Manusia yang berpendidikan Indonesia tentu akan  tahu peribahasa berikut:

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.

Maklum itu merupakan salah satu materi pelajaran bahasa Indonesia yang perlu dihapalkan. Makna yang umum dikenal adalah bahwa manusia akan diingat jasa-jasa atau kesalahan-kesalahannya. Baik atau buruk akan tetap dikenal meskipun sudah tiada lagi.

Suatu peribahasa bijak tentang kehidupan manusia, meskipun demikian untuk saat ini kelihatannya perlu dipertanyakan lagi, apa itu masih berlaku. Maklum, kita ini khan termasuk bangsa dengan budaya lesan, jika gaungnya keras memang semua mata akan tertuju padanya, tetapi ketika sepi (tertelan waktu) maka lupa “apa yang barusan bergaung tadi”. Memang sih, kalau bisa dengan cepat melupakan kesedihan maka panjang umur karena nggak stress. 🙂

Maksudnya pak ?

Ya seperti yang aku sampaikan tadi. Arti dari “akan diingat” kelihatannya perlu dipertanyakan, apa betul itu masih berlaku. Lihat saja yang terjadi di Yogyakarta, bagaimana bisa pemerintah mempersoalkan kata “Istimewa” bagi daerah tersebut dengan alasan :”monarki tidak sesuai dengan alam demokrasi“.

Pernyataan bahwa “monarki tidak sesuai dengan alam demokrasi” ya memang jelas itu benar, tidak perlu diperdebatkan lagi. Tetapi yang mengherankan, mengapa itu dipermasalahkan dengan kata “Istimewa” yang melekat pada daerah Yogyakarta. Padahal kalau melihat sejarahnya, itu khan terjadi bersamaan dengan berdirinya negeri ini, yaitu setelah Sultan HB IX menyatakan bahwa monarki yang dipimpinnya dengan sukarela melekatkan diri dan menyatu dengan negeri ini saat itu.

Bahkan dalam melihat sejarahnya, saat era presiden yang pertama (Soekarno) maupun era presiden yang kedua (Soeharto), wakil dari Yogyakarta selalu dilibatkan dalam momen-momen penting negeri ini. Yogyakarta meskipun kecil dan tidak mempunyai tambang alam seperti daerah lainnya, tetapi penguasanya waktu itu berbeda dengan wilayah lainnya, kesannya ada sumbangsih berarti bagi keberlangsungan negeri ini di waktu awal. Jadi mengapa sekarang setelah lebih 60 tahun berdirinya negeri ini, ketika merasa sudah bisa mandiri, kemudian hal tersebut dipersoalkan. Itu jelas menunjukkan bahwa jasa-jasa seorang HB IX yang dikenal sejak awal negeri ini dan yang merupakan bagian dari sejarah NKRI saja, dapat dilupakan., Apalagi yang lainnya. 😦

He, he, kalau ingat alasan di atas aku jadi bertanya–tanya, NKRI itu singkatan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Negara Ke-demokrasi-an Republik Indonesia. Mungkin mau dibawa kesana lho. Siapa tahu nanti ada di Wikileak bukti tertulisnya.

Latar belakang seperti itulah yang menyebabkan mengapa aku mempertanyakan validitas makna peribahasa tersebut. Maklum semuanya khan sekarang berubah, coba saja cari duit satu rupiah, nggak ada lagi bukan. Seratus rupiah saja sekarang juga susah. Jadi kalau makna peribahasanya berubah maka itu rasanya bukan sesuatu yang luar biasa. Maklum Indonesia, semuanya bisa !

Jadi bagaimana pak ?

Kita harus berubah, kita jangan mau hanya mengandalkan budaya lesan, harus mengubah diri menjadi bangsa yang berorientasi pada budaya tulis. Karena dengan menuliskan hal-hal penting yang terjadi maka kita akan selalu diingatkan kembali, hal-hal baik yang perlu terus diperjuangkan, dan juga hal-hal buruk yang harus dihindari sehingga dalam melangkahpun menuju kemajuan. Lihat saja negara-negara maju di dunia (Jerman, Perancis, Inggris, USA, Jepang, Cina (daratan atau Taiwan), Canada masyarakatnya semua melek literer. Mereka adalah negara yang bangsanya mengandalkan budaya tulis.

Kita khan engineer pak, tugas kita di lapangan.

Lho kenapa tidak. Bangsa yang mengandalkan budaya tulis itu tidak berarti hanya sastrawan saja, itu berlaku pada semua aspek kehidupan, yaitu untuk memastikan bahwa yang baik tetap diingat dan dilaksanakan sedangkan yang buruk diketahui untuk dihindari. Sehingga nanti pada akhirnya yang tertinggal pada generasi selanjutnya adalah hal-hal yang baik saja. Kemajuan !

