Ada beberapa tulisanku di blog ini yang mengungkapkan betapa senangnya hati ini ketika mendengar muridnya yang sudah lulus (alumni), masih mengingat atau bahkan mau mengakui bahwa apa-apa yang kusampaikan dulu ternyata berguna bagi kesuksesannya sekarang. Itulah suka hatinya seorang guru. Semakin sukses seorang murid ketika kembali di masyarakat, maka semakin tinggi juga rasa banggaku sebagai seorang guru.

Apa sih kriteria sukses menurut pak Wir itu ?

Definisi sukses menurut saya adalah, bahwa yang bersangkutan mampu hidup secara mandiri, tidak menjadi beban orang lain, bahkan keberadaannya dapat berguna bagi orang lain atau lembaga tempatnya bekerja.  Jadi bisa saja dia sudah punya mobil, rumah, terlihat mentereng tampilan luarnya, tetapi itu semua ternyata pemberian orang lain, misal mertuanya, maka menurut saya itu bukan kriteria yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah sukses.

Itulah kebanggaan guru, adapun yang sebaliknya ternyata ada juga. Kemarin pagi ada orang tua murid yang datang ke Kajur (Ketua Jurusan), complaint terhadap sepak terjang dosen teknik sipil uph yang dianggap melecehkan anaknya yang notabene murid di sini. Kebetulan dosen yang dimaksud adalah aku. Tentu saja aku kaget !

Bagaimana pak Wir, apakah bapak mau menemuinya, nanti saya temani “, begitu kata Kajur.

Tentu pak“, jawabku mantap. Kaget sih kaget, tetapi bukannya takut hanya bertanya-tanya “ada apa ini”.

Akhirnya kami berempat bertemu-bertatap muka, aku, Kajur, dan kedua orang tua murid tersebut.

Ada yang dapat kami bantu dengan kedatangan bapak dan ibu disini“, kata-kata pembukaan yang santun dari Kajur, aku juga duduk manis mencoba mendengarkan langsung, apa sih masalahnya koq sampai bisa terlibat seperti ini dengan orang tua murid tersebut. Ini khan lembaga perguruan tinggi dimana siswanya disebut sebagai mahasiswa dengan maksud bahwa mereka memang berbeda dengan siswa pada level pendidikan tingkat menengah atau dasar. Mahasiswa pada pendidikan tinggi menunjukkan bahwa siswanya dianggap lebih dewasa, sehingga dianggap telah mampu secara mandiri belajar dan memutus suatu perkara yang menjadi kewajiban-kewajiban sebagai murid.

Kata pembukaan dari Kajur tersebut disambut dengan baik oleh orang tua murid tersebut dengan menjelaskan permasalahan yang menyangkut anaknya. Intinya adalah bahwa kemarin, setelah anaknya tersebut ikut ujian di UPH, kemudian ketika sampai di rumah, eh bilang ke mereka (orang tuanya) bahwa anak tersebut ingin resign dari UPH. Orang tuanya tentu terkejut, menurut anaknya hal tersebut disebabkan oleh dosennya (yaitu saya) yang dianggap telah melecehkannya di depan rekan-rekan mahasiswa yang lain. Jadi, anaknya tersebut malu, maka dianya nggak mau lagi melanjutkan sekolahnya  di UPH. Resign itulah solusinya.

Melecehkan !

Wah gawat ini mah suatu masalah yang peka bagi seorang dosen. Apalagi menyangkut diriku. Tetapi karena aku tidak merasa melakukan, tentu saja tidak paham dengan apa yang diungkapkan oleh kedua orang tua siswa tersebut, untuk itu aku minta dijelaskan secara detail “apa maksudnya”.

