Di tengah hingar bingar berita tentang Indonesia, yang mayoritas tidak sedap, seperti terjadinya bencana alam, mulai dari timur (air bah di Wasior), di tengah (erupsi gunung Merapi) dan di barat (tsunami di kepulauan Mentawai). Juga berita tentang bencana akibat tindak-tanduk manusia seperti lumpur Lapindo yang sekarangpun masih berlanjut, ditambah adanya banjir ‘genangan’ rutin yang selalu menemani warga ibukota. Kasus-kasus dimasyakarat yang menjadi berita, mulai dari kasusnya pak Susno yang ternyata tidak ada tindak lanjutnya untuk sarana pemberantasan korupsi, dan yang paling baru yaitu Gayus yang meskipun sudah ketangkeppun ternyata bisa jalan-jalan ke Bali. Itu semua khan jelas isi berita yang tidak menyenangkan, tidak bisa dijadikan kebanggaan bagi orang di luar Indonesia. Benar nggak.
Kasus-kasus seperti itu jika dipikirkan serius oleh seorang yang idealis, maka bisa-bisa membuatnya menjadi kecewa atau bahkan skeptis. Bayangkan, meskipun sudah empat kali era presiden digantikan sejak Suharto, masalah korupsi yang katanya adalah salah satu kejelekan masa pemerintahan orde baru dulu, ternyata masih saja berlangsung. Bahkan kelihatannya sekarang lebih dahyat, tidak hanya terjadi di pusat kekuasaan tetapi juga di daerah, yang katanya sudah mandiri itu.
Dengan latar belakang pemikiran seperti di atas, . . . maka saya juga cenderung skeptis terhadap berita-berita politik yang menghiasi media. Untuk mengatasinya, maka cara paling bagus adalah mengabaikannya. Jangan dimasukin ati atau pikiran. Moga-moga setelah tahun 2014 nanti ada harapan baru. Itulah alasan mengapa aku sekarang sering membaca kabar berita teman-teman di FB, kadang lebih menarik. Betul juga, belum lama ini aku tertarik dengan foto-foto yang di-share oleh prof Morisco, dosen dan seniorku di UGM.
Apa itu pak Wir ?
Itulah yang ingin aku bahas, yaitu konstruksi bambu. Terus terang, aku selama ini tidak pernah belajar tentang bambu secara formal di perguruan tinggi, meskipun bambu bagiku bukan sesuatu yang asing. Maklum, masa kecilku di Yogyakarta, juga dulu sering berkunjung ke nenek di Jawa Timur, Blitar, di desa. Bahkan ketika mahasiswa dulu, meskipun itu secara informal, aku sering bermain-main dengan beberapa jenis bambu, seperti misalnya bambu petung, yang besar, yang agak kecil seperti bambu wulung atau juga bambu apus yang biasa dipakai untuk tali. Waktu itu aku sering mencari atau membeli bambu-bambu itu secara utuh, untuk digunakan sebagai tiang antena pemancar radio amatir yang aku buat, maklum mudanya dulu hobby di bidang elektronika.
Dari pengalaman itu aku tahu, bambu atau pring (jawa) yang batangnya paling solid adalah pring petung, ruas bambunya tebal, dipaku tidak mudah pecah. Adapun bambu yang lain, jika dipaku bisa pecah, apalagi di baut. Jadi untuk menyambung batang bambu, agar cukup panjang dijadikan tiang antena, maka tidak bisa hanya mengandalkan sambungan baut saja. Hasilnya pasti kurang kaku, jika tiang ditegakkan maka segmen bambu yang disambung di atas akan jadi miring. Pada saat pengencangan saja, jika terlalu keras maka batang bambunya dapat pecah.
Cara penyambungan bambu antar bambu untuk tiang antena yang paling cocok, adalah memakai tali ijuk. Cara menalikannya juga bukan dengan cara tali-temali pramuka biasa, tetapi untuk itu tali ijuknya perlu diredam air dulu, selanjutnya dililitkan diantara dua bambu yang disambung terserbut dan dikencangkan secara khusus dengan cara memelintirkannya. Jika itu dapat dilakukan, maka ketika sambungan dengan tali ijuk telah mengering, talinya mengerut, jadi sambungan bertambah kencang. Tentang digunakannya tali ijuk adalah karena kekasaran tali tersebut, tahu sendiri bukan bahwa bambu baru batangnya relatif licin. Kondisi seperti itulah yang memungkinkan dua bambu dapat disambungkan secara kaku, jadi ketika bisa ditegakkan maka akan menjadi tiang antena yang baik.
He, he, itu saja pengalamanku memakai bambu, meskipun sederhana tetapi aku jadi tahu mengapa kalau orang menyambung bambu dengan tali plastik yang meskipun relatif mahal, hasilnya pasti kurang kaku (kendor).
Melihat foto-foto yang di sharing Prof Morisco ternyata luar biasa. Bahwa ternyata bambu dapat digunakan untuk membuat konstruksi bambu yang eksotis, lihat saja.
Gambar 1. Konstruksi bambu di GREEN SCHOOL Bali
Yah ternyata ilmu prof Morisco berhasil diimplementasikan dengan begitu indahnya, yaitu di Green School (http://www.greenschool.org/) di pulau Bali.
