Cukup lama saya tidak menulis di blog. Maklum sedang ada event, yang mana langkah terbaik menghadapi event tersebut adalah “diam”. 🙂

Evaluasi event tersebut telah berjalan, sehingga tinggal tunggu hasilnya. Oleh karena itu ada baiknya kegiatan menulis dapat diteruskan lagi. Kebetulan ada email masuk. Terus terang saya tidak pernah menjawab email yang masuk secara pribadi, selalu via blog. Sekaligus untuk membuktikan bahwa jawaban saya sifatnya universal dan transparant karena sifatnya umum dan dapat dinilai oleh orang lain juga. Jadi kalau ada saran yang lebih baik dari yang saya sampaikan maka dapat ditambahkan juga. Oleh karena itu jangan tersinggung ya. 😐

Kebetulan email yang akan saya bahas adalah dari mas Badar, salah satu pembaca blog ini, yang sekarang sudah punya blog sendiri juga. Selamat !

Adapun pertanyaan beliau dalam emailnya adalah sbb:

Saya mau konsultasi sedikit pak, saat ini saya sedang melakukan assessment untuk sebuah struktur truss sederhana, dimana salah satu batang dari element struktur tersebut telah mengalami permanent deflection karena terkena hantaman benda lain.

Pertanyaan saya adalah apakah terjadi penurunan property dari elemen batang tersebut selain perubahan penampang, dalam hal ini adalah apakah telah terjadi penurunan yield strength serta modulus elastisitas dari batang tersebut?

Suatu pertanyaan yang menarik bukan.

Jawaban tentang persoalan di atas jelas tidak akan diperoleh dari mendengarkan mata kuliah struktur baja di level S1 di perguruan tinggi. Tetapi kalau ternyata ada yang mengajarkannya, saya akan mengucapkan salute.

Terus terang proses assesment struktur yang mengalami kerusakan adalah suatu proses yang tidak sederhana, tidak gampang.Tahapan ini biasanya dikerjakan oleh tingkat engineer senior, kecuali jika sebelumnya sudah tersedia check list karena sering mengalami kejadian serupa, dan juga jika hasil check list tersebut sudah terbukti keberhasilannya.

Jika kasusnya belum pernah ada, dan baru pertama kali terjadi, wah ini namanya tantangan. 🙂

Jadi kalau begitu, yang dilakukan mas Badar, yaitu dengan melihat perubahan property material, dapat digunakan sebagai petunjuk untuk proses assesment ya pak ?

Kalau yang dilihat hanya tentang perubahan property material akibat peristiwa tumbukan tersebut, maka jelas hal itu tidak bisa dijadikan satu-satunya pertunjuk untuk membuat keputusan tentang hasil assessment tersebut. Itu jelas tidak cukup.

Lho, kalau begitu masih banyak hal lain yang perlu dievaluasi ya pak ?

Ya jelas dong, khan saya bilang proses asessement adalah tidak sederhana. Jika dibandingkan dengan proses desain, maka jelas proses desain lebih gampang. Tahapan tersebut bisa diberikan kepada yunior engineer, sedangkan assesment tidak demikian halnya, kasusnya kadang-kadang tidak sama antara proses assesment satu dengan yang lain. Case per case. Jika seperti itu khan hanya senior yang sudah mandiri saja yang dapat melakukannya, khususnya yang pernah mempelajari kasus-kasus serupa lainnya, baik secara langsung maupun membaca pengalaman orang lain.

Untuk menunjukkan bahwa evaluasi adanya penurunan yield stress atau modulus elastisitas masih belum cukup, karena kalau hanya itu saja yang ditinjau maka itu menunjukkan bahwa yang dievaluasi hanya problem material saja. Padahal kekuatan struktur tidak saja ditentukan oleh material, tetapi juga oleh geometri, misalnya berkaitan dengan masalah tekuk. Jadi penyelidikan tentang mutu material yang berubah hanya valid jika element yang ditinjau tersebut hanya menerima gaya tarik saja, yang parameternya memang ditentukan oleh fy dan fu. Sedangkan elemen yang menerima gaya tekan dapat mengalami instabilitas, yaitu tekuk, yaitu keruntuhan tanpa mengalami yielding, atau pada tegangan rendah. Ingat struktur yang ditinjau adalah truss, jadi elementnya hanya menerima gaya tarik dan gaya tekan, tidak ada lentur, kecuali dari berat sendiri.

Jadi jika elemen yang menerima hantaman benda (tumbukan), sehingga mengalam permanent deflection (melengkung) kemudian mengalami gaya tekan, maka jelas kondisi tersebut (permanent deflection) tersebut menjadi sesuatu yang ‘berbahaya’ karena akan menghasilkan momen tambahan (P dan e) jika dberikan gaya aksial tekan. Dengan demikian maka gaya aksial tekan yang dapat dipikul jelas lebih rendah dibanding sebelum mengalami permanent deflection.

Jadi betul khan, nggak sederhana !

