Tiap negara punya masalah, meskipun tentu bisa berbeda antara negara satu dengan lainnya.  Tetapi yang namanya masalah, dimana-mana adalah sama, yaitu perlu segera dicari penyelesaiannya. Nah pada tahap itulah, yaitu bagaimana respon suatu negara dalam menyelesaikan masalahnya, maka  akan terlihat kelasnya, negara maju atau negara tertinggal.

Kelas suatu negara kadang-kadang tidak ada kaitannya langsung dengan besaran-besaran fisik di dalamnya, seperti misalnya jumlah rakyatnya, luas wilayahnya, atau keaneka-ragaman alam di dalamnya. Umumnya diyakini bahwa kelas ‘suatu negara banyak tergantung dari tingkat budaya manusia penghuninya, yang secara awam dapat ditunjukkan dari ada atau tidak adanya manusia pintar yang berkarakter dan mau berbagi bagi bangsanya.

Pak, emangnya negara kita punya masalah ?

Itu suatu pernyataan yang menarik. Macet misalnya, kita sehari-sehari di Jakarta menjumpainya, dari sejak lima atau sepuluh tahun yang lalu, macet juga sudah ada, dan sekarang semakin menjadi-jadi. Berarti selama itu, tidak ada respon pemerintah kita yang berarti. Padahal sudah menjadi keyakinan umum bahwa cara mengatasinya relatif mudah yaitu disediakannya suatu sistem  Mass Rapid Transportation (MRT) yang baik. Jadi meskipun dapat dikatakan bahwa sudah ada Busway dan itu juga bisa disebut MRT, tetapi karena macetnya masih ada, bahkan semakin menjadi-jadi, artinya MRT yang disediakan belum baik. 🙂

Itu tadi di negeri ini, untuk kasus yang sama di negeri lain, yaitu di Swiss (Benua Eropa) ternyata juga dijumpai masalah yang sama, yaitu macet. Itu terjadi karena ada pertambahan jumlah kendaraan, adapun prasarana jalannya relatif terbatas (kesulitan) untuk dapat dikembangkan karena letaknya di dataran tinggi Alpen, yang terjal. Oleh karena itulah, ketika volume lalu-lintas lebih besar dibanding kapasitas jalannya maka terjadilah macet. Kalaupun mungkin tidak macet, tetapi jika kapasitasnya terganggu maka akan rawan terjadinya kecelakaan.

Hanya ada perbedaannya, di Swiss jalannya yang mempunyai masalah adalah di luar kotanya. Adapun di dalam ibukotanya sendiri, karena sudah tersedia MRT yang baik maka tidak ditemui suatu masalah yang cukup berarti. Dari studi yang telah dilakukan, dapat diketahui secara mudah bahwa permasalahan yang timbul di jalanan adalah karena kondisi jalannya yang luar biasa, terjal dan berliku-liku, sangat berbahaya. Lihat saja foto jalan utama St. Gothard Pass yang melewati pegunungan Alpen, kalau di sini mungkin ruas jalan tersebut bisa disebut sebagai ‘kelok seribu’.

Gambar 1. St Gothard Pass diketinggian 2108 m di Alpen, Swiss
(Source : http://www.cycling-challenge.com/)

Jalur jalan St Gothard Pass, terletak pada ketinggian 2108m (6915 feet), posisinya di tengah-tengah wilayah negera Swiss atau Switzerland. Jalur tersebut penting karena menghubungkan negeri Jerman di utara dan negeri Italia di selatan. Itulah alasannya mengapa jalur tersebut tetap perlu dilewati oleh pemakai jalan, kecuali tentunya mau melingkar ke tempat lain dulu yang lebih jauh.

Swiss yang dikenal terlebih dahulu sebagai pembuat jam yang hebat ternyata menanggapi secara hebat juga masalah tersebut. Mereka akan mengatasinya dengan mencoba mengalihkannya pada terowongan jalan raya yang menembus gunung. Ide tersebut mulai direalisir setelah pemerintahnya pada tahun 1969 memberikan persetujuan.  Akhirnya setelah melalui usaha keras bertahun-tahun maka pada tahun 1980, di bawah jalur jalan St. Gotthard Pass dapat dibangun jalur jalan baru melalui St. Gotthard Road Tunnel sepanjang 16km.

