Sebagai orang yang berkecipung di bidang edukatif, sebagai staf pengajar yang cukup lama, maka tentunya membicarakan atau berdiskusi tentang skripsi, orisinilitas dan dana penelitian adalah sesuatu yang biasa. Jadi semestinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Meskipun demikian ternyata kami di UPH baru saja menemukan kasus menarik. Seseorang anggota penguji skripsi dengan dalih mempertanyakan “orisinilitas” ternyata berhasil mengobrak-abrik hal-hal yang berkaitan dengan “skripsi” dan “dana penelitian“. Ini tentu saja akan berdampak luas terhadap suatu kebijakan yang tengah berlangsung.
Saya menyebut mengobrak-abrik, karena ternyata kata kunci tersebut pengaruhnya luar biasa. Sampai-sampai dapat menghasilkan kubu pro dan kontra. Tentu saja jika pendapat anggota penguji tersebut didukung, maka bisa-bisa skripsi mahasiswa yang oleh pembimbingnya telah disetujui tersebut dapat menjadi mentah lagi. Jika itu terjadi, maka bisa saja dianggap sebagai sebuah ‘tamparan’ bagi dosen pembimbingnya, yang notabene dosen senior.
Sampai tulisan ini dibuat, masalah tersebut masih berlanjut. Maklum itu melibatkan dosen-dosen senior, yang jauh di atas saya usianya. Bahkan ketika dicoba dicari seorang penengah, yaitu dosen senior yang lain. Eh, ternyata menjadi bertambah kusut, bukannya menetralisir tetapi sikapnya yang hitam dan putih, maka hasilnya seperti “menyiram minyak di atas bara”. Tambah seru. 🙂
Terus terang baru sekali ini saya menjumpai kasus serupa di UPH, semuanya sama-sama ngotot, atau mungkinkah ini yang dimaksud sebagai “kebebasan mimbar akademik”. Maklum, rambut sama-sama hitam, tetapi pendapat bisa berlainan.
Bagaimana sih pak Wir, masalahnya. Koq saya kurang paham maksudnya ?
Begini dik ceritanya, kami di UPH khususnya di Jurusan Teknik Sipil ini sedang galak-galaknya menggalangkan bidang penelitian dan publikasi bagi dosen-dosen, khususnya dosen tetap.
Tahu sendiri khan, itu khan merupakan salah satu tanggung jawab akademisi sebagai seorang dosen. Agar dapat berkiprah dan berkembang maka dosen selain mengajar, juga perlu melakukan penelitian, yang pada akhirnya dapat dipublikasikan ke luar. Maklum kata kunci agar dikenal di ‘luar’ khan dari publikasinya, dan bukan dari banyaknya pengajaran yang diberikan. Contoh nyata adalah melalui tulisan di blog ini bukan, sehingga akhirnya anda-anda mengenal saya dan dapat menjadi tahu situasi atau kondisi di UPH. Kalau hanya mengandalkan informasi lesan murid-murid maka beritanya bisa menjadi bias. Betul bukan.
Agar suatu penelitian bernilai untuk suatu publikasi maka tentunya diperlukan suatu tema penelitian yang berbobot, dan itu ujung-ujungnya biasanya dana yang tidak sedikit. Itulah mengapa, jika ada yang mempertanyakan mengapa jarang ada penelitian yang berbobot maka alasan klasik yang logis, yang sering diajukan adalah masalah keterbatasan dana.
Tetapi ya gimana lagi, memang benar sih bahwa penelitian yang menarik umumnya jika bisa membahas hal-hal baru, untuk itu sebagian besar mengandalkan penelitian eksperimen. Untuk itu perlu disediakan sampel, untuk mengujinya perlu alat-alat lab yang mungkin belum tersedia di jurusan. Semuanya itu umumnya memerlukan dana penelitian.
Karena alasan itulah dan juga jika menunggu mengandalkan adanya bantuan pemerintah maka bisa-bisa kecewa, maklum UPH khan PTS jadi bargain-nya nggak selancar teman-teman dari PTN, maka Universitas Pelita Harapan berusaha melakukan swadaya. Maksudnya, bahwa UPH berusaha mengalokasikan sebagian anggaran belanjanya untuk penelitan dosen-dosen, yang mana ini dikelola LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat) . Untuk itu dosen tetap UPH yang mempunyai proposal penelitian dapat mengajukan untuk mendapatkan bantuan dana penelitian tersebut.