Mereka kemudian cerita, tentang kerja keras yang telah dilakukan anaknya, bahkan sampai nglembur-nglembur untuk menyiapkan materi ujian kemarin, yaitu mata kuliah Kerja Praktek. Ujiannya sendiri berupa oral presentation. Yang menjadi permasalahn bagi mereka sehingga disebutnya sebagai pelecehan atau mempermalukan adalah bahwa penguji memberi komentar terhadap materi presentasinya, yaitu bahwa apa yang anaknya presentasikan adalah tidak baik, di depan anak-anak mahasiswa yang lain.

Jadi orang tuanya tersebut tidak terima, jika anaknya dianggap bekerja tidak baik. Khan sudah nglembur-nglembur segala, koq rasanya tidak dihargai.

O, o, begitu tho maksudnya ‘pelecehan’. Kajur dan akunya jadi manggut-manggut, lega.

Koq lega pak ?

Ya lega dong, karena pelecehan yang dimaksud ternyata maknanya tidak sama dengan makna pelecehan seperti yang biasa dijumpai di koran-koran. Jadi pelecehan menurut versi anak atau orang tua tersebut saja.

Adalah hak dosen untuk melakukan evaluasi terhadap kerja anak muridnya. Adapun mengapa aku kemarin memberi komentar langsung pada yang bersangkutan adalah karena ujian yang dimaksud adalah bukan ujian akhir, tetapi ujian tengah semester (UTS) yang mana presentasi yang dimaksud fungsinya adalah seperti pra-sidang, untuk mempersiapkan mahasiswa agar nanti pada ujian akhir semester (UAS), sifatnya oral presentasi juga tetapi penguji terdiri dari tiga dosen senior. Oleh karena itulah, karena saya berfungsi juga sebagai dosen pembimbing, maka si mahasiswa perlu mendapat masukan agar dapat melakukan persiapan dengan lebih baik lagi. Itulah, mengapa aku memberi kritik untuk setiap presentasi yang diberikan, apakah sudah layak atau belum. Kritiknya tidak hanya yang jelek, tetapi juga pujian bagi yang baik, maksudnya agar si siswa dapat juga belajar, bagaimana sih suatu presentasi yang baik.

Jadi dengan itu semua, yaitu komentar-komentar yang kuberikan pada UTS tersebut tidak ada maksud sama sekali untuk melakukan pelecehan.

O begitu pak, lalu bagaimana pak kelanjutannya.

Ya begitulah, itu yang aku sampaikan ke mereka, apa keputusannya kuserahkan saja. Kalau nggak mau terima, ya apalagi. Kita sudah berusaha memberi yang terbaik.

Kita selaku dosen menyadari sekali bahwa kelangsungan hidup institusi pendidikan swasta tempat bekerja memang tergantung dari keberadaan mahasiswanya, tidak seperti perguruan tinggi negeri. Jadi bisa dikatakan bahwa mahasiswa adalah client, kita tahu itu. Tapi itu tidak berarti, kita menuruti setiap kemauan mahasiswa atau orang tuanya, kita sebagai dosen adalah independen. Pada batas-batas tertentu kita menghormati pendapat dan kemauan mereka, tetapi pada batas-batas tertentu kita bisa bersikap.

Yang jelas, jika ada mahasiswa yang tidak mengikuti apa-apa yang telah ditetapkan maka bukanlah suatu aib bagi institusi ketika melihat ada mahasiswa yang tidak berhasil sampai lulus, dan itu terjadi juga di jurusan teknik sipil UPH. Tidak ada jaminan kalau sudah atau mau membayar mahal maka pasti lulus.

