Heran juga, masih ada juga yang gagal bangun jembatan. Padahal pendidikan teknik sipil di Indonesia ini khan udah mewabah, tiap ibukota propinsi kelihatannya udah ada lho perguruan tingginya. Bahkan saking banyaknya, bahkan sudah ada tempat belajar (perguruan tinggi) yang nggak dapet murid baru. Itu khan artinya tempat belajar dengan yang mau belajar sudah lebih banyak tempatnya. Peminat yang mau jadi insinyur sedikit karena di pasaran sudah dijumpai banyak insinyur sehingga harganya jadi kodian (digaji kecil). Jadi siapa yang mau ?

Jika insinyurnya udah kebanyakan, tetapi mengapa ya masih ada juga gagal membangun jembatan.Padahal tipe jembatan biasa, kalau nggak percaya ini contohnya yang baru saja terjadi.

beton4
Rubuhnya Jembatan di Mulyorejo Surabaya (sumber : detikSurabaya)

Jika melihat kejadian di atas, itu khan ironis sekali. Apa itu menunjukkan bahwa dunia pendidikan di sini tidak LINK and MATCH gitu. Menurut info, itu 20 m aja lho bentangnya, gimana kalau mau bikin yang 200 m . 🙂

Kenapa ya, koq begitu ?

Jika melihat sepintas, kelihatannya itu jembatan beton, hanya nggak tahu apakah itu beton bertulang atau beton pra-tegang. Kalau ternyata itu beton bertulang biasa, wah kebangetan sekali itu. Terus terang, aku sendiri sampai umur segini nggak berani lho bikin balok beton bertulang sampai bentang 20 m. Teoritisnya sih bisa, tapi praktisnya aku jarang menjumpai atau menemuinya. Kalau betul itu, wah kebangetan sekali itu perencanaannya. Itu mah salah diperencanaannya, terlalu berani. 😦

Tapi ah, dugaanku semoga salah. Moga-moga itu karena hal-hal yang lain, di luar kekuasaan manusia.

Tetapi yang jelas, itu sudah jatuh korban manusia. Semoga yang menjadi korban akibat kegagalan pelaksanaan jembatan tersebut, dosa-dosanya diampuni dan dapat diterima di sisi Tuhan yang Maha Esa, selain itu keluarga yang ditinggalkannya mendapat ketabahan, kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Amin

30 tanggapan untuk “masih ada juga yang ambrol !”

  1. aRdho Avatar

    mungkin aja biaya aslinya ditilep ama yg bikin tender hihihi

    Suka

  2. ~Mi~ Avatar

    Sedih liatnya, berpikir positif pak wir, sapa taw kontraktornya bukan lulusan teknik sipil, he3

    Suka

  3. pecinta surabaya Avatar

    manusia bisa belajar dari suatu peristiwa,
    jika memang demikian seharusnya
    pembangunan jembatan kembali,
    akan lebih baik.
    semoga

    Suka

  4. Antonius Tonni Kurniawan Avatar

    Kalo membaca dari koran jawapos, ada kemungkinan struktur jembatan tidak dihitung pembebanannya pada saat pelaksanaan. Karena info dari lapangan arus sungai beserta sampah2 cukup banyak(mengingat musim hujan) dan mengenai formwok/penyangga sementara. Sedangkan beton baru berumur 1 minggu.Jadi nggak kuat menahan beban arus sungai.

    Suka

  5. snydez Avatar

    faktor bahan bangunan yang dipake juga musti dilirik oom 🙂
    siapa tau pake kualitas abal abal (kena sunat jatah preman proyek)

    Suka

  6. Andreas Avatar
    Andreas

    Benar juga kata pak wir, balok bentang 2o m jika dipaksa untuk digunakan pasti besar sekali dimensinya. Tapi pada gambar balok nya tidak terlihat ya? Tapi kasus tersebut bisa jadi masukan juga untuk perencana yang baru-baru dalam memilih desain struktur yang cocok…

    Thanks pak wir untuk artikelnya.

    Suka

  7. preaxz Avatar

    Hmmm … jangankan yang proyek kecil begitu, proyek tol aja ambrol.

    Kalo dulu, harga dimarkup. Jadi meski markup, hasil tetep kuat

    Sekarang, harga dimarkup bestek dikurangi.
    Jadi duit melayang, barang hilang

    Huahahahaha

    DASAR!

