Gedung roboh pasti jarang deh dengarnya, kalaupun ada biasanya karena ada gempa. Itu dapat dimaklumi, bentangnya relatif pendek-pendek, jadi terhadap pembebanan tetap tidak terlalu kritis. Beda dengan jembatan, karena bentangnya panjang, lebih dari 15 m maka berat sendiri menjadi faktor yang menentukan dalam pelaksanaannya. Belum lama di Surabaya, kita mendengar kabar jembatan ambrol, dan kelihatannya sampai sekarang masih ada korban pekerja yang tertimbun di bawahnya.
Belum reda berita tentang jembatan ambrol tempo hari, sekarang ada kabar lagi. Juga di Surabaya yang baru saja kena hujan angin yang gede, saat ini yang heboh adalah papan reklame yang roboh. Kalau tidak salah sampai menimpa seseorang pengendara di bawahnya. Maklum, papan reklame memang sengaja di pasang di daerah yang sering dilewati orang (ramai). Jadi jika sampai roboh maka resiko jatuh korban akan besar.
Papan Reklame JW Marriot Surabaya (Sumber : Kompas 16-12-2008)
Kenapa koq sering terjadi kecelakaan seperti di atas, apakah karena anginnya yang besar atau apa ?
Coba perhatikan foto di atas, struktur papan reklame tersebut terlihat roboh, tapi kelihatan masih utuh seperti tercerabut dari pondasinya.
Itu memang dapat dimaklumi, papan reklame umumnya hanya terdiri dari panel bidang gambar dan struktur rangka, sehingga relatif ringan dibanding jembatan atau bangunan gedung. Oleh karena itu struktur papan reklame relatif lebih tahan gempa, karena ringan dan daktail karena umumnya terbuat dari baja yang bersifat elastis, dibanding yang dibikin dari struktur beton bertulang.
Tetapi karena ringan dan mempunyai bidang yang luas (tempat menampilkan reklame) maka struktur semacam itu sangat peka terhadap bahaya angin, apalagi jika disertai hujan deras. Hujan deras dan angin dari samping memberi tambahan massa yang menerpa bidang papan reklame tersebut. Selain itu, agar tampilan papan reklame tampak dari jauh maka umumnya dibuat tinggi menjulang. Sehingga gabungan antara h (tinggi) dan P (tekanan pada bidang reklame) menyebabkan gaya reaksi pada pondasi yang cukup besar. Apalagi tiang penyangga papan reklame umumnya adalah kantilever pada salah satu sisi (itu jika ada dua tiang) atau bahkan kantilever di semua arah (tiang tunggal) maka pada pondasi tiang tersebut menimbulkan momen yang besar. Pemilihan tiang kantilever agar penempatan papan reklame bisa lebih mudah. Adanya momen yang besar menyebabkan detail hubungan tiang dan pondasi cukup kritis. Bayangkan saja, pondasinya mestinya adalah blok beton, yang dipasang jauh hari sebelum tiang penyangga datang. Agar tidak terguling biasanya perlu massa berat pondasi yang mencukupi, saya jarang yang melihat pakai pondasi tiang.
Selanjutnya jika pondasinya bagus maka masalah yang timbul adalah hubungan atau detail sambungan tiang terhadap pondasinya. Kalau hanya terhadap berat sendiri dan tidak ada eksentrisitas maka angkur penghubung dapat ditanam secukupnya, tetapi karena ada momen yang begitu besar tersebut maka pengangkuran dan detail angkur dan tiang perlu didesain dengan baik.
Siapa pak Wir yang bertanggung jawab terhadap detail tersebut ?
Ya jelas dong, si insinyur sipil, tepatnya structural engineer (insinyur struktur).
Jadi kalau begitu, pada kejadian di atas, si insinyur tersebut yang salah pak ?
Belum tentu lho, karena orang awam melihat bahwa tukang las biasa bisa membangun papan reklame maka bisa juga struktur yang roboh tersebut belum pernah disentuh oleh insinyur. Oleh tukang sih jelas, siapa lagi yang bangun kalau tidak tukang, karena insinyur saja belum tentu berani naik jauh tinggi di struktur papan reklame tersebut.
Dugaan tersebut memungkinkan lho, karena bisa-bisa owner melihat bahwa struktur papan reklame adalah struktur sederhana dan tukang dapat dengan cepat membangunnya. Maka dengan tujuan mendapatkan konstruksi yang murah dan meriah maka insinyur tidak diajak membangunnya. Nggak mau rugi.;)
Jadi ada baiknya, setiap pembangunan papan reklame perlu didukung suatu perencanaan yang baik, akan lebih baik lagi jika perencanaan tersebut kemudian di review oleh insinyur lain untuk mengevaluasi apakah struktur yang ada sudah ok. Ini penting lho, karena bentuk dan ukuran papan reklame bisa bervariasi cukup banyak, sehingga bisa saja diwujudkan papan reklame yang aneh tetapi nyata.
Yang mereview siapa ?
Ya orang yang profesional atau menggeluti betul bidang tersebut. Itu khan banyak, misalnya yang ngaku ahli struktur yang ngajar di perguruan-perguruan tinggi. Itu khan dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan review perencanaan-perencanaan yang ada. Karena struktur papan reklame relatif kecil maka mestinya tidak diperlukan waktu yang cukup lama bagi proses review tersebut.
Intinya, agar tidak sering terjadi kecelakaan yang membahayakan umum maka profesi structural engineer yang ada di Indonesia ini perlu dimanfaatkan secara optimal. Jangan hanya karena tukang las aja sudah bisa bikin, maka engineer nggak perlu lagi. Kalau terus menerus seperti itu, maka kejadian seperti gambar di atas akan terus berulang. Saya yakin, jika para structural engineer tersebut dihargai profesinya maka mereka akan menjaga betul reputasinya, dan berusaha mencegah terjadinya keruntuhan struktur tersebut. Kalau sampai gagal itu khan reputasinya yang akan jatuh.
Tapi ingat, agar profesional maka penghargaannya juga profesional juga lho. 😉
Tinggalkan komentar