21 tanggapan untuk “suka duka jadi guru”

  1. r_son Avatar
    r_son

    dear Sir,

    setelah selesai membaca tulisan di atas reaksi pertama saya adalah senyum-senyum. “ini kok ya mirip dengan situasi di tempat saya yaaaaa?” Sebagai gambaran Pak, saya juga ngajar di sebuah PTS di Papua Barat sini. Situasi yang ada adalah banyak org menganggap yang namanya kuliah itu yang penting mbayar, absen, ikut ujian setelah itu HARUS LULUS hehehehehehe……begitu ambil MK yang saya asuh dan hasil akhirnya tidak lulus, banyak yg heran, bahkan ada yang marah pula 🙂
    dalam situasi yang berbeda, tidak jarang pada seminar judul saya temui ketidak-konsistenan judul dengan kerangka penulisannya. begitu di arahkan untuk merubah isi/judul supaya nyambung..eehhh….si mahasiswa malah ngambek 🙂

    Dalam hal ini secara jujur saya tidak mengerti Pak, apa motivasi para mahasiswa (yg berperilaku seperti ini) untuk kuliah? Berbusa-busa sampai lidah ini terasa pahit ngajarin, memberikan tugas, membahas tugas secara kolektif dengan harapan wawasan dan pengetahuannya bertambah…. ehhh yang didapat kok ya seperti ngajarin anak SD lagi hahahahahahaha…….. sampai-2 saya pernah berpikir ,”ini yang mo jadi pinter mahasiswa apa dosennya yah?” 🙂

    lhaa….ini kok jadinya nyeritain uneg-uneg ke Pak Wir 🙂

    tapi Pak, dengan situasi yang ada ini (asumsikan kasuistik) apakah kita patut bertanya “bagaimanakah masa depan bangsa ini seandainya sikap dan mental yang dominan dari mahasiswa – yg nota bene calon pemimpin bangsa ini – adalah seperti ini??”

    Catt: Threads Pk Wir ttg Alumni UPH sangat menggugah saya. Tanpa mengurangi arti dari alumni TS-UPH yang lain, tapi cerita tentang sejarah Frans Poltak are very touchy and inspiring…..that one is amazed !!!!!

    Suka

  2. Richard Santoso Avatar
    Richard Santoso

    waduh.. saya mendukung bapak untuk urusan yang satu ini pak. menurut saya terlalu manja klo urusan kuliah mesti orang tua campur tangan.

    menurut saya keberadaan dosen “killer” justru melatih mental mahasiswa tersebut. dan klo pak wir belom berubah, menurut saya pak wir masi belom bisa masuk kategori dosen “killer” :P. kesimpulannya saya pribadi: mahasiswa tersebut mental nya terlalu manja. hihihihi.

    Suka

  3. […] Semakin sukses seorang murid ketika kembali di masyarakat, maka semakin tinggi juga rasa banggaku sebagai guru. […] […]

    Suka

  4. […] Ada beberapa tulisanku di blog ini yang mengungkapkan betapa senangnya hati ini ketika mendengar muridnya yang sudah lulus (alumni), masih mengingat atau bahkan mau mengakui bahwa apa-apa yang kusampaikan dulu ternyata berguna bagi kesuksesannya […] Go to Source […]

    Suka

  5. adhit Avatar

    Sepertinya mahasiswa yang bersangkutan masih harus dapat pelajaran supaya bisa ‘tough’ menghadapi kritikan – kritikan. Padahal justru dari kritikan tersebut kita dapat membangun diri supaya lebih baik lagi tho pak :).

    Saya juga punya cita-cita jadi guru nih, tapi nanti hehehe mudah2an tercapai :).

    Salam Kenal

    Adhityo Priyambodo

    http://blog.ngaturduit.com

    Suka

  6. xxx Avatar
    xxx

    Saya siswa yang dimaksud dalam cerita diatas, mungkin pembaca menilai bahwa saya manja atau apapun itu. tidak saya sama sekali tidak seperti itu.

    Karena tidak siapapun berhak menjudge seseorang manja, kecuali memang dia keterlaluan. apa yg telah saya alami belum tentu dapat dilewati semua orang, begitu pula apa yg orang lewati untuk bertahan hidup belum tentu dapat saya lewati. setiap manusia mempunyai masalahnya masing2. saya tidak akan melakukan penjelasan apapun di masalah ini.

    urusan mengapa sampai orang tua saya datang karena memang mereka mendengar keputusan saya untuk resign dari kampus. dimana itu juga merupakan keputusan yg sangat berat walaupun tidak saya ambil karena itu semua terjadi di saat saya emosi “yah wajar kan manusia bisa emosi”.