Padahal itu baru ditinjau dari satu aspek saja. Jadi agar diskusi lebih gampang (sederhana) dan mudah dipahami maka sebaiknya kita tidak membahas masalah assesment. Lebih baik kita fokus pada pertanyaan berikutnya :

apakah karena ada hantaman pada element struktur tersebut maka akan terjadi penurunan yield stress atau modulus elastisitas.

Menjadi sederhana bukan, meskipun demikian saya yakin ini jarang diungkap di kelas struktur baja di level S1. Rasanya saya juga tidak pernah membaca makalah-makalah peneliti Indonesia yang membahas soal tersebut, karena memang ini tidak ada di silabus perkuliahan struktur baja. Mungkin tidak setiap dosen juga dapat menjawab secara memuaskan lho.

Apakah bapak bisa menjelaskannya ?

Saya coba ya, karena terus terang saya belum dapat literatur yang membahas secara khusus pertanyaan di atas. Saya harus pakai ilmu otak-atik gathuk. Maklum orang jawa, jadinya memang suka begitu.

Wah itu nggak ilmiah dong pak !

Koq bisa. Jangan sepelekan lho. Ngelmu titen (mengamati dan merekam suatu kejadian dengan seksama) dan otak-atik gathuk (mencoba mencari hubungan atau kesamaan dari dua atau lebih kejadian yang berbeda dan menarik kesimpulan dari adanya kondisi tersebut) yang saya terapkan karena saya orang jawa, menurut saya sangat berguna dalam mendukung eksistensi saya di dunia engineering ini. Tanpa menerapkan ngelmu tersebut mungkin saya tidak bisa seperti ini.

Belajarnya di mana pak Wir ?

He, he,  . . . . Kita jadi membahas tadi nggak.

Baik kita mulai. Pertama-tama untuk menganalisis hal tersebut maka kita ambil kata kunci “permanent deflection”. Dalam hal ini istilah permanent deflection dapat diartikan sebagai permanent deformasi, ada perubahan fisik yang tetap. Kondisi baja yang dibebani sehingga melendut (berdeformasi) tetapi ketika beban dihilangkan kondisinya kembali ke semula (tidak melendut) maka dapat dikatakan bahwa baja tersebut dibebani secara elastis. Jadi jika ternyata beban (hantaman benda) sudah tidak ada tetapi ternyata baja mengalami deformasi permanen, tidak kembali ke kondisi semula berarti hantaman benda tadi menghasilkan pembebann yang tidak bersifat elastis, atau in-elastis.

Coba perhatikan Figure 1.6, yang saya ambil dari bukunya Brokenbrough, disitu diperlihatkan kurva hubungan antara beban (tegangan) dan deformasi (regangan) pada daerah elastis dan inelastis.

Panah yang terdapat pada kurva tersebut menunjukkan kondisi loading (panah ke kanan/ atas) dan un-loading (panah ke kiri / bawah). Kurva pada elastic range berupa garis miring lurus atau linier. Konstanta yang menunjukkan besarnya kemiringan kurva pada elastic range disebut sebagai modulus elastis. Pada kondisi elastis, proses loading dan un-loading tidak menyebabkan terjadinya perubahan deformasi yang sifatnya permanent. Kondisi ini juga sering disebut sebagai kondisi elastis-linier. Hampir sebagian besar analisa struktur yang diajarkan di level S1 hanya mencakup kondisi tersebut. Pada kondisi tersebut kita tidak tahu perilaku keruntuhan struktur, apakah ductile atau non-ductile.

Titik belok dari kurva garis miring (elastis) menjadi garis horizontal (plastic) disebut tegangan yielding (fy). Di dalam bidang structural engineering, suatu tegangan yang telah mencapai kondisi tersebut dianggap telah mengalami keruntuhan. Keruntuhan di sini tidak berarti terus ambruk. Karena untuk ambruk masih banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan. Jika terdapat loading (pembebanan) yang mengakibatkan tegangan pada suatu penampang mengalami leleh, maka pada kondisi tersebut, pada pembebanan tetap struktur dapat mengalami deformasi. Material yang dapat mengalami hal ini hanyalah material baja konstruksi. Kemampuan struktur untuk mengalami leleh ini adalah sangat penting sekali. Itu pula yang menyebabkan mengapa suatu sambungan dengan alat sambung baut dengan jumlah banyak dapat bekerja bersama-sama, padahal orientasi penempatan baut satu sama lain tidak sejajar atau tidak segaris atau tidak pada jarak yang sama.

Pada kondisi plastik, jika pembebanan dikurangi (un-loading), bahkan sampai nol (dihilangkan) maka struktur dapat mengalami deformasi permanent (ada residual strain).

Otak-atik gathuk beraksi. Kita coba kaitkan pemahaman teori di atas dengan masalah permanen deflection yang sedang kita bahas. Jadi dapat disimpulkan bahwa permanen deflection merupakan suatu bentuk residual strain. Artinya hantaman benda telah mengakibatkan tegangan pada elemen mencapai tegangan leleh (fy). Kemudian dengan tidak adanya pertambahan deformasi elemen menunjukkan bahwa kondisi tegangan pada elemen tersebut telah berkurang, tidak mengalami leleh , atau pada kondisi elastik lagi. Tentu saja untuk tahu berapa besar tegangan yang terjadi maka diperlukan analisa struktur.