    Suka

  8. omiyan Avatar
    omiyan

    hhmm yang harus kita pertanyakan adalah kompetensi dari perusahaan yang mengerjakan jembatan tersebut….karena saya melihat orang bisa aja bikin perusahaan dengan sfesikiasi sebagai jasa konstruksi tapi mereka sama sekali tidak punya pengalaman sama sekali dan emang tiu dia…terkadang ketebalan yang diharuskan dikurangi agar bisa mengambil untung lumayan

    dan jadinya ya ambruukkkk

    Suka

  9. romio Avatar
    romio

    seingatku , dulu juga pernah ada kasus jembatan ambrol di surabaya (jembatan medokan semampir), parah banget ya.

    Suka

  10. geblek Avatar

    semen di campur tanah kali yah 🙂

    Suka

  11. @zis Avatar
    @zis

    mo tanya pak wir, emang batas max bentang untuk beton bertulang berapa ? maklum saya masih mahasiswa semester 4 di UMMI sukabumi.

    Suka

  12. islammarket Avatar

    bukan. itu bahannya cuma tanah sama air.

    Suka

  13. masbadar Avatar

    sepertinya rangka konstruksinya aneh..
    *sok tahu*
    foto bagus tuh pak.. 😀

    Suka

  14. Denny Nurdin Avatar
    Denny Nurdin

    Kalo menurut saya sih, itu perencana dan pelaksana nya tidak menguasai ilmu teknik sipil sama sekali, dari gambar saya simpulkan itu bukan tidak menggunakan balok prategang, dilihat dari bentangnya yang 20 meter dengan slab sekitar 15 – 20 cm, balok anak setiap 2 -3 meter, tulangan yang terlihat di ujung juga paling menggunakan besi 13, kemungkinan dia mendesain sebagai slab satu arah. Kalo slab beton pra tegang juga rasanya nggak mungkin karena biaya akan sangat mahal dan bentuknya tidak seperti itu.

    Tapi yang tidak terlihat adalah pilar tengah jembatan, kalo memang tidak ada pilar di tengahnya berarti perhitungan mekanika nya juga pasti salah.
    kalo kita lihat langsung kesana saya yakin orang yang memiliki pengetahuan teknik sipil pasti akan langsung mengetahui penyebab terjadinya.

    Semoga peristiwa ini menjadi masukan yang berarti buat pengalaman kita.

    Suka

  15. sasonov Avatar

    Ini data yang pernah aku terima dari PT Waskita, sebelum bangunan dibangun.
    Total panjang jembatan adalah 30 m dengan pembagian 2 abutmen & 4 pilar di tengah. Jadi ada 5 span balok.
    Dimensi balok 40 cm x 90 cm, dengan tebal pelat 20 cm.
    Balok direncanakan sebagai balok konvensional, dengan tulangan bawah pada bentang tengah 5D22.
    Sebetulnya dulu akan diprecast, karena ada sesuatu hal,tidak jadi diprecast, dibuatlah balok konvensional cor ditempat.
    untuk gambar cadnya silahkan di download dilink ini
    http://www.4shared.com/file/76521319/c8df2c5c/HULUre.html
    semoga bisa menjadi pembelajaran kita.
    Secara design/perencanaan, balok tersebut tidak bermasalah, hanya pengetahuan sipil dilapangannya yang masih kurang.

    Wir’s responds : gambar CAD-nya kelihatannya bukan untuk jembatan di atas lho. Bentangnya hanya 5.1m.

    Suka

  16. Nurcahya Avatar

    Sepertinya, untuk bentang 20m, 25m, 30m, sudah ada jembatan standar [struktur atas]. Saya pernah melihat di suatu tempat [di kantor Dinas PU Riau, apa ya?]. Dari balok [girder] beton T biasa [non-prestress]. Mudah2an kalau ada yang punya, sudi berbagi disini.

    Suka

  17. M.Arief Avatar

    terima kasih pak sasono, saya udah lihat gambarnya, jadi bentanganya tiap 5 metr (dengan dimensi balok 40/70) ada kolom ya, hem kalo lihat dari konstruksinya sih sudah aman banget yah, apalagi hanya jembatan kecil untuk kendaraan kecil saja, perlu dicheck pelaksanaan dilapangannya kalo begitu……..

    Suka

  18. gagal maneng ! « The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] panjang, lebih dari 15 m maka berat sendiri menjadi faktor yang menentukan dalam pelaksanaannya. Belum lama di Surabaya, kita mendengar kabar jembatan ambrol, dan kelihatannya sampai sekarang masih ada korban pekerja […]

    Suka

  19. harjanto Avatar
    harjanto

    melihat data dan gambar dari Bp.Sasonov, sudah aman banget rasanya tuh jembatan, kontraktor sekelas Wakita mestinya juga ga akan membuat kesalahan fatal dlm pelaksanaan struktur atasnya. Umur beton baru 3 minggu, perancah bawah terbawa air banjir rasanya juga ga akan roboh jembatannya. Rasanya kegagalan pada pilar2 pendukung, pada design atau pelaksanaanya, hingga pilar terbawa air banjir sungai.