Gambar 2.  St. Gotthard Road Tunnel di Swiss

Meskipun terowongan hanya sepanjang 16 km ternyata diperlukan waktu pelaksanaan sampai bertahun-tahun. Ini tentu mengherankan, coba saja anda bandingkan dengan jalan tol Cipularang yang membelah pegunungan antara Jakarta dan Bandung yang ternyata dapat dikerjakan secara maraton selama tidak lebih dari satu tahun. Padahal panjangnya kira-kira 41 km untuk yang tahap ke-2 nya.

Apakah itu berarti negeri kita ini lebih hebat.

Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak, tetapi yang jelas ada perbedaan waktu, terowongan di Swiss itu khan dibangun pada tahun 70-an. Jadi mungkin jika dibangun saat sekarang maka tentunya akan lebih cepat. Siapa tahu, yang jelas konstruksi terowongan tersebut direncanakan dan dibangun secara matang untuk solusi permasalahan yang memang perlu penyelesaiannya.

Bandingkan dengan motivasi dibangunnya jalan tol Cipularang, yang dimulai segera dibangun karena Presiden Megawati waktu itu, ingin menunjukkan kepada para peserta KTT Asia-Afrika 2005, yang acaranya berlangsung di dua kota, yaitu di Jakarta dan di Bandung. Adanya perjalanan para peserta dari Jakarta ke Bandung itulah maka ketika dapat melewati jalan tol tersebut akan dapat diperoleh perbandingan yang signifikan antara kondisi Indonesia ketika KTT Asia Afrika pertama (1955) dan yang kedua ini (2005). Artinya akan terlihat ada kemajuan yang signifikan, dulu dan sekarang di Indonesia.

Jadi selain faktor dari dalam (kebutuhan solusi masalah transportasi) juga ada faktor dari luar, ingin menunjukkan bahwa kita bangsa besar. Karena alasan-alasan itulah, maka semangat Bandung Bandawasa (kerja dalam sekejap) dapat diterapkan, dan ternyata berhasil. Coba kalau ibu Mega waktu itu menyerahkan pada floor, mengikuti pendapat masyarakat, maka bisa-bisa proyek tersebut menjadi terkatung-katung lagi, khususnya jika banyak pendapat miring ditanggapi dengan keragu-raguan pula.

Baik, kita kembali ke negeri Swiss lagi.

Jadi dapat dipahami sekarang mengapa foto di Gambar 1, yaitu St Gothard Pass, jalan ‘kelok seribu’ milik negeri Swiss terlihat lengang. Ternyata lalulintasnya telah beralih, itu artinya St Gotthard Road Tunnel berhasil menjadi solusi permasalahan yang terjadi pada St. Gotthard Pass.

Seperti pepatah: ada gula ada semut. Jadi ketika jalur jalan yang melewati daerah Gothard dapat melalui terowongan yang mulus dan tidak berliku-liku lagi sebagaimana sebelumnya, maka secara otomatis, jalur jalan tersebut menjadi pilihan bagi banyak pengemudi. Termasuk juga pengemudi truk trailer. Tahun berganti tahun, seperti halnya di Jakarta, volume lalulintas juga meningkat. Kapasitas jalan yang ada menjadi terbatas, ujung-ujungnya timbul macet lagi. Dari studi dapat diketahui bahwa biasanya pemicu utamanya kemacetan tersebut adalah adanya meningkatnya truk trailer pengangkut peti kemas di rute tersebut.


Gambar 3. Kemacetan di jalan menuju St. Gotthard Road Tunnel saat ini

Macet lagi, macet lagi, si komo akan lewat, itulah fenomena kota besar dimana-mana. Selanjutnya ada usulan untuk membuat lagi terowongan jalan raya, seperti St Gotthard Road Tunnel yang sudah berhasil digunakan selama ini. Jika itu dipilih maka artinya moda transportasi yang ditingkatkan adalah jalan raya, padahal ada moda transportasi kereta api sebagai alternatifnya.