    Pak Wir adalah dosen yang sangat saya hormati dalam hati kecil saya dia adalah dosen yg sangat banyak menolong saya sehingga sangat banyak saya agungkan dan bicarakan di rumah, di bidang Ilmu Teknik Sipil kapabilitas Pak Wir sama sekali tidak saya ragukan sebagai pribadi beliau juga sangat saya senangi, apalagi sistemnya yg selalu up to date itu yg membuat saya kagum terhadap beliau.

    saya sangat tidak masalah ketika kritikan datang di bidang Teknis terhadap presentasi saya, tetapi mungkin saat itu Pak Wir slip lidah sehingga menyinggung bidang Profesionalitas saya di bidang lain yaitu di bidang Bisnis.

    Saya sudah dan memang sejak dahulu dilatih agar tidak manja oleh orang tua saya sejak SMP saya sudah mulai bekerja menjual sendal di Cempaka Putih dan byk lainnya, saya sendiri skrg membawahi kurang lebih 250 org karyawan yg bergantung hidup dengan saya, sehingga hampir tidak pernah libur dan saya akui urusan kuliah saya agak lambat, namun itu semua saya jalani dengan perlahan,sebisa mungkin saya harus lulus walaupun hanya dengan nilai cukup. walau banyak omongan2 atau saya tidak mampu dan untuk berhenti dari Ilmu Teknik Sipil karena ilmu ini bukan ilmu gampang (tanpa merendahkan ilmu lainnya) namun saya tidak menyerah sebisa mungkin saya jalani. Karena apa? karena itu cita2 saya.

    saya meminta maaf bila urusan ini sampai ke orang tua karena mereka bagaimanapun mrk jg yg membesarkan saya dan waktu saya untuk bertemu dengan merekapun sangat jarang, saya juga sangat tidak enak dengan mereka hingga harus datang ke kampus.

    Dalam hati, saya pengagum berat Pak Wir dan memang saya kecewa berat namun mungkin hari itu Pak Wir sedang Bad Mood, namun sebagai murid saya meminta maaf dan saya tetap menghormati Pak Wir…dan masalah KP akan terus saya jalani saya ingin sekali bertemu Pak Wir namun diluar kampus karena masalah ini personal agar bisa bebas berdiskusi…keep up to date Pak !

    bgmn cara saya mengkontak langsung Pak Wir..

    Best Regards

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      . . . slip lidah sehingga menyinggung bidang Profesionalitas saya di bidang lain yaitu di bidang Bisnis.

      Yang mana ya ? Kelas kita kemarin hanya membahas proyek engineering, koq bisa masuk masalah bisnis. 🙂

      Suka

      1. xxx Avatar
        xxx

        Pak Wir…masalah ini ada baiknya kita bicarakan secara personel. tidak baik dibicarakan di umum seperti ini karena banyak pihak yg bersangkutan.

        untuk Donna sendiri saya tidak mengenal siapa dia, jadi tidak usahlah dibahas, saya memang bercerita kpd beberapa orang jd entah siapa dia juga tidak jelas apa itu nama asli atau bukan saya juga tidak tahu, teman2 ujian KP kemarin tidak usah di libatkan masalah ini…karena ini masalah saya.

        toh apa sih gunanya di sebarkan ke koran Nasional tidak ada untungnya bagi pihak manapun..karena bagaimanapun juga Bapak adalah orang yg saya hormati.

        saya akan menemui bapak di saat saya siap, mungkin akan ada hadiah perpisahan dari saya bilamana nanti saya benar2 resign mudah2an saya dapat memberikan hadiah tersebut kepada bapak dan sedang saya usahakan. karena hal ini sudah lama saya rencanakan dan saya sedang melobi pihak yg bersangkutan. tetapi kalau tidak bisa saya mohon dimaklumi..