    Suka

  20. Pencari Fakta Avatar
    Pencari Fakta

    Dari rapat bersama antara LPJKD Jatim, ITS, Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas, Kontraktor, Ditjen Cipta Karya Pusat, Dinas Kimpraswil Provinsi Jatim, disimpulkan bahwa kesalahan mutlak ada pada Konsultan Perencana.

    Mereka melakukan kesalahan dalam perhitungan statika dan mekanika tekniknya, terbaliknya antara pembilang dan penyebut. Asumsi perletakan yang juga keliru, semestinya perletakan sendi-sendi, dihitung dan digambar menjadi sendi-rol. Juga mereka tidak memiliki Bridge Engineer yang berpengalaman baik dalam perhitungan maupun dalam menggambar tekniknya. Yang disuruh menghitung malah Junior Structure Engineer, yang sama sekali tidak tahu dan mengerti menghitung konstruksi jembatan.

    Nilai jembatan kurang lebih Rp. 532 juta (2,13% dari jumlah total keseluruhan pekerjaan), jembatan penyeberangan itu dibangun atas permintaan masyarakat sekitar sebagai sarana pengganti jembatan kayu yang diswadaya mereka sendiri untuk jalan menuju masjid atau ke tujuan lainnya. Tiga orang pekerja saat itu memang membersihkan sampah-sampah di bawah jembatan saat hujan deras sekitar pukul 20:00 BBWI. Tidak ada perintah lembur dari siapapun dan Konsultan Pengawas tidak menerima Surat Ijin Lembur dari Kontraktor.

    Itulah sebenarnya yang terjadi

    Suka

  21. Richard S Avatar
    Richard S

    sendi-sendi ama sendi – rol bukannya beda dikit ya, bahkan klo gada gaya lateral / geser jadi malah ga beda sama sekali.

    dan mestinya klo design nya pake sendi – rol. terus aplikasi realnya sendi-sendi jadi lebih kuat donk (overall performance naik).

    mohon pencerahannya.

    *dari orang yang ga ngerti jembatan*

    Suka

  22. M.Arief Avatar

    membaca penjelasan dari pencari fakta, ada hal yang menarik, biasanya jembatan itu dipersiapkan untuk menerima daya rem dari kendaraan, hal ini akan memberikan gaya horizontal pada girder dijembatan, sehingga apabila jembatan itu didesin dengan menggunakan sendi jembatan ini diasumsikan juga menahan daya horizontal tersebut, sementara pada umumnya jembatan didesin dengan menggunakan perletakan rol sehingga tidak terjepit sempurna, memberikan ruang gerak bagi jembatan, dan gaya rem yang terjadi diterima sepenuhnya oleh sendi jepit yang 1 nya. harap dapat diberi masukan terima kasih

    Suka

  23. sasonov Avatar

    Data dari Pencari Fakta memang bagus, lebih bagus lagi kalo hitungannya yang salah bisa ditunjukan sama temen2 disini yang masih awam. terima kasih

    Suka

  24. wir Avatar
    wir

    Ada beberapa pernyataan teknis yang mungkin perlu klarifikasi ! Keraguan sdr. Richard tentang masalah penyebab kegagalan sebagaimana yang diungkap oleh Pencari Fakta, saya kira ada benarnya.

    Untuk gelagar balok horizontal, simple beam, satu bentang (statis tertentu), maka pengaruh pemodelan sebagai sendi-sendi atau sendi rol adalah tidak signifikan, khususnya terhadap beban vertikal (berat sendiri struktur).

    Dari pernyataan yang diperoleh oleh pencari fakta di atas, saya jadi kuatir, bahwa yang tidak tahu bukan hanya pelaksana (perencana) saja, tetapi juga yang dipanggil untuk mengevaluasi kegagalan jembatan tersebut.

    Moga-moga, pernyataan yang disampaikan pencari fakta di atas adalah tidak seperti itu, mungkin akibat salah dengar. 😉

    Suka

  25. Nowo Avatar
    Nowo

    Dear all,

    Mungkin dalam perencanaan atau pelaksanaan tidak memperhitungkan asumsi tahap construction, dimana umur beton belom mencapai kekuatan sebenarnya.
    Jadi ketika ada beban luar yg lumayan besar….abutmentnya ridak kuat…atau tidak kuat menahan beban sendiri……

    Kadang perencana dituntut seoptimum mungkin…jadi safety factornya minim sekali.

    Suka

  26. Pencari Fakta Avatar
    Pencari Fakta

    Yth. Pak Wir.

