Inilah surat Presidium KWI, yang ditandatangani oleh Mgr Martinus D. Situmorang  OFM Cap, selaku Ketua Presidium KWI, dan Mgr Pujasumarta, selaku Sekjen. Hari Senin, 16 Agustus 2010, surat ini telah diserahkan oleh Mgr Suharyo selaku Wakil Ketua Presidium KWI, dan Mgr Pujasumarta, selaku Sekjen.

Surat ini merupakan pernyataan resmi Gereja Katolik Indonesia, tentang segala hal, terutama menyangkut masalah korupsi dan intoleransi kehidupan beragamaDalam hal terakhir ini bukan hanya menyangkut Umat Nasrani, melainkan juga Jemaat Ahmadiyah yang juga mendapat perlakuan intoleransi.

No. : 164/II/8/2010 16 Agustus 2010
Kepada YM
Presiden Republik Indonesia
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
di J A K A R T A

Bapak Presiden yang kami hormati dan cintai. Menjelang peringatan 65 tahun Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia perkenankan kami, para Waligereja Katolik Indonesia, menulis surat kepada Bapak Presiden.

Pertama kami ingin berterimakasih kepada Bapak Presiden. Di bawah kepemimpinan Bapak Presiden negara kita berhasil mengatasi goncangan-goncangan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan mendalam 12 tahun lalu. Kehidupan bangsa menjadi lebih mantap, konflik dan kekerasan mereda, perekonomian mulai berkembang positif, di dunia internasional Indonesia berdiri secara terhormat. Dan kami bersyukur, bahwa di bawah kepemimpinan Bapak Presiden, Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika tetap menjadi acuan dasar kebijakan negara.

Akan tetapi, Bapak Presiden, semua keberhasilan yang kami syukuri dan kami akui ini tidak menutup kenyataan, bahwa di dalam masyarakat terdapat keresahan-keresahan yang semakin mendalam, yang kalau tidak ditanggapi secara positif dapat mengancam masa depan bangsa kita.

Di satu pihak sebagian cukup besar rakyat Indonesia masih menghadapi kesulitan-kesulitan serius dalam hidup sehari-hari: kesulitan mendapat pekerjaan, beaya pendidikan dan kesehatan yang tetap tinggi, kriminalitas dan premanisme yang memberikan perasaan tidak aman, kualitas hidup terutama bagi orang kecil terus menurun. Sesudah 65 tahun merdeka lebih dari 100 juta warga bangsa belum menikmati taraf kehidupan yang wajar.

Pada saat yang sama rakyat menyaksikan elit politik sibuk dengan dirinya sendiri. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sepuluh bulan terakhir membuat masyarakat semakin sinis.

Setiap hari media menyajikan berita: para wakil rakyat yang seakan-akan hanya mencari trik-trik baru untuk mengisi kantong mereka sendiri; kepolisian memberi kesan bahwa mereka dengan segala cara men-sabotase setiap usaha untuk memberantas korupsi di kalangan mereka sendiri; kejaksaan agung dicurigai sengaja memperlambat pengusutan penyelewengan; ada mafia hukum sehingga rakyat sulit memperoleh keadilan.

Sementara itu pemerintah kelihatan membiarkan lembaga-lembaga yang bertugas memberantas korupsi, seperti KPK, digerogoti wewenang dan wibawanya.

Bapak Presiden, rakyat semakin mendapat kesan bahwa elit politik hanya melayani diri mereka sendiri. Hal ini akan sangat fatal karena rakyat akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem politik kita sekarang, yang dengan susah payah telah kita bangun bersama sejak 12 tahun, yang menjunjung tinggi Pancasila.

Ada dua perkembangan yang mengkhawatirkan.

Di satu pihak semakin banyak orang tidak mau tahu lagi tentang politik, tentang nasib bangsa, tentang cita-cita bersama. Mereka hanya mengejar keamanan dan sukses mereka sendiri. Mereka ingin masuk ke dalam lapisan golongan yang mampu menikmati konsumsi tinggi tawaran di iklan, promosi dan mall-mall. Mereka menyerah kepada oportunisme yang mereka cermati merajalela di kalangan elit politik. Rasa solidaritas dan kebangsaan menguap. Contoh yang diberikan oleh para elit meyakinkan rakyat bahwa bukan kejujuran, kerja keras dan berkualitas yang membuat seseorang sukses, melainkan kecekatan dalam memanfaatkan setiap kesempatan, koneksi, penipuan.

Meluasnya sikap asal-asalan tersebut menggerogoti substansi moral bangsa kita dan membahayakan masa depan.

Di pihak lain kita menyaksikan bertambahnya intoleransi, sikap tertutup, keras dan fanatik. Kemampuan untuk menerima saudara dan saudari sebangsa yang berbeda budaya dan agamanya, semakin menipis. Dengan sendirinya potensi konflik dalam masyarakat bertambah.

Secara khusus kami ingin mengajukan tiga keprihatinan.

Yang pertama adalah kenyataan bahwa sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil.

Yang sekarang dilihat oleh rakyat adalah proyek-proyek besar di mana rakyat hanya menjadi penonton, bahkan mengalami penggusuran. Yang diharapkan oleh orang kecil bukan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan, agar mereka semakin berdaya.

Yang kedua, kami tidak dapat menyembunyikan kecemasan kami karena bertambahnya intoleransi dalam masyarakat. Yang paling kami sesalkan adalah bahwa negara kelihatan tidak bersedia melindungi mereka yang keyakinannya berbeda dari mayoritas.

