Tulisan saya tentang jalan ambles ternyata mendapat tanggapan yang cukup menarik banyak, untuk komentar tertulisnya sih saya kira biasa-biasa, silahkan saja baca di bagian bawah setiap artikel yang kutulis. Sisi menarik yang aku maksud adalah bahwa dengan tulisan-tulisanku tersebut sampai-sampai ada wartawan salah satu berita nasional terkenal yang tertarik untuk mewawancarai aku via telpon, dan itu terjadi pada hari Kamis kemarin. Tentang hal itu tentu aku tidak boleh berbangga dulu, bisa-bisa ketika dilansir beritanya nanti eh, ternyata tidak ada namaku. 🙂
Jadi terlepas dari masuk menjadi berita atau tidak, tetapi yang jelas dapat kutangkap bahwa reaksi masyarakat terhadap amblesnya jalan Ancol adalah luar biasa. Bahkan ada yang beranggapan bahwa itu merupakan fenomena gunung es, sehingga dimungkinkan akan bermunculan fenomena serupa di negeri ini. Ketakutan seperti itu ditingkahi dengan adanya berbagai komentar, yang seperti biasa selalu ‘bernada menuding’.
Kadang-kadang yang bersuara keras dan bahkan berani menuding, sebenarnya tidak tahu apa-apa, sok tahu. Saya yakin mereka ngomong hanya berdasarkan data-data yang mereka baca dari media berita. Padahal dari bincang-bincang dengan wartawan di atas aku jadi tahu, bahwa wartawan yang menuliskannya kebanyakan berlatar belakang sarjana ilmu sosial, kalaupun ada wartawan berlatar belakang sarjana teknik umumnya lebih suka menulis berita politik, ini menurut wartawan yang mewawancaraiku tadi .
Heh, he, jadi itulah alasannya mengapa si wartawan sampai bertanya kepadaku. Maklum mereka sebenarnya awam tentang mekanisme amblesnya jalan tersebut. Meskipun demikian, karena dia mau bertanya itu artinya dia memahami pepatah “malu bertanya sesat di jalan”.
Selain wartawan di atas, ternyata sobat lamaku, bapak Ir. Edi Prayitno, MT., Direktur PT. Sinergi Pandu Dinamika, juga tertarik dengan fenomena jalan ambles tersebut. Dari sela-sela kesibukannya beliau bekerja, ternyata masih berkesempatan untuk meluangkan waktu khusus untuk terjun langsung melakukan inspeksi ke lapangan, ke tempat kejadian jalan ambles. Maklum, beliau menikmati pekerjaannya di bidang engineering / rekayasa, jadi perginya ke lokasi kejadian semata-mata untuk melaksanakan hobby-nya yaitu untuk memuaskan rasa keingintahuannya saja. Selanjutnya setelah puas dengan hasilnya, dan juga karena tahu temannya seorang penulis yang piawai (he, he, begitu katanya) maka beliau berkenan untuk memberi sharing ke masyarakat luas melalui blog ini. Terima kasih ya bapak Edi atas kepercayaan yang diberikan pada blog ini.
Dari kunjungan pak Eddy, orang yang tahu bidang rekayasa (pengetahuannya tidak kalah dengan aku) maka tentunya banyak masukan atau informasi pertama yang dapat disampaikan. Informasi pertama tentu saja lokasi tepat dari jalan ambles tersebut. Tentang jalan R.E Martadinata pasti sebagian besar orang pasti tahu, tetapi tepatnya dimana amblesnya ini perlu ditunjukkan. Lokasinya ternyata dapat dicari dari Google Maps, ini gambarnya sudah sedikit saya edit sbb:
Gambar 1. Lokasi Jalan Ambles di Ancol, Jakarta Utara.
Jadi lokasi jalannya memang tidak biasa, terletak diantara aliran sungai, yaitu antara kali Japat (sisi atas) dan kali dari waduk Sunter Barat (sisi bawah). Dengan demikian jelas, situasinya berbeda dengan jalan Sudirman yang berada di pusat kota. Adapun yang disebut kali Japat sendiri pada dasarnya adalah alur pelabuhan karena ternyata dapat dilalui oleh kapal-kapal besi yang cukup besar (nanti ada fotonya lho). Jadi dengan demikian pasti mempunyai kedalaman yang signifikan dibanding kedalaman kali yang berasal dari waduk Sunter Barat.