    Bapak boleh meragukan keterangan saya, namun saya dengar sendiri dari Konsultan Perencana bahwa dengan secara sadar dan bijaksana, mereka (konsultan perencana) telah mengakui kesalahan perhitungan (terbaliknya pembilang dan penyebut) dan asumsi perletakan pada jembatan penyeberangan tersebut.

    Untuk lebih jelas dan gamblang tentang runtuhnya jembatan tersebut, silakan mengubungi ITS Surabaya dengan Prof. Dr. Ir. IGP Raka dan Dr. Ir. Mudji Irmawan, MSc yang mana mereka berdua ikut hadir dalam rapat dengar pendapat dari para komponen pembangunan jembatan.

    Terima kasih.

    Suka

  27. Andreas Triwiyono Avatar

    Saya dengar jemb tsb dirancang tipe jembatan beton lengkung dng perletakan sendi-sendi, namun di lap dikerjakan dengan perletakan rubber bearing.

    Kita tahu, str lengkung dng perletakan sendi akan dominan menerima tekan, tentu saja tergantung dari bentuk lengkungnya. Bahan beton meskipun tulangannya minim sangat baik memikul beban tekan. Jika berubah jadi perletakan rubber yang bisa bergeser arah horisontal/longitudinal, maka akan berperilaku seperti rol, balok jadinya harus menahan lentur. Jika dimensi dan tulangannya tdk cukup menahan lentur pasti akan gagal.

    Hal ini akan berperilaku seperti orang berdiri dengan kaki bawah terbuka ke samping dengan lantai licin (masa konstruksi diandaikan orangnya baru sembuh dari sakit dlm masa penyembuhan). Tiba-tiba anaknya minta gendong, kaki akan terpeleset membuka ke samping, jatuhlah orang tadi dengan krn sendi-sendi pd kaki hanya kuat memikul tekan, tidak kuat memikul lentur.

    Suka

  28. wir Avatar
    wir

    kepada Bapak Andreas Triwiyono

    Sebelumnya diucapkan selamat Natal dan Tahun Baru, semoga tahun baru ini Bapak dilimpahi berkat dan perlindungan-Nya. Amin.

    Terima kasih atas komentar penjelasan yang pak Andreas berikan, jika demikian memang itu adalah kesalahan perencana, karena dihitung sebagai sendi-sendi, tetapi digambar dan dilaksanakan dengan rubber bearing-rubber bearing yang bekerja nantinya sebagai sendi-rol.

    Mas Andreas, jika demikian adanya, kayaknya kita para pendidik harus lebih keras lagi dalam bekerja agar anak didik kita tidak mengalami kejadian seperti ini lagi.

    Sukses selalu untuk teman-teman di UGM

    Suka

  29. Richard S Avatar
    Richard S

    ouw, jadi terbalik. di design dengan sendi-sendi (dan itupun salah karena pembilang dan penyebut terbalik) dan ternyata di lapangan instalasi jadi sendi-rol?

    klo kayak gini jadi lebih jelas, ma kasih pak andreas. 😀

    Suka

  30. harjanto Avatar
    harjanto

    Saya baca di harian Surabaya Post hari ini tgl 25 Januari 2009, polisi telah menetapkan rekanan perencana CV Tirta Adi Nugraha sebagai tersangka dalam kasus robohnya jembatan beton di Mulyorejo.

    Ditulis kalau Bpk. Ir. Mudji Irmawan , saksi ahli konstruksi dari I.T.S, memberikan contoh sbb, kalau tulangan seharusnya jumlahnya 28, dalam perhitungan perencana hanya 7.

    Beberapa waktu yg lalu dalam blog ini, Bpk. Sasonov menyertakan gambar jembatan tsb lengkap dng gambar tulangan yg tampaknya sudah cukup banyak.

    Kemudian Sdr. Pencari fakta menyebutkan kalau perencana ada kesalahan dalam perhitungan, yaitu terbaliknya pembilang dan penyebut.

    Bpk. Ir. Andreas Triwiyono mendapat informasi kalau design perencana adalah jembatan beton lengkung dng perletakan sendi – sendi, tetapi dalam pelaksanaannya dipakai rubber bearing, sehingga berakibat fatal.

    Sepertinya penjelasan/data di atas masih belum match satu sama lain.

    Seandainya ada diantara pengunjung blognya Pak Wir ini yang mempunyai gambar pelaksanaan jembatan tsb dan berkenan utk memberikan datanya di sini, rasanya akan banyak rekan2 yang tertarik untuk memberikan pendapat/analisa sehingga kita semua dapat saling belajar dan mengambil hikmah dari musibah ini , semoga kesalahan semacam ini tidak terjadi lagi.

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com