Ini mungkin suatu fenomena menarik, dan bahkan bisa bersifat umum, khususnya di Indonesia, yaitu bahwa untuk “membangun”perlukah harus sekolah tinggi-tinggi, seperti menyelesaikan kuliah di jurusan teknik sipil. Karena ada bukti bahwa yang bukan sarjana teknik-pun jika karena biasa, maka bisa. Nggak percaya.

Lihatlah dan bacalah email berikut, nama orang dan asalnya saya hapus, biar tidak terkesan memberi punishment.

Salam sejahtera pak wir,

Perkenalkan saya *** orang **t** merantau ke jawa, lulusan S1 ekonomi di *u*a*a*a.

Saya begitu lulus kuliah bekerja dua tahun di pemborong perorangan sebagai pengawas proyek (bukan perusahaan). Selama kerja saya benar2 memanfaatkan waktu saya untuk sungguh2 belajar konstruksi ruko (pancang pile cap, cara pemasangan besi kolom~sloof~tangga hingga ke plumbing & instalasi listrik).

Sekarang ini saya dapat kesempatan emas, yaitu tawaran untuk membangun ruko 3 pintu, LB 14×20 mtr, 3 lantai(tinggi bangunan 11,5 mtr), bentangan antar tiang kolom memanjang 5 mtr. Total 20 tiang kolom. Model ruko minimalis sederhana.

Rencananya mau saya ambil tawaran tsb pak wir (konsekuensinya keluar dari tmpt kerja saya skrg). Saya borong pembangunan tsb sm bahan trus rencana saya sub kan ongkos tenaga kerja ke orang lain. Saya ambil bahannya saja+rancang strukturnya.

Ini spesifikasi pembesian saya. Mohon tanggapannya pak wir.

  1. Pondasi borepile (sub ke luar)
  2. Cakar ayam, dimensi bersih 150x150x45cm pakai besi d16ulir -17,5cm.
  3. Tiang kolom, dimensi bersih 30x35cm pakai besi 10bh- d16 ulir
  4. Sengkang tiang kolom, dimensi bersih 30×35 pakai besi d8- 15cm
  5. Sloof/balok, dimensi bersih 30x50cm pakai besi 8bh- d16 ulir
  6. Sengkang sloof/balok, dimensi bersih 30x50cm pakai besi d8-15cm
  7. Sloof kecil, dipasang melebar membagi bentang 5 meter di tiap blok menjadi 2. dimensi bersih 20x25cm. Pakai besi 6btg- d16 ulir
  8. Sengkang sloof kecil. Dimensi bersih 20x25cm pakai besi d8-15cm
  9. Pembesian lantai tiap blok, menggunakan metode pembesian horisontal- vertikal @2lapisan untuk sabuk(keliling pinggir blok) & 1lapisan horisontal-vertikal untuk kuda2(bagian tengah). Pakai besi d10 ulir- sabuk jarak 10cm. Bentang tengah jarak 12,5 cm
  10. Pembesian balkon. Dibikin 2lapisan horisontal-vertikal. Pakai besi d10mm ulir- 10cm
  11. Besi Sloof dan besi lantai masih saya tambahkan besi ekstra masing2 16mm ulir dan 10mm ulir. (Tiap pinggir sloof dikasi 2bh- d16mm ulir dan bagian tengah sloof 3bh-d16mm ulir. Lantai untuk bagian sabuk saya tambahkan besi 10mm ulir
  12. Ready mix pakai K-225

Bagaimana pak wir skema pembesian saya? Mohon tanggapannya. Ini calon proyek pertama saya. Kalau sukses, saya mau kirim hasil kerja saya ke kampung(*al-*i*).

Terima kasih
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss…!

Ya begitulah, cukup percaya diri. Sekarang saya diminta untuk memberi tanggapan. Tanggapan saya hanyalah bahwa teman kita di atas tersebut cukup hebat, tanpa latar belakang pendidikan yang sebidangpun ternyata punya kepercayaan diri untuk mengambil alih atau memikul tanggung jawab yang umumnya dikerjakan oleh latar belakang pendidikan sarjana teknik.

Mungkin karena strukturnya sendiri relatif tidak terlalu besar, lihat saja bentangnya relatif kecil, meskipun untuk ukuran rumah tinggal relatif cukup besar juga.