        hadiah tersebut tidak bermaksud apa2 hanya menjaga hubungan baik karena bagaimanapun manusia itu makhluk sosial juga sebagai rasa penghargaan saya kepada bapak dan mudah2an bapak mau menerimanya, dan menurut saya bapak akan suka dengan hal tersebut, jadi doakan saja yah Pak agar lancar…

        saya pasti akan mengkontak bapak, tp saya memohon dan berharap masalah ini di tutup saja di muka umum karena menyangkut banyak pihak…sekali lagi bilamana saya tidak lg menjadi murid bapak, saya berharap kita bisa tetap menjadi teman baik di bidang profesional kerja ataupun kehidupan normal karena dunia ini kecil jadi ada kemungkinan kita bertemu lagi…terima kasih Pak.

        Salam Hormat dari Saya.

        Suka

      2. wir Avatar
        wir

        sdr XXX

        Pak Wir…masalah ini ada baiknya kita bicarakan secara personel. tidak baik dibicarakan di umum seperti ini karena banyak pihak yg bersangkutan.

        Tulisan kamu santun, emosi terjaga dan saya masih melihat ada sisi ksatria dari setiap untaian kata yang kamu sampaikan. Jadi heran juga mengapa sampai terjadi masalah dalam artikel di atas. Saya yakin jika kamu mau meluangkan waktu untuk diskusi secara pribadi dengan saya pada waktu itu maka masalahnya pasti selesai. Saya yakin kemarin pasti hanya salah paham saja, karena bagaimanapun kalau guru sampai melecehkan muridnya, itu sama dengan melecehkan diri sendiri si guru tersebut. Murid khan memang belajar dari guru, jadi seperti orang tua menjewer anaknya karena sesuatu maka itu pasti tidak dilandasi oleh rasa benci, tetapi karena agar anak tersebut perlu mengerti bahwa ada hal yang tidak baik.

        Melihat dan membaca tulisanmu tersebut saya menyayangkan jika kamu hanya karena masalah tersebut lalu resign. Ayo tegar, hadapi dengan sifat ksatriamu tersebut. Lupakan saja masalah ini dan mulailah lembaran baru anggap saja kita tidak ada masalah. Silahkan lanjut, anda datang saja, kita diskusi lagi seperti kemarin.

        Suka

  7. Donna Avatar
    Donna

    Tak ada asap kalau tidak ada api..

    di blog ini yang saya baca adalah banyaknya keluhan yang diungkapkan oleh para guru maupun dosen..

    Menurut saya seorang mahasiswa berkewajiban untuk menghormati maupun berusaha agar menjadi orang yang berkualitas.
    Namun sebagai manusia, banyak sekali HAMBATAN yang datang, baik dari luar maupun dari DALAM kampus itu sendiri.

    Bapak Dosen yang terhormat…
    adalah suatu kewajiban untuk saling menghormati dan MENGHARGAI setiap perasaan orang masing-masing..
    mungkin seharusnya bapak lebih dapat “FAIR” dengan menCERITAKAN hal yang SEBENAR-BENARnya..

    apa saja yang bapak katakan sebagai suatu kritikan itu, para mahasiswa dan tentunya bapak Wir sendiri tentunya menyadari dan mengetahui batas-batas kewajaran dalam berbicara.
    MENGKRITIK adalah hal biasa yang sudah tentu sebagai manusia pasti pernah merasakannya, namun… kita harus lihat terlebih dahulu..
    apakah kritikan tersebut MEMBANGUN atau MENJATUHKAN..
    terkadang para Dosen tidak sadar bahwa yang di hadapannya adalah seorang mahasiswa yang suatu saat akan berada di posisi para Dosen tersebut., sehingga Dosen tersebut seenaknya memPERMALUKAN muridnya di DEPAN KELAS dan mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak keluar dari MULUT seorang DOSEN yang Berependidikan S3,,

