Seperti biasa, komentar yang masuk cukup bervariasi. Salah satunya ini.
Sore Mr Wiryanto..boleh numpang nanya.. ?
saya menemukan suatu kasus dimana ada sebuah gedung yang sudah berumur +/-20 tahun, terjadi penurunan/lendutan pada tengah balok tepat di atas entrance (pintu masuknya).
agar pintu tetap bisa digunakan maka setiap kali pintunya seret (pintu kaca) maka mereka (pemilik gedung) membobok sisi bawah balok/bagian yang melendut tersebut sampai sekarang sudah terlihat tulangannya. memang bentang antar kolomnya sangat besar.
Nah, kira2 ada suggest pak ? terlebih lagi ada rencana untuk merubah fasade bangunan tersebut (pakai curtain wall)…
terima kasih
taufik
Suatu kasus yang menarik, apalagi ternyata masalah pak Taufik di atas juga telah dikirim ke milis dan telah banyak mendapat tanggapan, yang umumnya berupa resep “to the point”.
Oleh karena itu saya mencoba memberi suatu pemikiran yang berbeda, saya akan mencoba masuk pada falsafah permasalahan, baru kemudian mencoba mencari solusi. Moga-moga membantu.
Ada balok beton yang berumur 20 tahun melendut, tapi belum runtuh. Meskipun berperilaku daktail, tetapi adanya lendutan tersebut telah menunjukkan bahwa dengan konfigurasi beban yang ada, balok tersebut tidak berfungsi dengan baik. Apabila tidak diperhatikan dengan baik, yaitu dilakukan perawatan dan perbaikan, maka keruntuhan hanya masalah waktu saja. Moga-moga pada saat runtuh nanti, tidak ada orang dibawahnya. 😉
Bagi pengawas bangunan, hal tersebut patut diperhatikan, khususnya bila itu bangunan publik. Pemilik bangunan diberi pengertian. Bila tidak peduli, dan ternyata nanti menimbulkan bencana maka pemilik bangunan tersebut bisa dituntut. Bila karena alasan biaya belum ada, maka minimal perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengurangi resiko timbulnya bencana itu.
Seperti diketahui bahwa lendutan merupakan suatu indikasi ketidak-mampuan suatu struktur bekerja. Beton bertulang merupakan suatu struktur yang unik, meskipun balok pada umumnya bentuknya hanya persegi saja, tetapi kadang-kadang para perencana lupa, bahwa tidak hanya penulangannya memenuhi syarat, tetapi juga perlu memikirkan dimensi penampang yang dipilih, khususnya jika menghadapi bentang yang besar.
Kenapa ?
Karena dalam analisis strukturnya, inersia balok umumnya belum memperhitungkan crack. Adanya crack maka akan timbul redistribusi momen kelapangan. Sehingga ada kemungkinan, momen rencana dengan momen aktual yang terjadi berbeda. Selain itu, dengan bertambahnya waktu, maka beton desak bagian atas dapat mengalami creep, yaitu berdeformasi pada beban konstan dengan bertambahnya waktu. Pengaruh creep dapat dikurangi jika pada bagian desak dipasang tulangan desak yang mencukupi. Konsep yang terakhir ini khan biasanya tidak dipahami oleh engineer muda, yang hanya berpedoman pada perhitungan lentur penampang tunggal, dimana beton desak secara teori nggak perlu penulangan.
Oleh karena itulah, maka pada perencanaan balok bertulang untuk bentang besar maka harus cukup konservatif, pertama-tama haruslah dipilih dimensi yang cukup tinggi (ikuti ratio bentang dibanding tinggi sesuai persyaratan SNI untuk lendutan balok tanpa dihitung secara khusus), selanjutnya pastikan rasio rho tulangan terpasang tidak mepet. Biasanya saya ambil 0.3 – 0.4 rho balance.
Sekarang kembali ke masalah pak Taufik.
