Meskipun sudah lama tidak menulis buku, tetapi saya kadang kala masih bangga menyebut diri sebagai penulis. Boleh dong, karena bagaimanapun juga, minimal saya masih aktif menulis di blog ini.
Bagi seorang penulis maka membuat tulisan yang menarik adalah salah satu syarat utamanya. Oleh karena itulah maka setiap menulis apapun, saya berusaha untuk itu, yaitu membuat tulisan yang menarik.
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat tulisan yang sebaik mungkin, tentu itu dari kaca mata pribadi. Salah satu caranya adalah menulis kata-kata atau kalimat secara lengkap, tidak disingkat atau dipotong-potong. Saya tidak pernah atau tepatnya menghindari membuat singkatan atau kata-kata yang sepotong-sepotong, itu lho seperti orang menulis sms, pada threat di blog ini. Itu saya hindari karena memberi kesan bahwa perhatiannya juga sepotong-potong. Nggak niat kelihatannya. Jadi kalau mendapat pertanyaan atau tanggapan pembaca yang nulisnya sepotong-sepotong maka nggak niat juga untuk membaca atau menanggapinya. Maklum kesannya tidak serius.
Hari ini saya mencoba menulis tentang struktur kayu.
Pasti banyak yang heran. Maklum struktur kayu kalah populer dibanding struktur baja atau struktur beton. Saya yakin, mungkin hanya satu atau dua orang di Indonesia ini yang dapat membanggakan struktur kayu rancangannya. Itu saja dikarenakan arsiteknya memang menginginkannya. Coba kalau sang arsitek tidak berkenan dengan desain kayu, apa ada seorang insinyur Indonesia yang dapat dengan pede mengusulkan bangunan dengan struktur kayu. He, he, kalau ada, tolong ya di informasikan, maklum itu termasuk peristiwa langka lho. 🙂
Jadi dikarenakan struktur kayu itu tidak populer, maka disitulah peran seorang penulis menjadi penting adanya. Penulis yang hebat harus dapat mengubah sesuatu yang tidak populer menjadi populer, minimal di kacamata pribadinya. Syukur-syukur orang lain terkesan, dan bahkan bisa terinspirasi. Jika demikian maka penulis tersebut bisa mengubah dunia. He, he, luar biasa ya dampaknya, padahal hanya kata-kata.
Eit, jangan sepelekan lho dengan kata-kata. Tuhan dapat mengubah dunia melalui kata-kata lho. Kalau nggak percaya, yang namanya firman itu khan hanya terdiri dari kata-kata. Jadi ketika umat beragama membaca firman Tuhan (di kitab-kitab suci) dan terinspirasi untuk berbuat kebaikan, khan itu dampak dari kata-kata. Jadi bisa dimaklumi juga bukan, jika aku beranggapan bahwa Tuhan dapat memakai diriku untuk menebar firman melalui kata-kata yang aku tulis. Logis dan realistis bukan. Kata-kata yang dimaksud oleh Tuhan tidak harus seperti kata-kata di kitab suci, bisa juga tentang kayu. Toh akhirnya juga dapat bermuara ke hal yang sama, yaitu kesejahteraan umat manusia. He, he, . . .
O ya, aku ingin menulis tentang kayu ini, bukan karena aku seorang pengajar struktur kayu, bukan itu. Aku ini khan dosen di struktur baja, pemrograman, aplikasi komputer, struktur beton dan belum diberi kesempatan mengajar tentang struktur kayu.
Jadi kalau begitu, apa yang bapak bisa tulis tentang kayu.
O jangan anggap sepele lho. Bagi seorang penulis, jika dia menyenanginya maka bisa apa saja dia.
He, he, moga-moga pernyataan di atas tersebut tidak terlalu berlebihan. Maksudku begini, bagi seseorang yang pernah mendalami tentang struktur dan pernik-perniknya (baja, beton dsb), maka jika objek strukturnya diubah, misal dari struktur baja menjadi struktur kayu, maka saya kira itu bukan sesuatu hal yang sulit. Apalagi latar belakang pengalamanku bertahun-tahun dulu yang juga seorang structural engineer. Tahu sendiri khan, dulu kalau ada anggarannya, maka rasa-rasanya semua struktur bisa dikerjakan. ** pede mode on**.