Kami amat sedih bahwa ada orang yang harus beribadah dalam suasana kecemasan, yang harus melarikan diri dari rumahnya karena diancam, bahwa ada orang-orang yang ditekan untuk melepaskan apa yang mereka yakini. Keragu-raguan aparat untuk melindungi mereka yang terancam justru menambah semangat mereka yang mau memaksakan kehendaknya.

Sudah lama kami menunggu kata dari Bapak Presiden kepada seluruh rakyat Indonesia, yang memperingatkan bahwa kita semua satu bangsa, bahwa semua warga, entah kelompok besar entah kelompok kecil, sama-sama dilindungi dan dijamin hak asasinya untuk mengikuti keyakinan keagamaan mereka. Kami menunggu jaminan terbuka dan jelas dari Bapak Presiden bahwa negara tidak akan membiarkan kelompok-kelompok minoritas diancam.

Yang ketiga, yang paling serius, adalah korupsi yang meresap ke seluruh kehidupan bangsa.

Kami gembira bahwa di bawah kepresidenan Bapak pemberantasan korupsi sudah semakin digalakkan. Tetapi korupsi tetap mengangkat kepalanya yang busuk. Kami berpendapat bahwa sudah waktunya segala keragu-raguan yang masih ada ditinggalkan, dan korupsi ditindak tanpa pandang bulu.

Bapak Presiden boleh yakin bahwa massa besar rakyat Indonesia akan mendukung dengan gegap gempita usaha pemberantasan korupsi yang Bapak Presiden gulirkan, dan tidak akan ada vested interests yang akan dapat menghentikan ofensif antikorupsi itu. Kami berpendapat, bahwa korupsi merupakan kanker di tubuh bangsa Indonesia yang akan menghancurkannya.

Bangsa yang tidak lagi tahu apa itu kejujuran, tidak dapat bertahan.

Bapak Presiden yang kami hormati dan kami cintai, itulah hal-hal yang ada di hati kami, dan yang mau kami ajukan kepada Bapak Presiden. Kami sangat sadar, bahwa mengatasi semua masalah bukanlah pekerjaan yang mudah. Kami mengakui kemajuan-kemajuan yang sudah tercapai. Tetapi sekarang rakyat Indonesia memerlukan perspektif ke masa depan yang meyakinkan.

Kami akan mendukung setiap kebijakan Bapak Presiden yang memacu perjuangan demi Indonesia yang sejahtera, adil dan maju, di mana semua warga mengalami bahwa martabat mereka terlindungi, atas dasar Pancasila.

Kami menyertai kepemimpinan Bapak Presiden dengan doa-doa kami yang tulus.

P R E S I D I U M
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
Mgr. Martinus D. Situmorang, OFMCap
K e t u a
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal

.
.
.
.

Berita lain yang terkait :

6 tanggapan untuk “surat untuk Bapak Presiden RI”

  1. priaparipurna Avatar

    Sangat Menarik, Bermanfaat, dan Informatif!!!

    Peter Paripurna
    Twitter: @peterparipurna

    Suka

  2. Abi Avatar

    Kira-kira ditanggapin gak ya sama Mr. P?

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Ditanggapi atau tidak itu adalah hak bapak Presiden. Beliau punya hak untuk mengamini atau bahkan mengabaikan materi tulisan di atas. Yang penting disini adalah, bahwa bapa-bapa gereja telah berusaha melaksanakan kewajibannya, yaitu menyampaikan suatu kebenaran.

      Dengan alasan itu, dan tidak sekedar karena itu adalah tulisan bapa-bapa gereja yang aku hormati, tetapi karena memang benar-benar mengandung suatu kebenaran maka juga dengan senang hati menampilkan pula pada blog ini.

      Jika dicermati lebih lanjut, tulisan surat diatas adalah dalam posisi ngeman (memberi perhatian karena sayang jika sampai rusak), dan bukannya suatu komentar kritik. Jadi jika mengabaikan maka dapat dipastikan sesuatu kesempatan yang baik akan terlewatkan.

      Suka

  3. Ramdani Tohir Avatar
    Ramdani Tohir

    Saya setuju dengan isinya.
    Saya apresiasi cara menyampaikan materinya.
    Memang jarang ada (terpakai) gaya bahasa “menyampaikan kritik tanpa menyinggung perasaan”. Sekarang ini yang ngetrend adalah menyampaikan secara bombastis, provokatif cenderung gosip, tapi kebenarannya masih tanda tanya besar. Tapi koq malah disukai. Aneh.

    Suka

  4. kekerasan ! | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] surat untuk Bapak Presiden RI – Posted on 22 Agustus 2010 This entry was posted in opini and tagged kekerasan. Bookmark the permalink. ← diskusi pagi – trafik Jakarta […]

    Suka

  5. asmadi madjid Avatar
    asmadi madjid

    sudah sa’atnya koruptor diputus hukuman mati,
    tapi kok malah diberi grasi ?
    apakah menunggu bubarnya nkri,
    baru koruptor dihukum mati?
    atau N K R I bubar karena di KORUPSI ?
    pertanyaan saya……..
    siapa yang bisa membuat poling koruptor di HUKUM MATI ?
    [ poling nya untuk seluruh rakyat indonesia lo ? ]

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com