Manado, Kompas – Pasangan calon presiden-wakil presiden Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto berjanji meniadakan pelaksanaan ujian nasional dari sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Ujian nasional dinilai belum layak dilaksanakan secara seragam di seluruh Indonesia.
Sumber : Kompas Minggu, 14 Juni 2009
Suatu pernyataan yang menarik dari salah satu pasangan calon presiden kita, ibu Mega dan bapak Prabowo. Apakah itu dapat menjadi salah satu issue menarik. Tetapi bagi siapa ?
Apakah yang diharapkan dalam hal ini adalah komunitas para guru, juga calon orang tua murid yang akan melaksanakan UN ?
Kelihatannya begitu, buktinya dari berita tersebut, untuk merealisasikan janji tersebut, pasangan Mega-Pro akan melakukan kontrak politik dengan guru-guru di Yogyakarta pada pelaksanaan kampanye akhir Juni ini.
Kesan yang diperoleh dari pemberitaan tersebut adalah bahwa guru-guru (khususnya dari Yogya) pada dasarnya adalah tidak menyukai diadakannya UN, seakan-akan UN adalah suatu masalah yang menjadi beban para guru. Jadi kalau hal tersebut dijanji untuk dihapus maka diharapkan para guru akan mendukungnya.
Ini tentu menarik untuk dibahas.
Penghapusan UN menurut pendapatku, bukan sesuatu yang efektif yang akan menarik minat guru atau orang tua murid untuk memilih calon pasangan presiden tersebut. Akan lebih menarik lagi sebenarnya jika beliau-beliau tersebut menjanjikan kepedulian mereka untuk mengangkat secara langsung harkat kesejahteraan guru, seperti yang tempo hari telah dilakukan dalam pemerintahan SBY-JK, yaitu proses sertifikasi guru atau dosen, yang ujung-ujungnya adalah diberikannya tunjangan kepada guru atau dosen tersebut. Hanya sayang terus terang itu masih berupa janji pada guru/dosen seperti diriku ini. Maklum tahun lalu sudah dapat sertifikasi, tetapi ternyata sampai hari ini yang katanya ada tunjangan finansial akan diberikan , ternyata belum ada. Katanya sih sebentar lagi, begitu terus menerus penghiburan yang aku dengar dari teman-teman. 🙂
Jadi kalau janji yang ada kaitannya dengan materiil seperti itu tentu akan menarik. Saya dalam hal ini sebenarnya sedang menunggu janji seperti itu dari para calon presiden. Siapa yang paling besar baik, he, he, pasti itu yang aku pilih.
Tapi kalau janji UN dihapus, apakah itu menarik ?
Menurut saya ini bahkan bisa menjadi kontra produktif. Pelaksanaan UN saya yakin masih menjadi pro dan kontra di kalangan guru sendiri. Bagi para guru, yang selama ini tidak mendapatkan masalah dengan pelaksanaan UN, atau bahkan mendapatkan kerja tambahan karena banyak mendapat les tambahan dari murid-muridnya maka tentu penghapusan itu bukanlah sesuatu yang menarik.
Memang sih, tentu ada juga yang merasa senang dengan janji-janji seperti itu. Saya yakin, yang senang adalah mereka-mereka yang selama ini mendapat masalah dengan diselenggarakan UN tersebut, misalnya jika ada sekolah yang murid-muridnya banyak yang gagal UN, pasti para guru-guru disana akan sangat mendukung untuk dihapuskannya UN. Yakin deh. Guru-guru tersebut khan stress. Kalau banyak murid-muridnya gagal UN, bisa-bisa dianggap gurunya yang nggak kompeten dan bukan karena muridnya. Gurunya bisa diganti itu, atau juga ketakutan bahwa nanti tidak ada murid baru yang mau masuk sekolah tersebut. 😦
Jika demikian halnya maka jelas janji yang diberikan oleh pasangan calon presiden tersebut, yaitu hapus UN akan berkonotasi buruk, bahwa ternyata para calon presiden tersebut tidak mendukung tindakan-tindakan yang berorientasi pada peningkatan mutu.