Balok melendut, artinya balok gagal terhadap beban yang diberikan (ini beban tetap atau vertkal). Selidiki, beban apa yang bekerja di atas balok tersebut, bisa nggak jika dikurangi, misalnya jika lantai maka beban mati tambahan dari finishing diganti dari ubin ke karpet. Dengan mengurangi beban yang bekerja maka jelas resiko keruntuhan akan berkurang. Mungkin akan lebih gampang kalau diatasnya adalah dinding penuh, karena kalau balok dibawahnya melendut maka dinding akan retak dan membentuk arch (pelengkung) beban disalurkan ke samping. Kalau ternyata, balok tersebut memikul sistem lantai, wah agak pelik juga, apalagi jika itu balok utama yang mendukung lantai.
Saya membaca pada milis, bahwa kerusakan seperti itu akan dapat diselesaikan dengan memberi sika carbon (Sika CarboDur® Carbon Fiber Reinforced Polymer Strip) di bawahnya. Memang sih, sika carbon tersebut banyak digunakan untuk perkuatan, khususnya jika akan ada penambahan beban baru. Dengan catatan bahwa strength yang menentukan, bukan stiffnes. Juga perlu dicatat, karena sika dipasangkan pada bagian tarik, maka beton desak tetap menerima tegangan yang sama, sehingga resiko adanya creep masih dapat terjadi. Jadi yang paling efektif perbaikan yang dikerjakan adalah menambah kekakuan balok tersebut.
Ada dua cara yang dapat digunakan, cara aktif dan cara pasif. Aktif adalah dengan memberi eksternal prestresed. Tapi cara ini juga beresiko, apalagi jika mutu beton rendah, maka bisa saja tambah rusak karena adanya gaya internal tambahan pada salah satu sisi penampang. Maka cara yang aman adalah cara pasif, yaitu memberi perkuatan tambahan di bawah balok tersebut.
Agar perkuatan tambahan tersebut dapat bekerja menerima beban-beban yang sedang bekerja, maka proses pemberian lawan lendut dengan mendongkrak (jacking) balok adalah mutlak. Karena jika tidak, maka perkuatan tersebut hanya efektif untuk beban baru tambahan, atau baru efektif jika balok yang lama sudah rusak. Jika tidak diberikan lawan lendut maka dalam perencanaannya maka perkuatan tambahan tersebut harus dihitung mandiri (beton lama tidak bekerja).
Jika beton lama dapat bekerja bersama-sama dengan beton baru atau struktur baja yang baru maka proses jacking (lawan lendut) harus dikerjakan terlebih dahulu. Hati-hati dalam merencanakan pendokrakan, jangan sampai merusak sistem yang ada.
Agar kesatuan antara struktur perkuatan yang baru dengan beton bertulang yang lama cukup baik, maka perkuatan yang umum di pakai adalah memakai beton tembak atau shotcrete atau gunite. Jadi nggak bisa seperti mengecor beton biasa. Lha jadi inget dulu di Padang, waktu mengevaluasi kantor semen padang yang kebakaran. Perbaikan juga pakai itu.
Pakai tambahan profil baja juga bisa, masalah yang utama adalah bagaimana menyatukan keduanya. Ini biasanya problemnya. Jika hanya dihitung mandiri, maka dengan memberi non-shrink-groute di antara profil dan beton sudah cukup, tetapi agar bekerja sebagai komposit maka interfacenya perlu dipikirkan dengan baik.
Tapi ingat, semua itu perlu jacking dulu ya.
Ya saya kira itu ide perbaikannya. Tapi ingat, kondisi di atas perlu dievaluasi dengan benar, karena umumnya harganya bisa lebih mahal dibanding mencor baru lagi. Proses retrofit jelas lebih rumit, mahal. Jadi setiap tindakan yang akan dikerjakan perlu dievaluasi plus dan minusnya dengan baik.
Tinggalkan komentar