Dari kurva tadi juga dapat disimpulkan bahwa untuk semua kondisi beban yang diberikan, bahkan ketika melewati tegangan leleh, maka ketika beban dihilangkan sehingga tegangan pada kondisi elastis maka kurva garis elastis mempunyai kemiringan yang sama, artinya tidak ada perubahan modulus elastisitas.

Dari kurva di atas juga dapat disimpulkan bahwa proses loading un-loading juga tidak menyebabkan terjadi penurunan mutu baja, dalam hal ini adalah tegangan lelehnya, atau fy tidak berkurang. Bahkan jika proses pembebanan diteruskan sehingga mencapai kondisi strain-hardening maka ketika beban dikurangi lagi (un-loading) maka materialnya akan mempunyai tegangan leleh, fy yang lebih besar dari sebelumnya (lebih kuat).

Ingat dalam kehidupan sehari-hari tentang bagaimana menempa besi agar semakin kuat. Istilah tekniknya adalah baja mengalami proses strain-hardening.

Untuk baja yang diberikan proses strain-hardening sesaat, kemudian beban dihilangkan, dan dibiarkan pada kondisi temperatur ruang untuk waktu tertentu maka material baja dapat mengalami peningkatan baik dari sisi fy maupun fu-nya. Kondisi ini disebut sebagai strain aging. Untuk jelasnya lihatlah Figure 1.7 di bawah ini.

Pengaruh dari proses strain-hardening dan strain aging pada suatu material baja dapat dihilangkan kembali dengan cara pemanasan yang sesuai. Mengapa itu perlu, karena meskipun dengan proses strain-hardening dan strain aging dapat meningkatkan kekuatan leleh (fy) dan kuat ultimate-nya (fu), tetapi perilaku keruntuhannya tidak daktail. Jadi agar dapat daktail lagi maka digunakan proses pemanasan yang sesuai.

O ya, ada catatan penting yang perlu diperhatikan bahwa penjelasan saya di atas dapat terjadi jika hantaman benda pada elemen relatif halus atau artinya tidak sampai menimbulkan luka / cacat fisik, jadi kerusakan yang terjadi pada kondisi inelastis adalah leleh saja. Permasalahan akan berbeda jika karena hantaman maka terjadi fraktur pada permukaan yang dihantam tadi. Jika itu terjadi maka kerusakan karena fraktur akan berbeda dibanding kerusakan karena leleh.

Fraktur adalah semacam retak kecil, ini perlu juga diamati, karena jika terjadi maka keruntuhan dapat bersifat non-daktail pada kondisi tegangan lebih kecil dari tegangan leleh. Ingat juga, kerusakan fraktur pada material baja masih susah dideteksi oleh program komputer canggih semacam ABAQUS. Kalau hanya memakai program SAP2000 jelas tidak bisa digunakan.

Moga-moga penjelasan saya mencukupi.

8 tanggapan untuk “permanent deflection karena terkena hantaman benda”

  1. Rock Avatar

    Terima kasih untuk penjelasannya pak…

    Suka

  2. djadjaka Avatar
    djadjaka

    salam kenal Pak Wir,

    Saya tertarik dengan artikel ini. Membaca tulisan di atas, saya mau nanya nih..
    Apakah bengkokan pada tulangan (di str beton bertulang) juga termasuk “permanent deflection”?

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Yup betul pak Djadjaka, karena baja bisa mengalami leleh (yielding) itulah maka bisa dibengkokkan dengan tanpa pemanasan. Tapi semakin tinggi tegangan leleh, maka tingkat daktalitasnya semakin pendek. Jadi lebih terbatas.

      Untuk menghindari kerusakan fraktur, yaitu bila regangan melewati regangan ultimate, maka perlu dibatasi radius bengkokannya.

      Suka

  3. bram Avatar
    bram

    Bagaimana dengan case baja mutu tinggi seperti halnya wiremesh U-50, baut A325. Apakah sifat daktailnya lebih rendah daripada baja U-24/U-39??

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Yup betul.

      Jadi kita nggak boleh pakai sembarang material baja. Itulah maka dinamakan baja konstruksi, karena memang ada juga baja untuk mesin dsb.

      Suka

  4. Agung Avatar
    Agung

    Pak…mohon dijelaskan tentang arti daktilitas itu sendiri, karena saya sering mendengar tapi belum cukup memahami tentang kondisi ini…terima kasih……

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      itu mas Agung di Figure 1.6 dan 1.7 dapat dilihat apa itu DUCTILITY, yaitu besarnya deformasi yang dapat dihasilkkan dari suatu material setelah leleh pertama.

      Semakin besar deformasi yang terjadi sejak leleh pertama sampai material tersebut putus maka dikatakan bahwa material tersebut semakin daktail dan tentu saja sebaliknya.

      Suka

  5. badaruddin Avatar

    Thanks Pak wir atas penjelasannya, sangat membenatu sekali..

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com