Pernyataan bahwa diselenggarakannya UN merupakan suatu tindakan menuju suatu peningkatan mutu, tentu dapat menjadi bahasan diskusi yang tidak berkesudahan. Mungkin tidak hanya diskusi, tetapi bisa juga menjadi perdebatan.
Tentang hal tersebut, aku mencoba melihat dari kaca mata orang tua, yang anaknya pertama baru saja selesai mengikuti UN dan saat ini sedang menunggu hasilnya.
Sebagai seorang guru, dan juga pernah merasakan evaluasi berulang-ulang di bidang pendidikannya, maka jelas dapat dirasakan bahwa yang namanya mau ujian adalah sesuatu yang membuat stress. Oleh karena itu perlu dipersiapkan sebaik mungkin agar evaluasi tersebut dapat berjalan lancar. Tentang hal tersebut saya selalu menekankan pada anak-anak saya bahwa tidak ada yang namanya tindakan instan, misalnya dengan membeli bocoran soal, tetapi untuk sukses dalam ujian maka harus dimulai dengan belajar dengan keras, perlu banyak berlatih soal-soal dsb-nya. Sebenarnya selama materi ujinya telah jauh hari diutarakan (diketahui), sehingga dapat dilakukan persiapan, maka rasanya bentuk-bentuk ujian bahkan UN sekalipun bukan sesuatu yang perlu ditakuti.
Biasanya semakin stress dalam mempersiapkan suatu ujian, dan ternyata berhasil melaksanakannya, maka semakin banggalah kita akan hasil ujian tersebut. Jadi pepatah “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakti dahulu bersenang-senang kemudian” saya kira benar-benar berlaku.
Jadi sebenarnya ketakutan adanya UN itu bukan karena UN-nya itu sendiri, tetapi karena itu merupakan suatu EVALUASI dari suatu KOMPETENSI tertentu yang gurunya sendiri tidak mempunyai kapasitas untuk mengubahnya.
Coba katakanlah, bahwa UN tetap dilaksanakan, tetapi hasilnya semuanya lulus karena diberi soal-soal yang gampang atau sudah dibocorkan. Sehingga pokoknya semua yang bisa membaca maka beres. Jika itu terjadi maka saya yakin UN bukan sesuatu yang dapat dibanggakan. Kaya paket KEJAR, pokoknya ambil dan membayar pasti dapat deh sertifikat tersebut. Jika demikian adanya, maka saya yakin bahwa UN bukan sesuatu yang ditakuti sekaligus dibanggakan.
Karena UN pada satu sisi menimbulkan ketakutan sekaligus kebanggaan untuk mencapainya, maka saya melihat banyak anak-anak (temannya anak-anakku) yang mempersiapkan secara khusus untuk menghadapinya. Takut tidak lulus katanya. Proses persiapan yang mereka lakukan itulah yang menurutku adalah tindakan-tindakan yang berorientasi pada mutu. Karena UN-lah yang memicu terjadinya proses-proses tersebut maka aku setuju.
Tentang masih adanya hal-hal yang negatif tentang pelaksanaan UN, saya kira wajar. Pemilu kitapun juga demikian bukan. Tetapi itu tidak menjadi alasan utama untuk meniadakan UN. Mari kita bersama-sama mengatasinya.
Jadi usulan Mega-Pro untuk berjanji hapus UN menurutku suatu janji yang kontra produktif bagi bangsa ini. Semoga ada kader-kadernya yang membaca opini sehingga dapat dilakukan reevaluasi terhadap janji-janji yang dibuatnya tersebut. Bagaimanapun juga dulu aku pernah memilih beliau, tetapi untuk yang sekarang ini tentu akan mengevaluasi program-program yang diberikan. Jika itu berorientasi pada kemajuan dan kesejahteraan bangsa pasti aku akan mendukungnya.
Mari kita bersama-sama mengharumkan nama bangsa Indonesia ini.
Tinggalkan komentar