Dalam pelaksanaan penelitian, seorang dosen tetap UPH yang ditetapkan minimal mengajar 12 sks dalam seminggu tentu tidak mudah mengatur waktunya, sehingga jelas dosen tersebut tidak bisa melakukannya sendiri, atau dengan kata lain diperlukan asisten peneliti. Agar biaya tidak habis hanya sekedar membayar gaji orang untuk menjadi asisten peneliti maka umumnya dosen akan menawarkan kepada mahasiswa peserta tugas akhir (skripsi), yang berminat tentunya. Imbalannya tentunya bukan uang, tetapi materi tersebut dapat dijadikan bahan untuk skripsi. Jadilah itu team penelitian, yang biasanya terdiri dari dosen dan mahasiswa peserta tugas akhir (skripsi). Pada suatu kondisi khusus yaitu jika penelitiannya dianggap ‘cukup berat’ maka dapat juga dibantu oleh asisten dosen (dosen yunior yang berminat pula). Kecuali dengan alasan berat, maka biasanya digunakan alasan untuk regenerasi, khususnya jika penelitiannya relatif khas, atau khusus (istimewa).
Dalam kegiatan penelitian tersebut maka seorang dosen (ketua peneliti) akan menyumbang ide, sedangkan mahasiswa (anggota team peneliti) yang akan melaksanakannya di lapangan. Tentu saja dosen (ketua team peneliti) perlu sekali-sekali ke lapangan untuk mengechek dan mengevaluasi jalannya penelitian, bagaimanapun juga dosenlah yang bertanggung jawab terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Mahasiswa mau melakukan kegiatan tersebut karena dijanjikan bahwa materinya dapat dijadikan bahan skripsi, untuk itu maka kepala team penelitinya adalah sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi mahasiswa tersebut. Win-win gitu maksudnya.
Untuk mempertanggung jawabkan keuangan karena memakai dana penelitian universitas maka perlu disusun laporan penelitian, yang disajikan segera setelah pelaksanaan penelitian selesai dalam semester tersebut. Untuk kemudahan, laporan tersebut disusun berdasarkan tulisan mahasiswa (dibawah bimbingan dosen) yang nantinya jadi skripsi tersebut. Dalam laporan penelitian tersebut, yang menjadi kepala penelitian adalah dosen dan bukannya mahasiswa, sehingga tentu saja laporan tersebut atas nama dosennya. Maklum yang menerima dana khan dosen. Agar berkualitas dan juga untuk menginspirasikan teman dosen yang lain, maka laporan penelitian yang dibuat tersebut perlu disajikan pada sebuah presentasi seminar dan dihadiri oleh civitas akademi di tingkat universitas, meskipun dalam praktek yang hadir dari jurusannya itu saja.
Nah disinilah persoalannya, ternyata laporan penelitian dan seminar itulah yang menjadi pokok masalah.
Masalah itu terjadi ketika si mahasiswa menyelesaikan topik penelitiannya ke dalam bentuk skripsi, yang tentunya isinya lebih detail dari sekedar laporan penelitian terdahulu, ternyata pada sidangnya mendapat sanggahan dari salah satu dosen penguji (yang tentunya tidak termasuk tema peneliti), yang termasuk senior (lama mengajar), yang melihat bahwa topik materi yang dibahas si mahasiswa ternyata sama dengan materi yang dilaporkan dalam penelitian, karena yang mengerjakannya orangnya sama. Dosen penyanggah tersebut menyatakan bahwa skripsi tersebut tidak orisinil lagi. Alasan tidak orisinil adalah karena judul skripsi atau tepatnya materi skripsi adalah sama dengan materi laporan hasil penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya. Jadi dengan demikian judul skripsi tersebut tidak layak uji.
Bahkan dalam suatu diskusi lebih lanjut untuk mendapatkan titik temu dapat diperoleh kesimpulan baru, bahwa penelitian dosen tadi tidak bisa digunakan untuk skripsi. Bisa juga dikatakan, bahwa penelitian dosen tidak boleh dikaitkan dengan skipsi mahasiswa. Jadi ide skripsi harus betul-betul dari mahasiswa.
Itulah yang terjadi !
Menurut anda bagaimana itu ?
Tinggalkan komentar