Setiap profesi pasti punya konsekuensi yang mengandung resiko jika diambil. Semakin besar resiko yang harus ditanggung maka umumnya semakin mahal itu profesi tersebut.

Jadi sebenarnya yang membuat suatu profesi itu berharga adalah keberanian menanggung resiko dan mempertanggung-jawabkan bahwa apa yang dinyatakan adalah benar, dan itu dapat dibuktikan tentunya.

Jadi dengan dasar pemikiran seperti itu maka saya kira komentar sdr frist berikut patut ditanggapi.

frist // Januari 27, 2009 pada 9:02 am

Salam kenal pak wir…
Saya alumni teknik sipil yg kebetulan dapat rezeki, lokasi kerjanya di pedalaman hutan kalimantan he. he.. Dengan segala keterbatasan yang ada, perencanaan superstructure dapat saya atasi dan kesulitan muncul pada perencanaan substructure. Di lokasi sangat sulit sekali untuk mendapatkan data-data tanah semisal c (kohesi) dan teta (sudut geser) tanah, sedangkan data-data tersebut sangat diperlukan dalam perencanaan pondasi dangkal “saya tanya sama tarzan dia malah geleng2 kepala..wakakak..”, mending tanya sama pak wir aja ya……

Pertanyaan :

  1. Jika pak wir pada posisi saya, apa yang bapak lakukan ????
  2. Apakah ada litelatur yg dapat saya gunakan dalam menentukan c dan teta tanah hanya dengan melihat jenis tanahnya saja, misalkan untuk tanah clay nilai c berkisar antara x-y dan teta berkisar antara x-z????

Arigato gozaimasu

Pertanyaan saudara first menarik, ini biasanya timbul karena ada keraguan dalam memutus sesuatu, yang dikarenakan ada sesuatu yang belum dimengerti, tetapi takut mengatakannya karena kalau sampai diketahui orang lain maka ditakutkan pekerjaannya hilang. Gimana lagi, apalagi saat ini khan lagi jaman krisis. Bisa nganggur. Benar khan. Hayo jujur.

Kenapa saya mengawali dengan pernyataan seperti itu. Harapan anda khan seharusnya saya langsung memberi solusi. Sorry, jangan kecewa, baca terus nasehat saya.

Kecuali pemahaman di atas, yang namanya profesional adalah orang yang tahu (yakin) akan apa-apa yang menjadi kompetensinya dan apa-apa yang tidak. Jika ternyata itu bukan kompetensinya, maka seorang profesional berani menyatakannya dan dapat dengan rela menyampaikan jika dia tahu bahwa ada orang lain yang lebih ahli tentangnya. Contoh sederhana tentang hal tersebut adalah di bidang kedokteran, untuk urusan potong-memotong adalah dokter bedah, untuk urusan ibu melahirkan adalah dokter ahli kandungan, untuk urusan gigi maka ke dokter gigi. Diantara masing-masing dokter tadi tidak mau (tidak berani) masuk pada keahlian yang berbeda. Itu merupakan contoh profesional. Jadi jangan dibingungkan dng istilah tinju pro dan tinju amatir. Ok ?

Seorang profesional tidak berarti dia bisa segala-galanya. Dia bisa bersikap menolak pada pekerjaan yang memang bukan kompetensinya.

Lha di sini masalahnya, sdr first merasa semua masalah harus dapat dituntaskan. Apakah seperti itu seharusnya ?

Kalau bisa, memang bagus sih. Tapi kalau tidak, keinginan untuk menyelesaikan akan berbahaya, karena mengandung resiko. Bisa menimbulkan kerugian, mulai dari yang ringan sampai yang berat, mulai dari materi sampai bisa-bisa jatuh korban, nyawa. Itu perlu dipikirkan semua.

Dalam pemikiran tersebut, posisi dimana sdr first berada juga menentukan, sebagai apa dia disana. Sebagai owner, sebagai kontraktor, sebagai konsultan perencana maka tentu setiap tindakan akan berbeda-beda.

Jika anda sebagai konsultan (kelihatannya posisi anda seperti itu, karena melakukan perencanaan) maka tugas anda harus profesional. Apakah memang anda mempunyai kompetensi untuk merencana semuanya ?

Lha disinilah anda harus berani bersikap. Ingat, tidak tahu itu bukan sesuatu yang memalukan. Jika anda berani menyatakan tidak tahu, dan berusaha untuk menjadi tahu dari ketidak-tahuan tersebut. Maka saya yakin masa depan anda akan baik, karena ada proses perubahan / pertumbuhan. Sedangkan, jika sebenarnya anda tidak tahu, tetapi menyatakan tahu tanpa peduli hasilnya. Wah saya kira ini tinggal tunggu waktu saja kejatuhannya. Ingat itu.

Katakanlah anda tahu ada parameter yang belum diketahui, maka langkah selanjutnya (jika anda konsultan) adalah meminta owner untuk meng-hire konsultan geoteknik untuk mendapatkan data-data tersebut. Karena untuk mendapatkan data-data tanah yang dimaksud memang diperlukan alat-alat khusus dan itu ada biayanya. Itulah konsekuensi yang saya maksud di depan.

Jika ternyata owner tidak mau meng-hire konsultan yang dimaksud, maka anda harus tunjukkan segala resiko yang mungkin terjadi dengan kondisi yang ada. Misal pondasinya diberi safety faktor yang besar, yang ujung-ujungnya sistem pondasi jadi besar dan mahal, yang mungkin selisih mahalnya tadi dibanding dengan meng-hire konsultan geoteknik tidak seberapa harganya.