Gambar 2. Pelengkung di Green School Bali (ref. http://www.archdaily.com)
Gambar 1 ditampilkan untuk menunjukkan bahwa keseluruhan konstruksi terkesan dari bambu, sistem sambungannya juga terlihat natural, menyatu. Adapun Gambar 2 ditampilkan untuk memperlihatkan perbandingannya dengan manusia pemakainya, yaitu struktur atap bentang besar.
Adanya atap berbentang besar dari bambu secara keseluruhan rasa-rasanya cukup istimewa. Bagaimana tidak, bambu memang dipakai untuk konstruksi rumah tradisional, tapi umumnya adalah untuk bentang pendek. Jadi ketika hal tersebut diaplikasikan pada bentang besar maka jelas itu suatu hal yang istimewa. Rasa-rasanya saya belum pernah melihat bentuk konstruksi tersebut di tempat lain.
Memandang konstruksi di atas, yang belum pernah dibuat sebelumnya di Indonesia atau mungkin juga di dunia, bahkan yang membuatnyapun orang Indonesia pula, yaitu Prof. Morisco, maka kita sebagai anak bangsa rasa-rasanya patut berbangga. Ternyata ‘kita’ bisa.
Catatan : ‘kita’ artinya ada orang Indonesia yang bisa.
Keberanian Prof. Morisco memanfaatkan bahan material konstruksi dari bambu tentunya bukan sesuatu yang sembarangan, asal berani saja. Itu ternyata dihasilkan dari pengalaman beliau bergelut cukup lama dengan material bambu, sehingga dapat mengenal dengan baik: apa kelebihan dan kelemahannya. Banyak penelitian dan patent yang beliau hasilkan berkaitan dengan pemanfaatan bambu, mulai dari teknologi laminasi bambu untuk membuat papan atau balok konstruksi , juga pengawetan bambu itu sendiri. Tidak kalah pentingnya adalah sistem sambungan yang akan digunakan. Intinya bahwa penelitian dan eksperimental yang beliau lakukan dapat digunakan sebagai petunjuk untuk memastikan kualitas bahan bambu yang dapat digunakan secara pasti untuk konstruksi tersebut.
Adanya kepastian mutu suatu bahan material di atas kertas dan kondisi di lapangan adalah hal yang paling penting agar material tersebut dapat digunakan secara baik.
Pak Wir berani nggak ?
Karena ilmu untuk mendapatkan kepastian mutu bahan material tersebut belum aku dapatkan, maka meskipun aku dapat merencanakan di atas kertas dengan program SAP2000 secara baik, tetapi aku belum berani untuk mengaplikasikannya. Kondisi yang serupa juga terjadi dengan bahan material kayu.
Terus terang penggunaan bahan material kayu sebagai bahan kontruksi tidak berkembang dengan baik seperti di negara-negera di luar negeri, seperti Canada, atau di Eropa. Konstruksi kayu di Indonesia umumnya hanya digunakan sebagai konstruksi sementara, itupun untuk bentang-bentang kecil. Itu terjadi karena di Indonesia tidak ada yang mau mengembangkan teknologi pengolahan kayu secara baik, tetapi dengan biaya yang terjangkau (ekonomis). Jadi penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi di Indonesia lebih banyak mengandalkan kayu-kayu hasil gergajian langsung. Kalaupun ada pengolahan teknologi, umumnya hanya terbatas pada proses pengeringan dan anti rayap. Itu saja, jarang yang mengeksploatasi dari sisi kekuatan dan kekakuan maupun keawetan yang dapat ditingkatkan dengan teknologi.
Omong-omong tentang kayu dan bambu, maka menurut prof Morisco waktu tempo hari ketemu di Puskim Bandung, menjelaskan bahwa bambu unggul dari sisi penyiapan bahannya, dimana bambu relatif lebih cepat tumbuh dibanding pohon kayu yang digunakan untuk material konstruksi. Adapun kelemahan bambu yang relatif kecil dibanding pohon kayu, dapat diatasi dengan dibuatnya laminasi balok bambu.
Wah ternyata prospek bambu sebagai bahan kontruksi mempunyai harapan yang kuat. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa disela-sela mayoritas berita yang negatif tentang Indonesia, ternyata ada juga berita positip tentang kreativitas insinyur Indonesia, bapak Prof. Morisco, yang secara diam-diam tidak hiruk pikuk ternyata penelitian beliau telah menjadi acuan penting dan diaplikasikan pada proyek yang dimiliki orang asing, yaitu Green School di Bali. Dari teori akhirnya dapat menjadi fakta empiris, salute untuk Prof Morisco dari UGM. Terus terang saya juga bangga pernah dididik di sana, di Jogja.
Tuhan memberkati Bapak.
Sumber bacaan dan informasi yang berkaitan dengan konstruksi bambu di Indonesia, adalah :
- http://www.moriscobamboo.com/index.html
- http://www.facebook.com/morisco.kadyo
- http://www.greenschool.org/
Updated Januari 2021. Ada beberapa video youtuber yang relevan. Saya tampilkan sekalian di bawah ini ya :
Tinggalkan komentar