Kondisi tersebut jelas relevan untuk diterapkan di bidang engineering juga. Sehingga inovasi-inovasi yang pernah dikerjakan dapat dievaluasi baik dan buruknya untuk nantinya diterapkan lagi, sedangkan yang kurang dapat ditingkatkan. Itu bisa berlangsung tidak hanya ketika inovatornya masih ada, tetapi setelah tiada, dan digantikan oleh generasi berikutnya. Sehingga mereka tidak perlu bersusah payah untuk menemukan sesuatu, padahal pada masa lalu itu telah dikerjakan. Adanya budaya tulis, khususnya tentang catatan pengalaman-pengalaman bidang rekayasa sebelumnya, diperlukan sebagai sarana untuk mendapat kemajuan di era berikutnya di bidang tersebut.

Jadi aku bisa saja bilang bahwa kemajuan-kemajuan di bidang engineering bukan ditentukan oleh berhasil dibuatnya suatu proyek besar pada saat itu, tetapi ditentukan oleh adanya catatan tertulis tentang proyek tersebut yang dapat dipelajari oleh engineer lainnya. Tanpa itu, maka sebagaimana halnya candi Borobudur yang dapat dibangun tetapi tanpa ada catatan tertulisnya sehingga teknologi yang bagaimana digunakan oleh nenek moyang kita untuk membangunnya masih saja menjadi bahan tebak-tebakan oleh engineer di masa sekarang ini. Tanpa ada catatan tertulis, maka tentu susah untuk mengaplikasikan pengalaman masa lalu yang telah sukses dikerjakan. Kalaupun bisa, itu tergantung dari adanya orang yang pernah terlibat sebelumnya. Jadi ketika terjadi peralihan generasi maka keunggulan masa lalu sirna sudah.

Wisdom tentang pentingnya menulis bagi engineer ternyata dipahami benar oleh Prof. Wiratman Wangsadinata, senior kita di bidang structural engineering. Sebagaimana beliau ketika menjadi pioner di bidang gempa untuk negeri ini, maka dalam menuliskan kiprahnya selama 50 tahun di bidang konstruksi dalam bentuk buku lux setebal 225 halaman maka beliau juga menjadi pionernya.

Gambar 1. Buku lux “Momentum dan Innovation 1960-2010 Wiratman”

Mungkin saja ada yang berkeberatan jika buku di atas aku sebut sebagai buku yang bersifat pioner. Itu dapat dimaklumi karena memang ada juga buku lain tentang kehidupan engineer Indonesia yang terkenal, seperti Prof. Sedyatmo atau Prof. Rooseno. Tidak salah itu, aku juga pernah membacanya. Tetapi mungkin karena buku-buku tersebut tidak ditulis dan dibaca langsung oleh beliau-beliaunya karena dibuatnya adalah setelah beliau wafat yaitu oleh anak-turunnya atau penerusnya maka aura semangat beliau-beliau pada buku-buku tersebut kurang menggigit. Ini jelas berbeda dengan bukunya prof. Wiratman. Maklum meskipun editing-nya diserahkan kepada ibu Imelda Akmal, tetapi jejak-jejak Wiratman yang aku kenal cukup terasa.

Bahkan tampilan luar buku atau cetakan buku di atas benar-benar dapat disebut lux, jauh lebih mewah dari buku-bukuku yang pernah aku  terbitkan. Untuk negeri ini rasa-rasanya belum ada yang bisa ngalahin, khususnya buku-buku yang ditulis engineer, bahkan bukunya Soeharto mantan presiden kita saja, juga tidak. Pokoknya cukup membanggakan untuk diceritakan bahwa di awal-awal karir saya dulu juga pernah bekerja dan berguru pada beliau, yaitu saat kantor beliau, PT. Wiratman and Associates Consulting Engineer, masih di tengah kota di daerah Bendungan Hilir, era 1989- 1994.

Kelas dari buku prof Wiratman di atas kira-kira sama dengan kelas buku yang dibuat untuk prof Jorg Schlaich (Uni Stuttgart, Jerman) yang berjudul “The Work of Jorg Schlaich and his Team” yang menginspiriasi judul blog-ku ini. Buku tersebut menceritakan karya dan inovasi prof Jorgh yang juga luar biasa, bahkan untuk level dunia sekalipun. Mau lihat, ini ada Google books.

Buku Prof. Wiratman tersebut sebenarnya telah di launching secara meriah pada hari Kamis tanggal 25 November 2010 yang lalu bertempat di Hotel Dharmawangsa. Acaranya sendiri sangat meriah dan mewah, yang dihadiri oleh kenalan dan rekanan beliau dan dibuka oleh Dr. Ir. Hermanto Dardak, wakil menteri PU.

Dari sekian ratus hadirin yang memeriahkan acara tersebut, aku dan kolegaku pak Jack serta Prof. Harianto Hardjasaputra datang memenuhi undangan yang diberikan khusus kepada kami, baik secara pribadi maupun institusi, yaitu Jurusan Teknik Sipil UPH. Maklum selama ini kami di UPH mempunyai hubungan yang cukup erat dengan beliau maupun kepada putrinya,  yaitu Prof. Sofia Alisyahbana.

Ini ada beberapa dokumentasi yang aku buat ketika menghadiri acara tersebut.

Gambar 2. Ibu Melani, putri tertua beliau memberi kata pengantar acara.

Gambar 3. Kata sambutan dari Dr. Hermanto Dardak, wakil meteri PU.