Ternyata usulan tersebut tidak disetujui oleh parlemen, alasannya adalah bahwa jalan raya cenderung meningkatkan polusi, dan ada kecenderungan akan terus bertambah terus. Maklum, mobil yang dulunya digunakan sebagai alat transportasi dapat juga beralih menjadi alat rekreasi. Artinya, peningkatan jumlah mobil tidak identik dengan peningkatan jumlah penumpang yang dapat dilewatkan. Padahal yang namanya tranportasi itu adalah jumlah penumpang / manusia yang dapat dipindahkan,dari satu tempat ke tempat lain. Agar transportasi dapat ditingkatkan tetapi dampak lingkungan sekecil mungkin maka satu-satunya cara adalah meningkatkan kapasitas Mass Rapid Transportation (MRT). Kapasitas MRT yang paling efisien adalah yang memakai kereta api dan bukan bus. Jadi alternatif satu-satunya untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas di Swiss adalah mengalihkannya ke moda transportasi kereta api.

Mari kita tengok sebentar kondisi macet di Jakarta.

Solusi masalah tentang kemacetan di sini, khususnya di ibukota telah dicoba di atasi dengan menciptakan Jalur Jalan khusus untuk Busway. Memang cara ini belum dapat dinikmati oleh warga Jakarta secara keseluruhan , meskipun demikian masih lebih baik dibanding tidak ada solusi permasalahan yang ada. Yah semacam Mass Rapid Transportation yang terbatas, maklum kelasnya masih segitu sih.

Sedangkan di Swiss, kemacetan jalannya akan diatasi dengan ditingkatkannya moda transportasi kereta api. Maklum sumbernya adalah truk-truk trailer besar pengangkut bahan-bahan pokok dan perdagangan antar negara, maka tentunya jika volumenya dapat dikurangi karena adanya moda transportasi KA maka tentunya truk-truk trailer besar tersebut tidak diperlukan lagi. Faktor kemacetan hilang, maka tentunya jalan menjadi lancar. Betul tidak.

Hanya saja masalahnya adalah kereta api kalau disuruh naik gunung seperti jalur di atas tentu akan kalah jauh dibanding truk. Lokomotifnya khan hanya satu dan itupun harus menarik gerbong-gerbong yang banyak dibelakangnya. Tentang teknologi perkereta-apian, Swiss adalah salah satu jagonya, lihat saja contohnya.


Gambar 4. Typical KA pengangkut barang antar negara di Swiss

Panjang banget khan keretanya. Jadi sebenarnya sudah ada jalur kereta api yang paralel dengan jalur jalan raya yang macet tersebut. Tetapi karena melewati pegunungan Alpen yang terjal, maka jalur kereta api yang ada, yaitu Gotthardbahn hanya mampu mengangkut maksimum kapasitas sampai 2000 ton, itu saja memakai dua atau tiga loko untuk melewati jalur sempit pegunungan dengan terowongan yang berbentuk spiral yang naik jalur sampai ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut.

Gambar 5. Terowongan Gotthard yang lama, panjang 15 km.

Terowongan kereta api Gotthard yang lama telah dibangun lebih seabad yang lalu, yaitu sejak tahun 1882 . Bayangkan itu, kita di Indonesia masih jaman apa, sedangkan di Swiss sudah mampu membuat terowongan di bawah tanah dan dapat dilewati secara aman oleh kereta api sampai sekarang. Bisa saja kalau itu dibuat cerita di sini, bahwa terowongan tersebut dibuat oleh Antareja (anaknya Bima) tokoh pewayangan yang ahli masuk ke dalam tanah, maka mungkin masih saja ada orang yang percaya (tapi di sini lho).

Jadi adanya terowongan-terowongan seperti itulah, maka jalur kereta apinya sudah mencapai limit batas kapasitasnya. Dengan demikian tentunya dapat dimaklumi jika ada rencana baru yang diajukan maka itu tentunya cukup menarik.