Jelek-jelek begini aku pernah mendesain struktur kayu lho, belum tentu itu dosen kayu pernah desain sendiri struktur kayu. Tentu saja desain struktur kayu yang pernah aku kerjakan secara langsung tidak banyak, hanya satu dan dua saja. Memang sih tidak terlalu membanggakan jika dibanding merencang struktur yang lain. Tetapi itu khan pengalaman berharga dan sangat mencukupi untuk membuat tulisan yang menarik tentang kayu.
Ok , mari kita fokus pada struktur kayu.
Ketidak-populeran struktur kayu, ternyata tidak hanya terjadi di dunia praktis (proyek lapangan). Kalaupun ada, maka umumnya struktur kayu tersebut hanya dijumpai pada pembuatan bangunan non-permanen. Maklum konstruksi kayu khan hanya mengandalkan kayu hasil tebangan hutan, apa adanya. Kayu yang baik mahal harganya. Sekarang sudah kalah ekonomis dengan baja ringan. Adapun di dunia kampus, yang seharusnya dapat menjadi dunia idealis bagi ilmu pengetahuan, juga ilmu pengetahuan tentang struktur kayu, ternyata bidang tersebut tidak mendapat tempat terhormat.
Bagaimana mungkin itu bisa terjadi: Struktur Kayu adalah bidang yang terpinggirkan. Bayangkan saja, untuk mata kuliah struktur beton di Jurusan Teknik Sipil di UPH, ada tiga mata kuliah terpisah yang diberikan, yaitu Struktur Beton I, II dan III. Selain itu masih ada mata kuliah lain yaitu Teknologi Bahan Konstruksi, yang isinya mayoritas tentang teknologi beton. Jadi untuk mata kuliah yang terkait beton diberikan sekitar 9 sks (itu di UPH, nggak tahu di tempat lain bagaimana). Lalu tentang struktur baja, ada tiga mata kuliah juga , yaitu Struktur Baja I, II dan III, atau totalnya berbobot sekitar 7 sks.
Banyak bukan. Untuk struktur kayu, coba bayangkan, ada berapa. Hanya ada satu mata kuliah struktur kayu saja lho. Itupun hanya 2 sks. Itu khan artinya ilmu minoritas !
Lho struktur kayu khan memang tidak banyak dipakai di Indonesia. Begitu khan pak Wir ?
Inilah yang selalu diungkapkan oleh orang-orang kita. Ini pula yang menjawab mengapa dunia kampus belum bisa menjadi solusi bagi dunia nyata kehidupan kita bermasyarakat. Dunia kampus kita hanya diarahkan menciptakan personel untuk melayani kebutuhan dunia kerja saja. Masyarakat kita sudah sangat puas, jika lulus dari dunia kampus dan kemudian langsung mendapat pekerjaan. Sudah ada link-and-match. Titik.
Kondisi tersebut memang tidak menjadi masalah, ketika dunia kerja masih menyediakan ruang bagi lulusan-lulusan dunia kampus tersebut. Tetapi ketika dunia kerja tradisional jenuh, maka mulailah terjadi masalah, yaitu jika para lulusan kampus tidak mendapat tempat kerja. Di sinilah mulai ada pertanyaan tentang istilah link-and-match.
Lho sebenarnya bagaimana sih pak seharusnya ?
Itulah. Memang tidak gampang menjawabnya. Mungkin pernyataan saya ini juga tidak tuntas, tetapi ingat pendidikan di perguruan tinggi tentu berbeda dengan proses pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Pendidikan di level perguruan tinggi harus diarahkan pada proses kreativitas berdasarkan kompetensi dasar ilmiah yang ada. Kompetensi disini diarahkan untuk mampu mengisi kebutuhan di lapangan, sedangkan kreativitas diharapkan mampu melakukan terobosan yang berbeda dari yang umum di jumpai di lapangan. Adanya penguasaan kompetensi dasar ilmiah yang kuat maka tentu kreativitas yang dimaksud diharapkan tetap membumi, realistis dan tidak mengada-ada (tidak masuk akal sehat).