    JAdi menurut saya bagi para pihak yang tidak terlalu mengetahui duduk permasalahannya, pls..
    jgn menjudge seseorang berdasarkan perkataan 1 orang saja,,
    krn ingat
    Unus Testis nullus testis
    satu saksi bukanlah saksi
    dan pada saat anda bersikap MERENDAHKAN seperti itu, ada BANYAK orang yang menyaksikan..

    mungkin sebaiknya anda bapak Wir yang terhormat, bisa lebih menginstropeksi diri, agar anda mengetahui, bahwa anda BUKANLAh dosen SEBAIK itu..

    ANDA manusia juga, yang tentunya memiliki kekurangan,,

    dan masalah orang tua ikut campur?
    mereka berhak, karena jika saya di posisi teman saya tersebut, saya akan memasukkan SIKAP ANDA itu ke dalam SURAT KABAR NASIONAL.. sebagai salah satu contoh sikap seorang DOSen yang semena-mena..

    Semoga dilapangkan perasaan teman saya tersebut dan semoga Tuhan MENYADARKAN ANDA.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      adalah suatu kewajiban untuk saling menghormati dan MENGHARGAI setiap perasaan orang masing-masing

      wah itu khan masa ujian tengah semester, mahasiswanya memang dievaluasi. Tapi ingat yang dievaluasi bukan orangnya tetapi pekerjaannya atau content yang disajikan. Jadi nggak bisa pakai perasaan dong.

      O ya, sebenarnya dalam kesempatan tersebut, mahasiswanya diberikan kesempatan untuk menyampaikan argumentasi untuk menyanggah pernyataan saya jika tidak benar. Di situlah kita selaku intelektual saling mempertahankan pendapat masing-masing. Fair. Jadi saya jadi bingung, anda temannya atau apanya, koq sampai membela-belain segala. Saya tidak ada urusannya dengan anda.

      mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak keluar dari MULUT seorang DOSEN yang Berependidikan S3

      Silahkan diungkapkan saja omongan yang dimaksud, biar clear. O ya, kalau mau disampaikan di surat kabar nasional jangan lupa nama saya, Wiryanto Dewobroto. Itu nama lengkap saya, jangan salah.

      O ya, ada baiknya pakai KOMPAS saja biar beritanya tersebar ke seluruh nusantara, kalau POS KOTA nanti hanya setempat lho.

      ada BANYAK orang yang menyaksikan..

      Berapa sih, yang ada hanya peserta ujiannya saja, yaitu kurang dari delapan orang. Besok akan saya konfirmasikan kepada mereka satu persatu, jika tidak benar pernyataan anda itu berarti fitnah. Jika mahasiswa yang bersangkutan masih ingin bimbingan saya, dimohon besok menghadap untuk klarifikasi, kalau perlu dan memang betul itu kata-kata tidak pada tempatnya saya akan minta maaf. Beres.

      Kalau tidak ya sudah, toh di luar masih banyak dosen yang lebih baik dari saya. Jangan buang-buang waktu untuk menuntut ilmu pada orang yang tidak baik. Ok.

      Suka

  8. Richard Santoso Avatar
    Richard Santoso

    hahahaha, makin jelas pihak mana yang panasan…

    Pak Wir, tabah ya. 🙂

    Suka

  9. Rio Avatar
    Rio

    oh…

    belakangan saya lagi riset kecil-kecilan tentang: mengapa kajian keilmuan di Universitas saya menjadi hal yang ‘luar biasa’?

