Saya kira itu dulu cerita tentang hammering.
Ada juga beberapa link yang terkait, jika ingin tahu lebih banyak tentang pondasi tiang :
- Pile Foundation Design: A Student Guide
- FHWA Pile Driving Inspector’s Tutorial
- FHWA Pile Foundation Design Example
- Design of Pile Foundations
Jadi apakah pondasi tiang pancang atau pondasi tiang bor, kesemuanya memerlukan teknologi bantu khusus buatan barat (Eropa atau Amerika).
Tetapi jangan salah, tiada akar rotanpun jadi, di Asia, kalau tidak salah dari Thailand, saya menemukan ‘teknologi‘ padat karya untuk hammering pile yang cukup menarik.
Ini cocok dengan prinsip gotong royong lho. Lihat saja :
Tinggalkan komentar