Lalu apa kaitannya dengan struktur kayu dan konsep pendidikan yang Bapak sebutkan itu ?
Itu tadi dik, menjawab pertanyaan adik tadi, bahwa mata kuliah struktur kayu hanya diberi sks sedikit (hanya 2 sks) karena alasannya jarang digunakan di lapangan.
Kamu tahu, karena sks-nya sedikit maka tentu saja wajar jika lulusan sipil sekarang tidak terlalu menguasai kayu dibanding baja dan beton. Karena tidak menguasai kayu tersebut maka jika nanti terjun di proyek dan terlibat di dalamnya maka ketika ada usulan bangunan baru maka dapat dipastikan mereka akan cenderung memilih beton atau baja, dibanding kayu. Betul khan. Sehingga akhirnya proyek di lapangan tidak ada yang memakai kayu.
Pada kondisi seperti itu, di proyek tidak ada yang memakai struktur kayu, lalu orang di kampus bilang: “Iya khan, apa aku bilang, nggak ada sekarang yang pakai bangunan kayu. Jadi mengapa mata kuliah struktur kayu diberikan kepada mahasiswa teknik sipil“. Itu adalah bukti hukum tarik-menarik, karena struktur kayu tidak dipikirkan maka akhirnya yang terjadi adalah seperti yang dipikirkan, yaitu tidak ada struktur kayu di lapangan. Selanjutnya dalam realitas lapangan di masyarakat luas, perkembangan struktur kayu, menjadi statis, dan lama-lama akhirnya mati.
Padahal kalau anda mau tahu, di luar sana, di Kanada, Swedia, Jepang, Cina, Amerika Selatan, konstruksi kayu dan bambu berkembang pesat menuju era yang belum pernah ada di negeri ini. Kita ini sangat tertinggal.
Jadi kalau melihat negeri ini, yang struktur kayunya kembang kempis, hanya berkembang pada taraf finishing untuk memenuhi kebutuhan arsitek saja. Bisa apa kita nanti. Bisa-bisa nanti kita pakai produk kayu impor dari luar. Meskipun kita disebutnya bangsa merdeka ternyata masih tergantung dari luar, belum mandiri. Gimana itu.
Ok, agar perkembangan ilmu struktur kayu tidak mati dan maju berkembang, itu khan sebenarnya tugas dari dunia kampus. Dari merekalah seharusnya inisiatif tersebut lahir, ada pemikiran-pemikiran baru yang dapat mendorong perkembangan struktur kayu tersebut. Jika itu terjadi maka akhirnya dapat membuat masyarakat paham bahwa kayu adalah material yang tidak kalah dengan material lain, sehingga pada akhirnya struktur kayu menjadi hidup. Betul nggak.
Maklum dunia kampus sekarang tidak lebih dari sekedar institusi pencetak ijazah. Jadi ngapain pusing-pusing dengan hal itu semua. Begitu khan yang terjadi sekarang ini. Istilah kerennya, adalah dunia kampus mengikuti kemauan pasar saja. Lagi rame bikin real-estate maka rame-rame bikin S1 real-estate, lagi rame ekonomi syariah maka rame-rame bikin S1 syariah, dan semacamnya itu. Sorry itu aku baca dari spanduk perguruan tinggi yang ada di jalan-jalan lho.