Apakah melihat kasus di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk proyek konstruksi atau bangunan maka yang paling penting adalah menguasai finansialnya dulu (sarjana ekonomi) dari pada proses tekniknya (perlu sarjana teknik).

**bingung mode ON**

22 tanggapan untuk “perlukah kuliah di teknik sipil”

  1. lv Avatar
    lv

    menurut saya kesimpulannya adalah setiap orang (apapun background pendidikannya) bisa mendisain dan membangun suatu bangunan dengan catatan punya pengalaman ikut dalam proyek konstruksi. sudah lama sepertinya hal-hal seperti ini terjadi. disain strukturnya cukup di-generalisir. maksudnya disamain atau dicaplok dari disain struktur bangunan sebelum2nya. iya kan? masalah kekuatannya tinggal dserahin ke Yang Maha Kuasa aja…berdoa mudah2an gak ada gempa yang terjadi…hehe..

    Suka

  2. Yohanes Nugroho Avatar

    Wah, tadinya saya kira pertanyaan semacam ini cuma buat kuliah informatika aja 🙂

    Soalnya banyak orang non-informatika yang bisa membuat program. Bahkan saya pernah menulis perlukah kuliah untuk bisa memprogram

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Wah saya sudah membaca threat anda, menarik koq. Tetapi kalau disuruh memberi komentar maka tentu bisa berbeda lho. Kenapa begitu, karena topik yang anda sajikan sangat luas. Menurut saya memprogram itu seperti halnya menulis, jadi apakah untuk bisa menulis itu harus kuliah dahulu bahasa dan sastra.

      Memprogram adalah suatu usaha untuk mengendalikan komputer agar dapat berguna sesuai dengan yang diharapkan manusianya. Jika seperti itu kadang tidak tersedia kelas khusus untuk menampung materi yang diperlukan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Misalnya di bidang engineering, yang bikin program SAP2000 atau ETABS (ini program civil engineering yang terkenal) yang membuatnya adalah civil engineer juga. Baru jika dibutuhkan fasilitas grafis, yang sifatnya general maka ini baru minta tolong non-engineer atau orang IT.

      Memang sih civil engineer itu kuliah juga, tapi dari 156 sks maka yang mempelajari tentang program hanya 2 sks saja. Jika demikian apa bisa dikatakan harus kuliah jika hanya sekedar pemrograman.

      Mungkin yang tepat adalah bahwa untuk menjadi pemrogram yang baik maka harus selalu mengup-dated diri dengan membaca informasi-informasi dan pengetahuan baru tentang pemrograman. Nah kalau itu saya setuju sekali. Itu sih ada buktinya, saya bisa memakai atau memprogram ya karena itu dan bukan karena kuliah.

      Yah sedikit berbeda, nggak apa-apa khan.

      Suka

      1. Yohanes Nugroho Avatar

        Mungkin memang kurang jelas definisinya “memprogram” di site saya tersebut pak. Mungkin perlu tanda kutip seperti “membangun” di posting bapak ini (untuk “membangun”perlukah harus sekolah tinggi-tinggi). Karena situs ini adalah milik seorang dosen teknik sipil, tentu saya tahu konteksnya “membangun” di sini bukan membangun gubug atau membuat kandang kecil untuk hewan peliharaan kesayangan.

        Dalam konteks saya “memprogram” itu mencakup ke semua aspek membangun aplikasi (dari mulai rancangan algoritma yang efisien, managemen versi, testing, debugging, dsb).

        Dalam banyak aplikasi, termasuk aplikasi untuk civil engineering, masalah formula dan algoritma utama memang dari ahli di bidangnya masing-masing. Tapi peran “programmer” selain memberi GUI yang baik (antarmuka, visualisasi 3D dsb), juga memikirkan bagian detail struktur data dan optimasi level detail (misalnya memindahkan komputasi ke GPU, atau membuat algoritma simulasi menjadi parallel untuk dijalankan di ribuan CPU, atau mengatur basis data untuk menyimpan semua informasi material, dsb).

        Intinya sih menurut saya: sampai level tertentu sebuah ilmu bisa dipelajari tanpa kuliah, tapi kalau sudah sampai level advanced, kuliah itu sangat penting. Semua orang bisa menulis, tapi dalam bidang menulispun menurut saya kadang tetap diperlukan ahli yang kuliah bahasa dan sastra.

