Ternyata hari Selasa dan Rabu kemarin ada dua event besar profesi teknik sipil yang terjadi bersama-sama. Event pertama berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, berupa Seminar dan Pameran HAKI 2010 dengan tema Perkembangan Kemajuan Konstruksi Indonesia. Adapun event yang kedua juga berlangsung di hotel besar, yaitu Shangri-La Hotel, Jakarta, Indonesia, nama eventnya adalah Bridges Southeast Asia.

Event yang pertama saya sudah mengetahui cukup lama, karena yang menyelenggarakan adalah asosiasi profesi Himpuan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) dan juga telah menjadi acara rutin yang diselenggarakan tiap bulan Agustus. Terus terang untuk event yang kedua, saya tidak tahu sama sekali. Itu saja karena diinformasikan oleh bapak Sanny via blog ini.

Jika melihat website-nya, di sini, seminar tersebut cukup elegant juga. Bahkan terlihat dihadiri oleh pembicara-pembicara dari luar negeri. Hebat jugal ho, apalagi kalau membaca testimonial dari peserta yang mengikutinya. Coba lihat deh.

Hal yang aneh, saya mencoba mencari tahu, siapa partner lokalnya. Sepintas tidak ketemu, hanya setelah melihat logo animasi terbaca bahwa Asosiasi Kontraktor Indonesia ternyata juga terlibat. Padahal kalau melihat materi yang disampaikan tentunya akan menarik minat juga bagi teman-teman anggota HAKI juga. Sayapun kalau tahu, pasti ingin tahu tentang acara tersebut.

Ketika membaca-baca lebih lanjut tentang event di hotel Sangrila, terlihat sekali kalau penyelenggaranya adalah dari luar (asing). Jika keduanya dilaksanakan pada hari yang sama tentu menimbulkan pertanyaan untuk siapa itu dilaksanakan. Coba selidiki !

Kesan yang dapat ditangkap bahwa event yang ke-2 itu ditujukan kepada peserta asing. Mohon jika salah dikoreksi. Maklum saya hanya membaca pemberi testimoni yang kebanyakan dari luar negeri.

Tentu saja kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan besar di hati. Maklum baru saja mendengarkan paparan presentasi dari bapak Davy Sukamta, ketua HAKI bahwa dunia konstruksi kita saat ini yang mayoritas di bidang kontraktor dan konsultan adalah perusahaan lokal, sedangkan arsiteknya masih dari luar negeri. Adanya fakta bahwa telah ada konferensi yang diselenggarakan oleh asing di hotel Sangrila menunjukkan bahwa apa yang baru diungkapkan pak Davy tentu patut dipertanyakan. Apakah itu bukan awal orang luar akan datang ke sini dan mendominasi ?

Sorry, ini bukan provokasi. Kebetulan baru menerima milis yang menunjukkan kalau profesi teknik sipil, khususnya bidang perencanaan kesannya tidak berharga dibanding profesi yang lain, khususnya jika dikaitkan dengan pembangunan proyek-proyek kontruksi yang ada. Ini isi milis yang menurutku cukup prihatin. Ini fakta lho.

**mode prihatin on**

Dear All,
Harga Promo…!!!
Perkenalkan kami *un*an En*. bermaksud menawarkan harga promo kami :
1. Perencanaan Arsitek = Rp. 50.000/m2 (Harga sudah termasuk hard copy drawing (denah, potongan dan 3D-CAD) dan detail serta spesifikasi material.
2. Perencanaan Interior = Rp. 80.000/m2 (Interior Design Software)
3. Perencanaan Struktur = Rp. 15.000/m2 (Report, drawing dan RAB)
Tks,
*G*
(08**8*01**2*)

10 tanggapan untuk “berhargakah profesi kita ?”

  1. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Di negeri kita ini yang lebih maju adalah teknologi building di bandingkan teknologi jembatan. Seperti kita tahu bahwa building itu ownernya adalah private dan bridges itu ownernya pemerintah. Mungkin karena pemerintah kita budgetnya kurang maka para praktisi teknik sipil kita lebih ke arah building mengikuti sumber dana dari private. Makanya jalan di jawa tambah hari tambah macet, karena pertumbuhan transportation infrastructure yang kurang memadai. Karena majoritas insiyur kita ke building, maka seminar HAKI lebih kedengaran dari seminar south asia bridge.

    Karena ladang jembatan yang terbatas di negeri sendiri dan penguasaaan Bahasa inggris yang kurang memadai dari insiyur di negeri kita, maka sangat kurang insiyur sipil kita yang berkecimpung di dunia jembatan.

    Saya kira kita perlu menambah pelajaran di Indonesia ttg Bahasa inggris. Di luar banyak sekali kita bertemu sama insiyur dari India yang hanya lulusan India. Tapi semua insiyur Indonesia biasanya harus sekolah lagi untuk belajar inggris. Atau sangat susah buat lulusan Indonesia untuk bergabung dengan konsultan jembatan dengan hanya modal S1 dari perguruan tinggi di Indonesia

    Suka

  2. […] This post was mentioned on Twitter by Planet Terasi, wiryanto dewobroto. wiryanto dewobroto said: berhargakah profesi kita ?: http://wp.me/p2kLB-1qZ […]

    Suka

  3. Hasby Avatar
    Hasby

    Selamat siang pak wir,

    Mengutip cerita temen saya yg kemarin ikut seminar HAKI, ktnya ada seorang presenter yg ngomong begini pak : “seorang insinyur klw gagal jadi KONSULTAN kemudian banting setir jadi KONTRAKTOR, jadi kontraktor gagal kemudian jadi SUPPLYER, jadi supplyer gagal kemudian jadi DEVELOPER“.