    ternyata penemuan-nya tidak terlalu mengejutkan.. aspek pemahaman antara pihak dosen dan mahasiswa tetap menjadi permasalahan utama. seakan-akan antara dosen dengan mahasiswa ada jurang yang memisahkan. di lain pihak saya juga memahami kalau tugas seorang pendidik sangat berat.. tapi mahasiswa di era sekarang pun juga mempunyai permasalahan-permasalahan yang tidak ada pada zaman dosen mengalami fase perkuliahan.

    kemampuan struggle dalam kehidupan tidak begitu dimiliki oleh mahasiswa era sekarang..

    kambing hitam-nya tentu saja instansasi semua sektor kehidupan akibat canggihnya teknologi.. teknologi bisa dipandang sebagai aspek yang mempermudah kehidupan manusia tetapi di sisi lain juga melemahkan manusia…

    orientasi pragmatistik mahasiswa era sekarang inilah yang menurut hemat saya harus dipahami oleh dosen sebagai hal yang wajar.. sehingga dalam implementasi riil-nya dosen lebih memahami siapa yang dia didik.. dan langkah-langkah dalam pengajaran akan lebih tepat dengan kondisi yang ada…

    di universitas saya, mahasiswa cenderung mengejar nilai.. tidak menghargai proses dalam pencarian ilmu tersebut-lah yang sebenarnya (menurut saya) berarti penting…

    saya pikir sudah saatnya sistem TCL (teacher centered learning) atau SCL (student centered learning) diganti dengan sistem yang lebih humanis.. saya pribadi lebih menyukai sistem yang mengakomodasi komunikasi dua arah antara dosen dengan mahasiswa.. dosen memahami siapa mahasiswa yang ia didik, di lain pihak mahasiswa juga memahami siapakah orang yang menjadi pendidik-nya, bukan hanya sebagai lecturer tapi juga sebagai manusia..

    manusia yang sama-sama belajar..

    (maafkan kalau terkesan menggurui, saya hanya mengungkapkan ketidakpuasan saya terhadap lingkungan akademika saya)

    Suka

  10. Seseorang Yang Peduli Dengan Pendidikan Indonesia Avatar
    Seseorang Yang Peduli Dengan Pendidikan Indonesia

    Halo XXX, senang rasanya kelihatannya masalah ini cuma salah paham antara anda dengan pak Wir. Maaf saya sudah berpikir negatif tentang anda. Ternyata anda bukan anak manja seperti yang saya bayangkan sebelumnya.

    Perlu diakui bahwa terkadang memang masih ada mahasiswa, yang tidak mengerti maksud dari “maha +siswa”, dan saya rasa anda bukanlah salah satu dari mereka. Keep up ur hard work.

    O ya, untuk sdr XXX, saya selalu punya prinsip kalau bisa ambil lebih dari 1, jangan ambil hanya 1, ambil semuanya. Kalau punya kesempatan bisnis dan cita-cita (kuliah), kerjakan semuanya, jangan ada yang ditinggalkan. Maju dan selalu berkarya!!

    Ayo maju terus pendidikan Indonesia..

    Suka

  11. DeuQuatre Avatar
    DeuQuatre

    Yang terhormat mahasiswa “xxx” terkait.

    Saya mau menanyakan satu hal kepada anda:

    Sebagai seorang yang membawahi ratusan orang,
    [bisa dilihat di statement “saya sendiri skrg membawahi kurang lebih 250 org karyawan yg bergantung hidup dengan saya“], apakah menurut anda hasil pekerjaan yang excellent, yang baik, yang bernilai tinggi itu penting bagi anda?

    Seandainya perusahaan anda bersaing di dunia bisnis yang segalanya diukur dengan waktu, kualitas dan pastinya mendapatkan imbalan uang, bukankah anda harus memastikan bahwa HASIL KERJA anda EXCELLENT ? Bagus dan bernilai tinggi ?

    Bukankah ketika anda sedang dikejar deadline dari klien, anda akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi keinginan klien dan gak perduli bagaimanapun caranya (lembur, menyewa peralatan lebih mahal, you name it), anda harus memastikan kalau hasil kerja yang menjadi output perusahaan anda itu berkualitas ? Apakah anda setuju ?