        Suka

  3. Teksdi Avatar

    ,wah.? Saya bingung nich mo koment apa.,

    Suka

  4. didiksutrisno Avatar

    Pak wiryanto … Hidup Bapak sangat Bermanfaat untuk orang lain….
    Padahal Bapak Di lingkungan Karawaci yg bergelimpangan Harta… tapi bapak masih sempat Memikirkan Kecerdasan anak bangsa.jika Indonesia Masyarakat nya suka bagi bagi ilmu tentu nya makmur Indonesia ini.
    Selamat Berbahagia Pak wir

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Trims pak Didik, semoga harapan Bapak dapat menjadi kenyataan. Amin.

      Suka

  5. wir Avatar
    wir

    @LV dan pak Yohanes Nugroho
    Sebenarnya tulisan saya di atas jika dicermati bersifat netral, atau tepatnya saya bisa-bisa saja setuju bahwa untuk membangun itu nggak perlu sekolah tinggi-tinggi, sampai kuliah saja. Mengapa, karena seperti ilmu nature lainnya, bahwa fenomena nature atau tepatnya ilmu pengetahuan nature (alam) dapat diperoleh hanya sekedar dari proses pengamatan saja. Ini tentu berbeda dibanding ilmu seperti neutron, seperti bikin IC dan semacamnya itu, yaitu fenomena-fenomea alam yang tidak terlihat. Wah belajarnya tentu berbeda dibanding belajar ilmu teknik sipil.

    Kembali kepada ilmu hasil pengamatan tersebut. Jadi benar juga komentar sdr LV di atas, pada komentar pertama, bahwa pada dasarnya dengan proses mengikuti, meniru maka orang dapat dengan mudah membuat suatu bangunan, jika dia punya ketrampilan tertentu. Itu dibuktikan dengan dapat dibangunnya rumah-rumah tradisionil yang faktanya ada yang berumur puluhan atau bahkan ratusan tahun.

    Ngelmu meniru tadi, digabung dengan ilmu “trial-and-error”, serta keberanian dari para pelaksananya maka akan dapat dihasilkan sesuatu yang luar biasa.

    Jadi lalu apa bedanya dengan yang sekolahan, atau tepatnya apa yang diajarkan kami yang diperguruan tinggi ini. Yang kami ajarkan adalah sistematika ilmu yang merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan alam biasa, matematikan dan ilmu hasil pengamatan para pakar. Tepatnya adalah teori yang menjelaskan suatu fenomena terjadi, yang dijelaskan secara nalar logis dan yang konsisten. Jadi dengan ilmu-ilmu yang telah terstruktur tersebut harapannya tidak perlu dilakukan proses trial-and-error.

    Di perguruan tinggi juga diajari bagaimana belajar dengan benar tentang mengapa suatu fenomena dapat terjadi, dan bagaimana mengatasinya. Kenapa, karena disana kegiatan penelitian dan pengajaran terjadi. Adanya proses penelitian dan proses pengajaran itulah yang menjadi perbedaan antara ketrampilan yang dihasilkan dari sekedar bisa karena biasa.

    Tentang kasus di atas. Pada kasus-kasus yang relatif kecil. Penggunaan struktur material tidak terlalu menimbulkan resiko yang berarti meskipun tanpa dihitung. Pakai tulangan praktispun ok-ok saja.

    Itulah mengapa banyak rumah tinggal dibangun tanpa campur tangan insinyur. Hanya kalau ketemu dengan kasus-kasus yang tidak biasa, tidak ada yang dapat ditiru maka disitulah peran insinyur akan berguna. Tentang hal ini aku jadi ingat tentang teman insinyur yang mborong rumah, ilmunya yang berguna ya hanya itungan estimasi biaya dan gambar teknik saja. Hitungan mekanika teknik yang rumit-rumit yang kepakai.

    Tentang pendapat mas Nugroho yang sbb:

    Semua orang bisa menulis, tapi dalam bidang menulispun menurut saya kadang tetap diperlukan ahli yang kuliah bahasa dan sastra.