    Nah klw jadi developer juga gagal, jadi apalagi dong pak? heheheee…

    Menurut saya masing’s bidang kn ada porsinya sendiri’s. Kadang pelaksanaan suatu konstruksi dilapangan jauh lebih sulit dan membutuhkan teknik serta pengalaman dan jam terbang tinggi daripada hitung2an diatas kertas atw di-program, begitu jg sebaliknya klw tdk biasa menghitung/ merencanakan tentu tdk bisa jalan juga kn pak.

    Jadi masing2 posisi tdk bisa disebut lebih tinggi dari yg lain. Menurut pak Wir gmn?

    Trims & sukses slalu bwt pak Wir.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      yah kalau jadi developer gagal, maka jadi penyandang dana saja (investor).

      Eh omong-omong kutipan kamu salah. Kebetulan saya satu meja dengan presenter yang kamu maksud, yaitu Dr. Nathan Madutujuh. Karena yang dimaksud beliau, insinyur itu ya konsultan tersebut, yaitu yang mendesain strukturnya begitu.

      Sebenarnya dari kalimat yang diungkapkan tersebut pak Nathan mau cerita bahwa beliau tidak termasuk yang gagal karena beliau adalah juga insinyur yang konsultan juga. Gitu lho.

      Kalau insinyur yang jadi dosen seperti aku ini, termasuk yang gagal atau nggak ya. he, he, he, , , , 🙂

      Tentang gagal atau tidaknya seseorang dalam kehidupan ini sebenarnya tergantung dari cara dianya memandang, untuk apa kehidupan ini. Tetapi sebelum dia bisa menyatakannya maka dianya harus mandiri, tidak tergantung orang lain. Jika dianya sendiri, maka betul itu untuk diri sendiri, tetapi jika dianya sudah berkeluarga maka tentunya mandiri disini adalah dalam konteks keluarganya, istri dan anak-anaknya. Ciri-ciri yang dapat menjurus pada hidup yang gagal adalah terlihat dalam bagaimana dianya mensikapi, apakah dianya selalu mengeluh terhadap segala sesuatu atau dapat mensyukurinya.

      Jadi kalau si arsitek yang kerjanya per m2 lebih mahal, tetapi dikehidupannya selalu saja mengeluh, sedangkan si perencanan struktur meskipun kerjanya per m2 sangat murah tetapi ternyata dianya bisa mensyukuri dari hati yang paling dalam, maka saya yakin yang terakhir ini akan merasa bahagia dalam kehidupannya.

      Tentang hal itu, masih ingat nggak ada pentolan konglomerat yang juga tokoh politik yang mati bunuh diri meloncat dari atas gedung. Itu adalah salah satu bukti bahwa kadang-kadang sukses atau gagalnya seseorang tidak bisa dilihat dari materi yang dipunyainya.

      Hidup memang unik, penuh misteri. Seseorang harus selalu belajar bagaimana memaknai dengan baik, sehingga dari setiap tingkah lakunya dapat selalu disyukuri.

      Suka

  4. wahyoe Avatar
    wahyoe

    saya sangat setuju dgn pendapat Sanny Khow, mnrt saya banyak juga mahasiswa2 indonesia yang sakti2 hanya saja keterbatasan masalah bahasa. tp klo urusan kerja keras n kreatifitas saya rasa masih bisa bersaing. selain bahasa kekurangan lainnya adalah LINK, entah mw melanjutkan s2 (beasiswa) hanya dmiliki oleh para dosen atw universitas2 besar atau kerja keluar negeri

    tapi klo untuk jadi TKW banyak tuh linknya hehehehe

    Suka

  5. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Untuk jadi designer yang baik, harus punya pengalaman di field. begitu juga untuk jadi construction manager yang baik, harus punya pengalaman design.

    untuk jadi dosen yang bagus, harus punya pengalaman design. untuk jadi designer yang baik, kaki sebelahnya juga harus di akademik. seperti pak Wir, pak Wiratman dan pak Paulus Rahardjo (Unpar)

    Suka

  6. yusman Avatar

    tapi terkadang sarjana sipil di bayar dgn murah oleh orang-orang awam pak, contohnya saja ketika ada owner yg ingin dibikinkan design rumah pribadinya, begitu setelah diajukan harga desain perencanaannya, owner tersebut geleng2.. “kok mahal ya?” padahal harga perencanaan kita mengikuti standard yg ada umumnya.

    Malah si owner bilang “ini gag salah mas.. kok kebesaran ya baloknya, kolomnya, padahal.. menurut tukang saya… ukurannya tidak perlu segitu“.. berputar-putar argumennya intinya agar harga perencanaan ditekan di bawah standard..

    sebel juga klo ketemu dengan yg tidak menghargai profesi kita, dikira kita ini dulu gag sekolah apa..
    hehe.. =)

    Suka

  7. yahya Avatar
    yahya

    kebetulan pak wir posting tulisan ini. sy mau nanya nih, berapa sih gaji standard structure engineer? atau dgn pertanyaan lain, berapa sih dihargai jasa structure design? kalau bisa jawabannya langsung ke nominal he he.

    Suka

  8. the Success Ladder Avatar

    Thank you very much for sharing this. I have subscribed to your RSS feed. Please keep up the good work.

    Suka

  9. d4li Avatar

    arsitek…selalu mencari inspirasi..
    dan tentu saja bukan provokasi
    good posting pak..keep it up

    http://www.rumah-arsitektur.com

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com