Betul juga. Ternyata mereka memecahkannya dengan membuat jalur kereta api baru, yang keberadaannya kira-kira terletak sekitar 600 m dibawah jalur yang sudah ada, tidak naik gunung lagi melalui terowongan-terowongan yang berbentuk spiral itu. Jalur yang baru adalah melalui terowongan panjang yang lurus, yang disebut sebagai Gotthard Base Tunnel. Secara teori memang gampang, masalahnya ternyata gunungnya besar sekali, sehingga jalur yang paling pendekpun masih memerlukan terowongan sampai 57 km panjangnya. Kira-kira ini lokasinya.

Gambar 6. Lokasi terowongan KA terpanjang di Swiss, Gotthard Base Tunnel

Bayangkan. Itu belum pernah ada sebelumnya. Kondisi ini jika terjadi pada negeri kita, pasti akan banyak yang mencemoh, yah kira-kira aku bisa membayangkannya, mungkin salah satunya adalah seperti ini :Masih banyak rakyat yang makannya susah aja, mau bikin terowongan seperti itu. Gimana nanti kalau runtuh ?. Duitnya ngutang lagi, nanti di korup lagi . Iya khan. Adanya komentar-komentar miring seperti itu, ditambah pemimpinnya yang terlalu banyak pertimbangan dan kurang berani, maka dapat dipastikan ngeper dalam memperjuangkan. Jadinya solusi yang diusulkan itu dapat dipastikan tinggal wacana-wacana saja. Untunglah rakyat negeri kita ini sudah cukup puas dengan adanya wacana-wacana tersebut. Ada harapan, katanya. Moga-moga suatu saat nanti akan terlaksana. 🙂

Tetapi bagi rakyat di negeri Swiss, yang meskipun negerinya relatif sangat kecil dibanding negeri kita, tetapi tingkat budaya orang-orangnya ternyata berbeda jauh. Pemimpin mereka sangat percaya diri dapat mengatasi masalah di atas, meskipun susah karena belum pernah ada sebelumnya terowongan seperti itu, tetapi karena didukung oleh voting rakyat pada tahun 1994, maka mereka berani memutuskan membangun terowongan KA tersebut. Mereka yakin bahwa terowongan tersebut dapat mengatasi kemacetan yang timbul. Bayangkan saja, jika ada terowongan tersebut maka dengan konfigurasi lokomotif standar saja maka kapasitas angkutnya bisa naik sampai 4000 ton, jadi seakan-akan kereta api itu dapat lewat tanpa ada penghalang gunungnya.  Keuntungan lainnya maka kawasan pegunungan di atasnya akan bebas polusi dan tidak terjadi kerusakan lingkungan. Luar biasa.

Kapan orang-orang negeri kita bisa seperti itu, bayangkan saja, negeri kita ini khan katanya seperti zamrud di kathulistiwa. Tuhan sudah memberi alam yang hijau, yang merupakan paru-paru dunia, tetapi karena ada segelintir orang yang berorientasi pada materiil, maka terjadilah pembalakan hutan dimana-mana. Banjir akibatnya, tetapi ketika itu terjadi, maka pejabatnya cepat-cepat membuat pernyataan bahwa itu semua bukan karena adanya pembalakan, tetapi karena . . .  . . . .nasib. 🙂

He, he, kembali ke terowongan Gotthard Base Tunnel, terowongan KA terpanjang di dunia. Selanjutnya kita akan melihat jalur baru dibanding jalur kereta api yang lama, lihat gambar berikut.

Gambar 7. Jalur KA baru melewati Gotthard Base Tunnel

Jalur warna merah adalah jalur rel kereta api yang ada, jalur warna kuning adalah lokasi terowongan. Jalur kuning yang kiri adalah terowongan lama Gotthard, panjang 15 km dibangun tahun 1881, sedangkan jalur kuning yang kanan adalah terowongan baru Gotthard Base Tunnel yang baru saja selesai ditembus bulan ini, Oktober 2010, dan diperkirakan nantinya akan selesai lengkap di tahun 2015 (informasi baru katanya mundur sampai tahun 2017). Jadi kalau dihitung sejak tahun 1994 maka pembangunan terowongan tersebut telah melewati angka 15 tahun.