    Ah masa, saya nulis beberapa buku juga rasa-rasanya nggak perlu kuliah bahasa dan sastra Indonesia. Juga pakar-pakar atau penulis yang terkenal di bidang saya pun rasa-rasanya nggak perlu kuliah seperti itu. Juga rasa-rasanya ketika ketemu teman-teman penulis Elex rasa-rasanya nggak pernah ada yang mengaku belajar menulis berdasarkan kuliahnya dulu di bahasa dan sastra.

    Suka

    1. Yohanes Nugroho Avatar

      Saya setuju dengan tulisan bapak: metodologi itu dan struktur itu penting, dan juga perlu pihak yang membimbing. Saya sendiri sangat setuju kalau di masa ini kuliah itu perlu. Walau saya tidak tahu apakah di masa depan kuliah akan tetap penting seperti sekarang ini.

      Sekarang ini sebagian besar ilmu bisa didapat via internet, pertanyaan yang tadinya perlu ditanyakan kepada dosen sekarang bisa dilakukan via forum dan mailing list (jadi seperti kuliah). Berbagai praktikum kini bisa dilakukan dengan software simulator. Orang-orang pun bisa mengkoreksi pekerjaan orang lain melalui foto dan video yang bisa diposting dengan mudah.

      Beberapa ilmu yang tadinya tidak terjangkau, kini bisa dilakukan hobyist (atau siapapun yang punya niat). Saya sendiri cukup kagum dengan beberapa tutorial di internet mengenai bagaimana mendesain chip sendiri, bahkan sampai membuat chipnya dengan alat sederhana (tapi tentunya sangat terbatas jumlah transistornya). Bahkan rekayasa genetik versi sederhana juga bisa dilakukan di rumah.

      Sekarang ini dalam beberapa bidang (yang sempit/sederhana), kita cukup belajar sendiri untuk mendapatkan sertifikasi. Mungkin di masa depan, asalkan seseorang mau belajar sendiri, dan mengikuti ujian, mereka bisa mendapatkan sertifikasi di berbagai bidang.

      Mengenai kalimat saya “Semua orang bisa menulis, tapi dalam bidang menulispun menurut saya kadang tetap diperlukan ahli yang kuliah bahasa dan sastra.”. Saya katakan “kadang” karena bidang bahasa dan sastra ini memang terbatas diperlukan jika tulisannya berhubungan dengan bahasa, sastra dan budaya. Contohnya penulisan naskah drama, film, penerjemahan iklan atau cerita supaya cocok dengan target audiens yang berbahasa/budaya tertentu, dsb.

      Suka

  6. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    kebanyakan org bisa bikin ruko yang “standard”
    coba kalau rukonya di tempat yang sloped yang ada
    short column, dan 4 lantai ke atas.

    semua orang bisa masak, tapi ngak semua orang bisa punya restoran yg maju. semua orang bisa bikin ruko, tapi ngak semua ruko yang jadi tahan gempa. saya pikir banyak detail detail kecil yang kalau ‘lupa’ bisa fatal akibatnya.

    kalau saya mau beli ruko, tentu saya mau tau siapa yang desain dan siapa yang bangun. apakah orangnya punya credentialnya.

    Suka

  7. budisuanda Avatar

    Tulisannya cukup menggelitik pak wir, saya sampe senyam-senyum bacanya. Dalam kasus yang pak wir sampaikan, masih mending karena orang itu sarjana ekonomi. Yah, paling engga dia sarjana..begitu kira2. Memang jika ada kemauan apapun jadi asal belajar.

    Kenapa dia bisa sampe mendesign? mungkin karena designnya adalah best practice untuk bangunan ruko setempat atau sedikit modifikasi atas persepsi dia. Tapi memang dia hebat dan punya percaya diri yang tinggi untuk urusan ngomong design struktur ruko. Namun untuk design yang lebih rumit, mungkin dia benar-benar perlu sekolah lagi minimal D3 Teknik Sipil yang sudah memberi materi kuliah rekayasa struktur, struktur beton bertulang, mekanika tanah, dll. Jika tidak, dia mungkin akan nekat “bertandang” ke kampus pak wir utk diskusi struktur yang tidak mungkin dilakukan dalam blog ini atau email, hehehe…

    Lalu, untuk urusan pede, dalam bidang manajemen proyek bahkan tidak perlu sarjana apapun. Pak wir pasti sering dengar jika banyak kontraktor yang mendapatkan proyek dengan cara “preman”, bahkan ngerjakan proyek juga dengan cara “preman”, yang kantor atau site office-nya di warung kopi dekat proyek.

