Perguruan tinggi adalah tempat yang diharapkan dapat mencetak kader-kader pemimpin bangsa di masa mendatang sehingga dianggap dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan negara itu sendiri. Alumni perguruan tinggi yang baik diharapkan tanggap akan permasalahan yang terjadi di masyarakat atau lingkungannya dan diharapkan dapat berani tampil untuk memberi solusinya.
Adanya suatu perguruan tinggi yang baik di suatu tempat (negara / daerah) bahkan kadang-kadang dapat dijadikan indikasi bahwa masyarakat di daerah tersebut juga baik adanya. Lihat saja kota-kota di Indonesia yang mempunyai perguruan tinggi yang terkenal maka masyarakat disekitarnya juga relatif akan dipengaruhi. Lihat saja kota-kota berikut Depok (Universitas Indonesia), Bandung (Institut Teknologi Bandung atau Unpad), Yogyakarta (Universitas Gadjahmada), Surabaya (ITS, Unair) dan lain sebagainya.
Tetapi berbicara tentang perguruan tinggi, maka keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan peran dosen-dosen di dalamnya. Karena bagaimanapun juga kepada merekalah maka kinerja perguruan tinggi dapat diharapkan.
Berbeda dengan sekolah dasar dan menengah yang lebih banyak difokuskan kepada proses belajar dan mengajar, dan mempersiapkan murid untuk bisa naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Maka di perguruan tinggi karena dianggap sebagai jenjang tertinggi suatu proses pendidikan, maka selain diutamakan pada proses belajar – mengajar dan menyemaikan ilmu, tetapi juga kepada pencarian dan pengembangan ilmu sendiri, yang mana dengan bekal ilmu dan pengetahuan tersebut diharapkan dapat dijadikan alat untuk mendapatkan solusi permasalahan bagi masyarakat.
Dalam proses pencarian dan pengembangan ilmu sendiri, maka dosen juga dituntut untuk melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil penelitiannya, kecuali itu juga mampu berinteraksi dengan masyarakat dengan kompetensi yang dimilikinya. Itulah esensi tri dharma perguruan tinggi.
Pemahaman seperti yang diuraikan di atas, saat ini juga telah disepakati oleh pemerintah, yaitu memandang penting profesi dosen sehingga bahkan diberikan suatu pengakuan khusus dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomer 37 Tahun 2009 tentang Dosen. Lihat pasal 1 ayat 1:
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Sebagaimana profesi lain yang diakui keberadaannya, misalnya profesi dokter, maka agar dapat disebut pendidik profesional maka diperlukan proses sertifikasi. Ini bahkan telah menjadi persyaratan utama yang diminta pemerintah sebagaimana tercantum pada pasal 2.
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Jadi di jaman sekarang ini, memiliki gelar akademik saja tidak mencukupi agar dapat disebut dosen profesional.
Apa sih untungnya menjadi dosen profesional pak ?
Yah secara umum jika mempunyai sertifikat pendidik maka dosen tersebut dapat menyebut dirinya sebagai dosen profesional, dan itu diakui oleh pemerintah, legal. Tahu khan bedanya profesional dan amatiran. Jadi jika sebuah perguruan tinggi banyak diisi oleh dosen profesional maka tentunya dapat diharapkan hasilnya akan lebih bukan.
Itu tadi dari sisi perguruan tinggi, tetapi kecuali itu, pemerintah juga mencoba meningkatkan motivasi kepada dosen profesional tersebut dengan memberi insentif gaji tiap bulannya. Faktor inilah yang kelihatannya secara nyata mendongkrak daya tarik masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang dosen profesional tersebut. Bahkan diperolah juga informasi bahwa sudah cukup banyak PNS non akademik, tetapi mempunyai potensi menjadi dosen (punya gelar akademik yang lebih), telah berupaya melakukan mutasi pekerjaan di lingkungan PNS untuk menjadi dosen (profesional).
Apakah dengan begitu, saat sekarang menjadi dosen itu enak. Harapannya tentu demikian bukan. Tetapi ternyata fakta berbicara lain. Itu saya ketahui ketika kemarin datang ke Seminar dalam rangka Dies Natalis ABFI Institute Perbanas di Kampus Kuningan, Jakarta Pusat. Dalam makalahnya yang berjudul “Optimalisasi Kinerja PTS melalui Peningkatan Dosen“, Prof Dr. Ilza Mayuni, MA. selaku Koordinator Kopertis Wilayah III, di Jakarta mengungkapkan bahwa dosen di wilayah kerjanya belum sepenuhnya dapat menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi. Selain itu belum semuanya dapat disebut dosen profesional. di wilayah kerjanya (di Jakarta) saja ada sekitar 328 PTS (perguruan tinggi swasta) . Jumlah dosen tetapnya adalah sekitar 19310 (sembilan belas ribu) . Bayangkan saja, di Jakarta ada 19 ribu orang yang mencari nafkah menjadi dosen. Ini belum termasuk dosen tidak tetap ya. Dari sejumlah itu saja yang dapat disebut dosen profesional baru 11%.
Jika ditinjau dari segi kompetensi, khususnya dilihat dari sisi gelar akademik, maka dari 19 ribu tersebut, separohnya (50%) hanya berlatar belakang pendidikan S1, adapun yang bergelar pendidikan S2 adalah 45% dan hanya 5% yang bergelar doktor (S3) atau hanya sekitar 966 saja. Itu sudah di semua bidang keilmuan lho.
Data itu memang terbatas hanya untuk kopertis wilayah III sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Ilza Mayuni pada seminar di Perbanas kemarin. Tetapi ingat, wilayah III adalah daerah Jakarta yang notabene adalah ibukota dan pusat bisnis yang menyebabkan orang-orang daerah berbondong-bondong datang. Jika di Jakartapun, dosen-dosen yang mengisi PTS belum semuanya profesional, maka tentu dapat dibayangkan kondisi di tempat lain. Jika dianggap bahwa jumlah PTS yang ada cukup signifikan juga dibanding PTN maka kondisi tersebut tentunya dapat digunakan untuk mengevaluasi kompetensi dosen Indonesia secara keseluruhan bukan.
Yah, begitulah kondisinya. Jadi pantas saja tempo hari kenalanku ada yang menanyakan kepadaku: “Bapak ngajar saja ya, hanya jadi dosen saja ya ?“. Yah, kenalanku itu memang melihat kondisi dosen dari sisi mayoritas. Jadi dapat dimaklumi.
Tinggalkan komentar