Terowongannya sendiri, tidak sekedar terowongan atau lubang yang menembus gunung. Terowongannya dirancang sedemikian rupa sehingga jika ada apa-apa maka dapat dilakukan evakuasi juga. Selain itu, karena sangat panjang (57 km) maka untuk menghindari terjadinya delay karena saling menunggu kereta api, maka dibuat jalur ganda, agar lubang terowongan tidak terlalu besar maka dibuat sekaligus dua terowongan ganda. Sama seperti terowongan Gotthard yang lama.

Gambar 8. Typical terowongan dan akses penyelamat darurat
(Courtesy of www. funimag.com)

Adapun potongan horizontal menyeluruh dari jalur kereta api baru yang melewati Gotthard Base Tunnel dapat dilihat pada gambar berikut yang penulis ambil dari institusi perkereta apian Swiss sebagai berikut :

Gambar 9. Potongan memanjang jalur KA Swiss.

Dari gambar 7 jelas dapat dibayangkan bahwa terowongan yang baru ini memang sangat signifikan pengaruhnya, menjadikannya seakan-akan tidak ada gunung lagi yang menghalanginya. Itu pula yang menyebabkan loko standar mampu mengangkut dua kali lipat kapasitas yang dulu harus dipikul oleh doble atau triple loko. Solusi yang hebat, efektif dan spektakular karena belum ada sebelumnya.

Untuk pelaksanaannya sendiri digunakan dua cara, ada yang masih memakai cara lama yaitu dinamit karena batuannya sangat keras, tetapi untuk yang tanahnya standar digunakan alat khusus, Tunnel Boring Machines (TBM) yang biasa digunakan juga dalam pembuatan MRT di kota-kota berbudaya tinggi. Mesin tersebut dibuat oleh Herrenknecht AG, Schwanau, Jerman.

Gambar 10. Tunnel Boring Machines dari Herrenknecht AG, Jerman

Dengan latar belakang seperti itu mungkin selanjutnya jika disajikan gambar-gambar terowongan yang dimaksud maka akan lebih dapat membayangkan. O begitu tho kerja orang-orang berbudaya tinggi itu.

Gambar 11. Conveyor pembuang batu terowongan
(Source:  http://www.dailymail.co.uk)

Sistem conveyor khusus perlu dibuat sehingga galian batu atau tanah terowongan dapat dibawa keluar dengan cepat. Informasi yang ada, tanah galian yang dibawa keluar lebih besar dibanding volume gedung pencakar langit Empire State Building. Yah maklum 57 km, apalagi dua lobang.

Gambar 12. Kondisi awal, terowongan dengan perkuatan pertama

Gambar 13. Penulangan tunnel pada bagian lobang besar.

Gambar 14. Typical lubang tunnel

Gambar 15. Perayaan yang baru saja terjadi Oktober 2010, ketika tunnel sepanjang 57 km tembus

Yah terbukti lagi, bahwa teknologi jika digunakan dengan tepat mampu menjadi solusi yang sebelumnya tidak pernah ada. Beranikah negeri kita ini juga mengadopsinya bagi kepentingan masyakat banyak sehingga masalah-masalah yang ada tidak hanya sekedar diberi wacana-wacana penyelesaian tetapi benar-benar terwujud. Masalah-masalah yang dimaksud bisa saja mulai dari kemacetan dan banjir di ibukota, atau bahkan penyatuan pulau Jawa dan Sumatera dan lain-lainnya yang masih menumpuk untuk mendapat perhatian.

Semoga dengan membaca artikel ini, saudara sebangsa akhirnya mempunyai keberanian untuk mengambil tindakan nyata. Semoga.

Artikel-artikel lain yang terkait dengan Gotthard Base Tunnels:

 

 

 

11 tanggapan untuk “Gotthard Base Tunnel di Swiss, terowongan KA terpanjang di dunia”

  1. simbangando Avatar

    belajar dari pengalaman swiss tersebut, untuk pembangunan infrastruktur harus dijadikan UU atau Tap MPR. Kalau sekedar KepPres, PP atau Gubernur tentu akan semakin banyak alasan yang muncul, seperti yang Pak Wir tuliskan diatas.

    Kalau masih belum jalan juga, kita cari cara lain saja pak. Insinyur pantang menyerah

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Lho koq insinyur yang diminta pantang menyerah.