Melihat eksposed jalan tersebut terhadap kali Japat yang dalam (ini tidak sekedar pantai lho) maka kelongsoran yang terjadi pada badan jalan RE Martadinata adalah sangat beresiko. Bayangkan saya kemiringan yang diperlukan pada tanah badan jalan. Harusnya kalau melihat kondisi seperti itu, maka tentunya telah dipasang steel-sheet pile. Jika ini ada, maka saya yakin masalahnya tidak akan muncul sedrastis ini. Maklumlah, kebiasaan kita sebagai manusia kadang-kadang menyepelekan peringatan , itu kalau ada yang mau memperingati. Umumnya yang punya ilmu atau pengetahuan jadi sungkan sendiri ketika memberi tahu, karena dicuekin. Ibarat : “mau berbuat baik, tetapi ditanggapi tidak baik“. Lebih baik diem saja (untung diantara orang-orang yang tahu itu masih ada yang mau menulis. Iya khan. 🙂 ).
Gambar 2. Lokasi jalan ambles dilihat ke arah timur.
Perhatikan, ujung jalan yang ambles itu adalah oprit jembatan. Tidak ambles karena tentunya memakai pondasi dalam.
Gambar 3. Ujung timur jalan yang ambles yang berupa oprit jembatan.
Pada gambar 3 terlihat sedikit concrete sheet-pile, kelihatannya dimaksud untuk melindungi sisi jembatan dan bukan jalan. Eh, ternyata yang gagal bukan di jembatan tetapi di jalan. Salah perkiraan.
Gambar 4. Ujung barat jalan yang ambles
Perhatikan sisi kanan, masih terlihat adanya pohon yang tumbuh. Jadi mestinya masih ada tanah di situ. Mungkin juga di sisi tersebut kedalaman airnya tidak terlalu mencolok, sehingga lerengnya tidak terlalu terjal. Adapun dinding penahannya berupa pasangan batu, bukan sheet-pile seperti yang terlihat pada sisi jembatan.
Gambar 5. Keseluruhan jalan yang ambles di lihat dari sisi timur
Pada gambar 5, pada sisi kanan terlihat kapal TK. Teluk yang berlabuh (perhatikan baik-baik). Adanya kapal berarti alur di sebelah kanan ini tentunya cukup dalam. Jadi kalaupun longsor, itu mungkin terjadi.
Gambar 6. Kapal yang tertambat dekat daerah longsoran.
Dari Gambar 6 terlihat sedang dilakukan pengeboran untuk mendapatkan sampel tanah di bawahnya.
Gambar 7. Sisi jalan yang tidak mengalami ambles.
Perhatikan, yang terlihat seperti lapisan-lapisan horizontal di bawah permukaan jalan adalah tahapan-tahapan peninggian jalan yang dilakukan selama ini. Itu berarti memang benar di daerah tersebut terjadi penurunan permukaan tanah yang cukup ekstrim setiap tahunnya sehingga sampai-sampai perlu dilakukan penambahan ketinggian jalan. Jadi selama ini yang dikerjakan kontraktor jalan adalah proses peninggian tersebut. Jika demikian tentu tidak ada hubungannya bahwa mutunya di korup sehingga terjadi longsor. Karena yang dilakukan ini adalah peninggian jalan maka jelas ini prosesnya tidak seperti konstruksi jalan beton yang aku ceritakan sebelumnya. Menurut pak Edy yang ke lapangan, betonnya tersebut tidak ada tulangannya sama sekali. Ini fungsinya hanya untuk peninggian saja kelihatannya.
Gambar 8. Detail lapisan jalan tambahan untuk antisipasi penurunan tanah
Terlihat lapisan beton baru di atas jalan yang tidak ambles.
Ada cerita menarik dari pak Edy sewaktu kunjungan ke sana. Coba anda perhatikan, tidak banyak terlihat orang di sana bukan, kelihatannya sepi khan. Padahal berita koran menyebutkan bahwa daerah tersebut ramai dilihat oleh penduduk disekitarnya. Itu memang benar, anda perhatikan pagar kuning yang mengelilingi lokasi bukan. Ternyata tempat tersebut sudah dijaga, tidak sembarang orang boleh masuk, tetapi karena style pede dari pak Eddy yang dikira pejabat dari pusat maka penjaganya memperbolehkan masuk. Jadi bisa saja kalau aku kesana, karena hanya style guru, mana boleh masuk. 🙂
Trims ya pak Eddy.
Tinggalkan komentar