    Preman tentu tidak sekolah sarjana, sekolah juga sekolah-sekolahan. Bedanya ada pada produk akhirnya. Orang yang sekolah dengan baik akan memberikan cara dan hasil yang jauh lebih baik ketimbang yang tidak sekolah.

    Intinya menurut saya, menjadi sarjana teknik sipil itu perlu dalam konstruksi atau proyek agar produknya berkualitas baik dan dapat lebih dipertanggung jawabkan.

    Suka

  8. a** Avatar
    a**

    Sebelumnya saya minta maaf dulu sama pak wir dan rekan2 dari sipil kalau dianggap “lancang” atau sok jago di bidang sipil dll padahal saya hanya seorang lulusan S1 mnjmn sdm. Sayalah yang mengirim email tsb kepada pak wir.

    1. Kenapa saya ditawarin bangun ruko 3 lantai, 3 pintu sm ownernya padahal jam terbang dibangunan khusus ruko “baru” 2 thn-an? Menurut hemat saya mungkin karena saya lulusan ekonomi. Budget owner terbatas tapi pingin hasil maksimal jadi terpaksa ekonomi didahulukan daripada sipil ~prinsip ekonomi~ (tapi bukan berarti nanti bangunnya asal2an. Kemarin saya kasih saran pakai bata ringan merk c*****n tapi ditolak sm ownernya karena lebih mahal daripada bata merah. K225 saya pilih karena bangunan tsb lt 2&3 buat ditinggalin, bukan buat tempat usaha /gudang alat2 berat. karena itu saya kasih rencana spek struktur tsb sama pak wir minta tanggapannya, apa masih masuk batas toleransi secara sipil atau sudah menyimpang), kedua kalau langsung ke “pengawas proyek” otomatis biayanya lebih murah daripada mesti lewat kantor.

    2. Darimana saya dapat rancangan tsb ? Berdasarkan pengalaman ditempat saya kerja sekarang. Memang sih hanya copy-paste. Jujur teori sipil saya sangat2 minim(belajar otodidak via internet spt di blog ini+liat di lapangan langsung) dan saya sampai sekarang pun tidak punya data pembanding design struktur ruko selain dari tempat kerja saya. karena itu saya minta saran rekan2 sekalian. Kira2 dari design saya, bagian mana yang bisa dikurangi tetapi masih dalam batas aman ???

    3. Kenapa saya berani terima tawaran tsb ? Yg utama karena uang, kedua konstruksi ruko menurut saya tidak rumit, cuma rumit waktu bikin tangga (kalau ditawarin bangun rumah tinggal 2 lantai sudah pasti saya tolak karena saya tidak pernah ikut terlibat bangun rumah tinggal jd tidak mengerti pembesian lantainya yang banyak void, kolom praktis dll)

    Sekarang saya malah dapat pertanyaan dari ownernya kalau bentangan dibikin jadi >5mtr (6mtr),dari 14×20 jadi 14x24mtr & posisi wc tiap lantai berada di balkon belakang (2mtr) kira2 kuat ndak.. Jadi saya jawab pakai logika saja. Kuat, asal dimensi balok tetap, hanya tulangan balok pakai besi d19mm. Tapi kalau wc berada di balkon saya belum jawab. Soalnya tidak pernah buat seperti itu. Kira2 aman ndak ya ? Balkon kan posisinya menumpang saja dan rawan getaran… Mohon bantuannya rekan2 sipil sekalian

    Terima kasih

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Aman nggak ya ?????

      Emangnya saya ini dukun, yang jelas saya juga tidak bisa serta merta menjawabnya. Apakah suatu perencanaan struktur itu bisa diputuskan dari uraian singkat di atas, tanpa melihat detail konfigurasinya. Anda ini sangat menyederhanakan masalah. Apalagi kalau nanti anda berargumentasi bahwa itu semua sudah anda konsultasikan di sini. Gawat ini.

      Yang jelas, adanya orang-orang seperti anda inilah yang mengakibatkan jika terjadi gempa bisa seperti kasus ini:

      http://wiryanto.wordpress.com/2009/10/26/foto-foto-gempa-di-padang/

      Jangan kuatir, itu jika terjadi gempa. Jika tidak ya tidak apa-apa. Jadi banyaklah berdoa untuk tidak terjadi gempa.