    Saya rasa, kalau anda setuju, maka sepantasnyalah anda sanggup menerima kritikan Pak Wiryanto, yang menurut saya kadarnya masih “easy”. Di dunia bisnis yang keras, saya rasa anda harus lebih lagi bersiap diri untuk menghadapi kritikan yang “sarkastik”.

    Saudara mahasiswa yang terhormat, bukannya usaha dan kerja keras anda tidak dihargai, tapi pikirkan kembali pemikiran yang saya sampaikan di atas :
    Klien anda gak akan peduli, seberapa besar usaha anda, seberapa besar pengorbanan yang sudah anda lakukan. Yang penting cuma satu : Saya sebagai klien punya pesanan, dan saya mau pesanan itu berkualitas, tersedia pada waktunya dan sesuai dengan budget yang disetujui.

    Memang tidak dapat disamakan antara bisnis dengan pendidikan, tapi sepanjang yang saya lihat, kritikan Pak Wir tidak sampai menginjak2 harga diri anda. Pernahkah saudara menonton American Idol ? Saya rasa, kritikan Pak Wir tidak sampai 5% pedasnya dari komentar2 tajam Simon Cowell.

    Saudara mahasiswa, apa yang saudara alami saat ini dapat menjadi dua hal: Batu penghalang, atau Batu loncatan.

    Kalau anda melihat kritik Pak Wir ini bagaikan benteng penghalang dan TERLALU SULIT diterima, maka mental anda tidak akan bisa terlatih mjd tangguh.

    Tapi kalau anda merasa bahwa kritikan Pak Wir adalah batu loncatan untuk memacu anda untuk berusaha lebih baik lagi, berlari lebih cepat lagi, terbang lebih tinggi lagi, maka, mental saudara akan menjadi tangguh, gigih dan pantang menyerah, dan hal ini akan menjadi bekal yang sangat amat baik di dunia bisnis yang anda geluti saat ini dan dunia bisnis lainnya di masa depan.

    Sekian, terima kasih.

    Suka

    1. xxx Avatar
      xxx

      DeuQuatre yg terhormat,

      maaf saya sudah tidak ingin membicarakan hal ini lagi, dunia kuliah tidak ada apa2nya dibandingkan dunia luar, keputusan yg saya ambil juga banyak alasannya, dan tidak bisa saya bicarakan karena saya tidak mengenal anda secara pribadi.

      saya mengerti maksud perkataan dari anda, mungkin anda jg menggeluti bidang bisnis entah retail ataupun wholesale atau mungkin pelayanan jasa.

      sudah beribu2 customer saya hadapi dan mulut mereka terkadang lebih pedas dari cabe rawit karena bisnis yg saya jalani ini berurusan dengan “orang2 kelas atas” yg sudah pasti anda mengerti bagaimana kelakuan mereka.

      Jadi sudah yah kita tidak perlu membahas ini. Terima kasih atas sarannya, saya terima itu dengan senang hati…

      Thanks

      Suka

  12. wir Avatar
    wir

    Komentar ditutup ya, buka lembaran baru. 🙂

    Suka

  13. pendampingan anak « The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] suka duka jadi guru – 9 Oktober 2009 […]

    Suka

  14. menjadi dosen yang baik « The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] Untuk mengatasi hal seperti itu maka anda harus sadar, untuk siapa anda bekerja sebagai dosen tersebut. Agar gaji tetap lancar, atau untuk apa. Tanpa anda mengetahui hal tersebut maka bisa-bisa anda mempunyai ketakutan untuk dianggap sebagai dosen tidak baik. Ini nggak sederhana lho. Silahkan baca pengalaman saya di sini. […]

    Suka

  15. Naskah akademik tulisan tangan | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] suka duka jadi guru – 9 Oktober 2009 […]

    Suka

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com