Jadi setiap tindakan ada konsekuensi yang dipikul. Tugas anda jika jadi konsultan adalah menunjukkan kepada owner antara konsekuensi dan resiko yang timbul. Jadi kalau resiko sudah diungkap, dan owner sudah menyetujui maka itu sudah menjadi tanggung jawab dia. Misal, tanpa penyelidikan tanah maka resiko pondasi harus dibuat konservatif faktor aman tinggi (mahal), atau kalau anda tidak berani, ya katakan tidak.

Jika anda tidak berani mengatakan “tidak”, hanya mengikuti kemauan atasan, meskipun tahu itu tidak benar tanpa berani memberi argumentasi untuk mencegahnya. Maka anda tidak akan bisa-bisa jadi leader, anda hanya sekedar tukang. Tetapi jika itu sebaliknya, yaitu berani mengatakan “tidak” pada apa-apa yang bukan kompetensinya, maka jika anda konsisten dan mau mengambil resiko apapun untuk itu, maka saya yakin suatu saat nanti anda akan menjadi LEADER.

10 tanggapan untuk “sebuah profesionalitas”

  1. Leonardy Widjaya Avatar

    Shallom,

    Slmt mlm pak wir, saya mohon ijin nimbrung. Saya sangat sependapat dengan masukan dari pak wir. Dan sangatlah bijak jika kita mempertimbangkan baik dan buruknya sebelum membuat keputusan yang cukup kritis. Sebagai seorang profesional, memang kita dituntut untuk bisa menyelesaikan suatu masalah dengan bijaksana, baik untuk kepentingan owner dan kepentingan orang banyak. Seperti yang pak wir jelaskan diatas. Trims atas open mindnya pak wir. Sukses slalu. GBU all.

    Best regards’

    Leonardy wijaya

    Suka

  2. Catshade Avatar

    Hihihi, lagi2 pak wir njawabnya tidak straight to the point 😆 *inget postingan di blog ini tentang sms dari koleganya pak wir*

    Wir’s responds: he, he, sudah di hapus, orangnya baca dan minta maaf. Jadi agar tidak ingat selalu akan sesuatu yang nggak enak maka udah dihapus. 😉

    Suka

  3. juniansyah fauzi Avatar

    Katakanlah anda tahu ada parameter yang belum diketahui, maka langkah selanjutnya (jika anda konsultan) adalah meminta owner untuk meng-hire konsultan geoteknik untuk mendapatkan data-data tersebut. Karena untuk mendapatkan data-data tanah yang dimaksud memang diperlukan alat-alat khusus dan itu ada biayanya.

    Saya setuju dengan ucapan Pak Wir,, apalagi klo ada kue,, ya mbok dibagi-bagi sama yang lain. Apalagi ini ga ada data tanah, sulit untuk mendesain tanpa adanya data tanah, khususny untuk struktur yang mempunyai load yang gede. Amat perlu dilakukankan soil investigation seperti CPT dan NSPT dan lebih baik lg klo dilakukan pengambilan sample tanah.

    Suka

  4. gobzip Avatar

    Pak Wir belum njawab pertanyaannya sendiri:
    “Kenapa saya mengawali dengan pernyataan seperti itu?”
    Apakah cocok dengan yang ini:
    “Siapkan kata pengantar yang panjang supaya orang sensitif tidak salah paham.”

    Wir’s responds: yah begitulah. Sama-sama membangun rumah, bahkan tukang terlihat lebih trampil dan cekatan, tetapi mengapa ya jika seorang insinyur diperlukan maka beliau dapat meminta gaji lebih tinggi dari si tukang. Dunia ini memang aneh, otot kalah sama otak, keberanian kalah sama kebijakan. Menulisnya sama panjang, tapi yang satu masuk sampah, tapi yang satunya diingat dan diresponi. Itulah dunia. 😉

    Suka

  5. technofemme Avatar

    Makacie ya Pak buat pencerahannya

    Suka

  6. […] sebuah profesionalitas Setiap profesi pasti punya konsekuensi yang mengandung resiko jika diambil. Semakin besar resiko yang harus ditanggung […] […]

    Suka

  7. […] sebuah profesionalitas Setiap profesi pasti punya konsekuensi yang mengandung resiko jika diambil. Semakin besar resiko yang harus ditanggung […] […]

    Suka

  8. bocahbancar Avatar

    Wah berani mengatakan “bisa pada yang mampu dan tidak / belum pada yang memang bukan kompetensinya“..

    menarik Pak, kabanyakan banyak yang mengaku ahli padahal tidak punya ilmunya..

    Salam…

    Suka

  9. Agustinus Biotamalo Lumbantoruan Avatar
    Agustinus Biotamalo Lumbantoruan

    Pa. Wiyanto

    Penglaman saya yang sedikit merefleksikan bahwa Anda 100% betul.

    Tetapi kenapa ratingnya begitu rendah?
    Saya nilai ini 5 BINTANG “*****”

    Article ini mempunyai value yang melebihi dari orang yang membacanya.
    Justru malah memberikan NILAI tambah bagi para pembaca.

    Pa.Wiyanto, jujur anda telah menulis article/blog yang berkualitas.
    I love this one.

    I give you *****

    Agustinus Biotamalo Lumbantoruan
    IT Swiss German University 2011
    Jena, Germany

    Suka

  10. Agustinus Biotamalo Lumbantoruan Avatar
    Agustinus Biotamalo Lumbantoruan

    Sudah saatnya untuk saya tidur.
    Ssaya sungguh pingin baca seluruh blog anda.

    Good night Pa. Wiyanto dan semuanya
    Sukses dan Harmony Berserta Kita

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Catshade Batalkan balasan

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com