      O ya sebagai gambaran dari logika anda tentang ini :

      saya jawab pakai logika saja. Kuat, asal dimensi balok tetap, hanya tulangan balok pakai besi d19mm.

      Apa benar begitu. Perubahan bentang mempunyai efek momen meningkat secara kuadrat tidak linier. Bahwa berubah bentang dari 5 m ke 6 m itu tidak sekedar peningkatan 6/5 atau 1.2 kalinya saja, tetapi (6^2)/(5^2)=1.44 kalinya. Apakah peningkatan seperti itu juga dikompensasi hanya dengan penambahan tulangan seperti itu.

      Yah, ini hanya contoh kecil saja. Anda tidak kuatir, karena anda tidak tahu. Yah memang, yang namanya kegagalan konstruksi itu memang jarang, dan kadang-kadang apa yang diprediksi teori tidak selamanya tepat, ada faktor-faktor keamanan yang membantu. Tetapi sekali kena kegagalan struktur, maka bisa-bisa ada nyawa yang hilang.

      Yah semoga bukan kenalan atau anda sendiri. 😦

      Suka

      1. bangudin Avatar
        bangudin

        Sangat menarik, saat ini saya bekerja di bidang struktur bangunan. Khususnya struktur pracetak yg mengacu secara ketat terhadap SNI ketahanan gempa. Alhamdulillah sudah 26 bangunan 3-6lantai yg kami kerjakan.
        Latar belakang pendidikan saya dari Fak Teknik Sipil, tapi hanya sampai KB2.
        Namun untuk melaksanakan pekerjaan gedung tersebut saya tetap belajar , tidak ada batasan masa belajar. Juga kami selalu berusaha hatihati dan patuh pada code yg berlaku.

        Suka

      2. wir Avatar
        wir

        Itulah pak, enaknya menggeluti bidang engineering, yaitu gabungan antara sain dan seni. Tidak semua fenomena yang ada , dapat dengan mudah diterangkan dengan teori-teori yang telah ada, kadang-kadang dapat dengan mudah dimengerti setelah melihat langsung dengan mata kepala sendiri dan melaksanakannya. Bapak nggak salah koq. Sukses ya pak.

        Suka

  9. a** Avatar
    a**

    Terima kasih atas penjelasannya

    Suka

  10. perlunya KULIAH (lagi) | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] The works of Wiryanto Dewobroto as structural engineer, Professional Lecturer, writer, blogger Lompat ke isi Berandacodeisitamutestimonirakpublikasiaku ← perlukah kuliah di teknik sipil […]

    Suka

  11. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    CNN
    Like Californians, the Japanese have been serious about earthquakes and it was now paying off. People are not being crushed under buildings, despite a huge earthquake at striking distance from a megalopolis of 30 million. Considering the size of the phenomenon and of the city affected, Tokyo came through largely unscathed. The Japa…nese investment in earthquake risk reduction is paying off handsomely.
    God forbid this kind of earthquake does not happen in Indonesia

    Suka

  12. yulianto Avatar
    yulianto

    P. Wir apakah buku anda bisa di beli secara online, dalam bentuk CD mungkin? & klo perlu semua ulasan2 di blog di kumpulkan dalam satu CD ..

    Suka

  13. item khan Avatar
    item khan

    waduh………

    Suka

  14. asc Avatar
    asc

    kekuatan bangunan memang akan terlihat nanti ketika alam yang mengujinya serta beban yang ditanggungnya. itu sebabnya tidak sembarangan, alam tidak bisa diprediksi, namun kekuatan bangunan bisa.
    walau alam jarang menguji, tapi dia akan datang tiba2. karena itu manusia mencoba mengembangkan ilmu kekuatan bangunan dalam berbagai macam jenis kekuatan. untuk berjaga2.

    alam dapat bertahan dengan alam. coba lihat pohon, ketika gempa dia dapat bertahan dengan mudah, hanya ada beberapa yang tumbang karena tua dan renta. mengapa kuat? pondasi dan kekuatan pohon, sudah ada perancang yang tak tertandingi, siapakah? anda pasti tau.
    tidak asal2an untuk merancang. bahkan Tuhan pun merancang semua yang ada dengan sangat sempurna.

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com