Gambar 4. Prof Wiratman menyampaikan obesesinya “Jembatan Selat Sunda”

Gambar 5. Koreografi seni “membangun negeri”

Gambar 6. Sepatah kata dari editor buku, ibu Imelda Akmal

Gambar 7. Berbagi pengalaman tentang Wiratman

Dalam menyampaikan kenang-kenangan yang pernah dialami bersama bapak Prof. Wiratman maka hadir rekanan sejawat beliau ketika di ITB, yaitu Ibu Dr.Ir. Herlien Dwiarti Soemari (duduk di sebelah kiri), salah satu murid dan juga asisten beliau dalam mengajar di ITB, dan yang sekarang menjabat sebagai ketua Jurusan Teknik Sipil ITB,  di tengah adalah bapak Ir. Kusmayanto Kadiman, PhD. (menjabat rektor ITB tahun 2001-2004) dan yang paling kanan adalah bapak Ir. Frans Satyaki Sunito, President Director PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Mendengar cerita-cerita beliau ini, rasa-rasanya bertambah bangga bisa mengenal Prof. Wiratman secara pribadi.

Gambar 8. Suasana makan siang setelah launching buku selesai.

Gambar 9. Reuni Prof. Har dan ibu Ros

Gambar 10. Berfoto bersama dengan Prof. Sofia, putri bungsu Prof. Wiratman.

Nampak pada gambar di atas, rekan sejawat UPH berfoto bersama dengan Prof. Sofia Alisyahbana, putri bungsu Prof. Wiratman yang menggeluti bidang engineering pula. Nampak sejawat UPH, berdiri di sebelah kiri Ibu Sofie adalah pak Jack, Kajur Sipil UPH, dan prof. Harianto, guru besar Jurusan Teknik Sipil. Saya tidak terlihat karena yang mengambil foto. Gambar foto kurang bagus karena lupa mengembalikan setelannya, yang semula memang ditujukan kepada tempat yang terbatas cahayanya, jadi ketika ditempat terbuka fotonya jadi overexposure.

Gambar 11. Ucapan selamat berupa karangan bunga dari sobat dan rekanan

Yah, semoga ini menginspirasi engineer-engineer lain untuk juga menuliskan karya dan inovasi yang berhasil dicapainya, sehingga anak-anak muda Indonesia dan juga yang lain tahu bahwa menjadi engineer itu merupakan sesuatu yang dapat dibanggakan juga kepada anak cucu nantinya.

Catatan khusus: Tulisan ini aku dedikasikan secara khusus kepada Prof Wiratman Wangsadinata, yang mana aku dapat belajar banyak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga aku mempunyai kebanggaan menggeluti bidang structural engineering selama ini. Semoga Tuhan memberi umur panjang beliau dan menganugrahi hidupnya dipenuhi dengan rasa syukur, serta selalu mendapatkan rasa hormat dan kasih dari orang-orang lainnya.

6 tanggapan untuk “buku Prof Wiratman insinyur Indonesia”

  1. Robby Permata Avatar
    Robby Permata

    prof. wiratman memang sangat layak diabadikan dalam sejarah teknik sipil Indonesia.. Jika ada Hall Of Fame teknik sipil Indonesia, maka sudah pasti ada nama beliau di sana (bersama Prof. Rooseno dan Prof. Sahari Besari, in my opinion.. hehehe).

    yg paling menarik dr prof. wiratman adalah jika kita membaca papernya. Tulisannya sangat terstruktur dan menerangkan masalah mulai dr dasar, sehingga mahasiswa S1 pun bisa mengikuti tulisan beliau dan paham inti masalahnya (kl detailnya ya harus belajar lebih dalam dong.. hehe).

    Saya juga beruntung sempat ikut kuliah Rekayasa Kegempaan dari beliau di ITB tahun 2001.

    duh, mudah2an nanti pas balik ke Indonesia bukunya belum habis nih.. hehehe 🙂

    regards,
    Robby

    Suka

  2. Alfons Avatar

    wahh.. keren bukunya Pak..

    maaf, kalo boleh tau harganya berapa ya pak?

    jadi bisa saya siapin duit nya untuk beli bukunya 🙂

    tentang menulis.. saya baru sedikit-sedikit nge-blog pak.. walopun belom ada bahasan tentang teknik sipil.. semoga bisa menjadi arena belajar menulis dan membaca buat saya

    kalo sempet mampir juga ya pak 🙂

    http://bit.ly/alfdblog

    Suka

  3. […] This post was mentioned on Twitter by Muhammad Ramdhan. Muhammad Ramdhan said: RT @wiryanto_db: buku Prof Wiratman insinyur Indonesia: http://t.co/dkdsZxs […]

    Suka

  4. Akbar Avatar

    Manusia mati meninggalkan amal

    Suka

  5. r son Avatar
    r son

    dear Sir,
    di gambar 4. dalam background in focus, kayaknya ada nama Donald Essen yaaaaa?????
    🙂

    Suka

  6. hendra Avatar
    hendra

    maaf pak buku bisa didapat di mana?

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com