      Tahap yang utama tentu adalah dari keputusan politik, yang merupakan representasi kemauan rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Tentu saja sebelum ada keputusan politik, diperlukan alternatif-alternatif solusi yang dimungkinkan, untuk itu mereka dapat dibantu oleh para insinyur yang qualified, juga ahli-ahli lain tentunya. Setelah dilakukan evaluasi dari berbagai aspek, politik, ekonomi, sosial dan tentunya yang penting adalah aspek teknik maka diputuskan suatu solusi. Solusi yang terbaik dari mungkin dapat diberikan.

      Jika itu sudah diputuskan dan masuk pada tahap detail, teknis, maka baru disitulah insinyur harus pantang menyerah untuk mewujudkannya.

      Jadi intinya, insinyur tidak bisa disuruh memikul tanggung jawab sendiri untuk memulai, kecuali dia mempunyai mandat sebagai pemimpin negeri, misalnya seperti Soekarno tempo hari, yang juga seorang insinyur tetapi sekaligus pemimpin negeri.

      Suka

  2. Antoni Avatar

    Pertambahan kendaraan di jakarta tidak dibarengi dengan perkembangan infrastruktur dan peraturan yang memadai. Jakarta sebagai ibukota, harusnya memahami menjaga keseimbangan tersebut.

    Pertambahan kendaraan secara exponensian dalam beberapa tahun terakhir dan infrastruktur jalan yang hanya bertambah sangat kecil. Kemacetan membuat beban atau resiko yang semakin besar dengan biaya ekonomi yang tinggi bahkan bisa lebih besar dari nilai ekonomi dari pertumbuhan kendaraan.

    Pemerintah harus berani dan tegas untuk membuat program yang bisa menjadi solusi. Kebijakan strategis walaupun sekarang mungkin tidak populer tapi bisa diyakini menjadi solusi itulah yg diharapkan.

    Kalau engineer menurut saya sudah cukup siap untuk menjalankan setiap rencana dalam proses kelayakan, desain, pengawasan, construction.

    Salam

    Suka

  3. Company Profile Avatar

    bagus nya dunia…

    Suka

  4. haryo Avatar
    haryo

    tulisannya keren banget. salam Pak.

    _haryo damardono

    Suka

  5. ngekngok Avatar

    wah kerenya.. makasih sharingnya terowongan terpanjang

    Suka

  6. tukimin Avatar
    tukimin

    memang indonesia ruwet. media massa yg seharusnya jadi sarana pencerdasan juga malah jadi provokator. sy yakin kalau mau ditertibkan misalnya untuk sarana transportasi massal dilakukan penggusuran. maka media provokator akan men shooting orang2 yg nangis dgn kesan pemerintah itu raja tega.

    Suka

  7. Gada Bina Usaha Avatar

    luar biasa struktur terowongan tersebut,Insinyur Indonesia saya kira juga mampu…hanya saja back up pemerintahannya yang saya tidak tahu..
    makasih Pak Wir share infonya..GBU
    Produk Karet Konstruksi – Gada Bina Usaha

    Suka

  8. Anggry Avatar
    Anggry

    Tulisannya keren pak. mungkin kalau bisa diwujudkan, kemacetan di ibu kota bisa dikurangi….. Salam kenal pak wir , saya seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di surabaya, saya saat ini sedang menyelesaikan suatu study tentang castellated beam, saya lagi mencari referensi Journal ASCE . Mungkin bapak punya link tentang ” journal of structural engineering, Volume 118 , Proposed Spesification for Structural steel beams with openings, December 1992, ASCE” atau yang “Volume 124, Castellated beam Web Buckling in shear, October 1998, ASCE” ? sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

    Suka

  9. Yanuar Avatar
    Yanuar

    di Jakarta lebih baik memakai sungai sebagai sarana transportasi,
    karena selain bisa menyelesaikan masalah banjir juga bisa sebagai sarana pariwisata.
    Saya yakin kita bisa seperti itu, akan tetapi kalo di bangun terowongan takutnya nti terowongannya “kelelep=tenggelam” he3….
    Indonesia kan semboyan SDMnya masih “bisa bikin, ndak bisa ngerawat”
    Terima kasih ilmunya

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com