Mungkin ada juga yang berkecipung dengan kayu, tetapi yang aku tahu mereka membuat riset tentang kayu karena relatif lebih mudah membuat suatu riset orisinil dengan kayu dibanding dengan material lain. Maklum di luar saja lebih maju, sedangkan kayu bisa disebutkan orisinil dengan kondisi lokal. Untuk apa riset tersebut, yaitu untuk gelar, atau KUM. Tapi karena dibikin rumit (biar disebut hebat) maka risetnya tidak mengakar ke lapangan. Tidak ada dampak ke masyarakat banyak. Coba saja kamu cari buku tentang struktur kayu Indonesia, nggak ada yang baru sejak jamannya bapak Suwarno atau pak Felix.
Eit ada yang kelewat, memang sih aku melihat ada SNI tentang kayu tahun 2002 setebal 119 halaman, cukup tebal juga sih. Silahkan down-load aja di sini (PDF 650 kb), jika belum pernah baca. Tapi rasa-rasanya keberadaannya belum bisa mengalahkan buku kayunya pak Suwarno atau pak Felix tersebut popularitasnya.
Untunglah aku ini bukan dosen saja. Kalau hanya berpikir sebagai dosen, ngapain pusing-pusing, toh aku bukan dosen di mata kuliah struktur kayu. Ini aku menulis karena aku penulis, yang tentunya ingin selalu berkecipung dalam idealisme. Apalagi latar belakang pengalaman dan pendidikanku adalah insinyur teknik sipil, maka jelas sekali aku peduli. Pada tahap seperti ini, peran seorang penulis yang mau berpikir di luar kerangka konteks pemikiran yang umum adalah sangat diperlukan. Karena itu pula mengapa seorang penulis dapat menjadi visioner, lebih maju dari jamannya.
Lho pak Wir, memangnya struktur kayu perlu dipikirkan ?
Pertanyaan yang menarik dan bagus sekali.
Pertama-tama adalah kita perlu mengingat bahwa material kayu adalah material yang pertama-tama digunakan manusia untuk membangun rumah, ketika manusia pertama kali ingin hidup di luar goa dan tidak mau kena panas atau hujan. Kayu dipakai pertama kali karena material tersebut lebih ringan dibanding batu. Sedangkan beton dan baja baru diketemukan jauh hari kemudian.
Itulah alasan klasik yang ada, tapi mudah dipatahkan dengan hanya satu kata, yaitu KUNO !
Ok, kecuali hal tersebut ada fakta tentang kayu yang tidak bisa diabaikan, mari kita lihat daftar properti mekanik bahan-bahan material berikut:
Tabel 1. Perbandingan kuat mekanik beberapa bahan material konstruksi
Material | Berat Jenis (BJ) | Modulus Elastis | Kuat (MPa) | ||
(kg/m3) | (MPa) | Leleh | Ultimate | ||
Serat karbon | 1760 | 150,305 | – | 5,650 | 321 |
Baja A 36 | 7850 | 200,000 | 250 | 400 – 550 | 5.1 – 7.0 |
Baja A 992 | 7850 | 200,000 | 345 | 450 | 5.7 |
Aluminum | 2723 | 68,947 | 180 | 200 | 7.3 |
Besi cor | 7000 | 190,000 | – | 200 | 2.8 |
Bambu | 400 | 18,575 | – | 60* | 15 |
Kayu | 640 | 11,000 | – | 40* | 6.25 |
Beton | 2200 | 21,000 – 33,000 | – | 20 – 50 | 0.9 – 2.3 |
Coba perhatikan tabel di atas. Itu saya ambil dari makalahku di Gran Melia. Perhatikan rasio kuat dibanding berat volumenya. Paling tidak efisien adalah beton, sedangkan kayu mempunyai efisiensi lebih tinggi dibanding baja. Itu menunjukkan pada berat yang sama maka kayu mempunyai kekuatan yang lebih baik. Kayu hanya bisa dikalahkan oleh material bambu. Ini jelas suatu potensi yang tidak dapat diabaikan jika digunakan kayu sebagai material konstruksi.
Hal lain dari kayu yang menyebabkan keunggulan dan dilirik oleh negara maju yang peduli lingkungan, adalah bahwa material kayu dapat dihasilkan kembali, sustainability (keberlangsungan kembali). Ini tentu saja dengan berpikir bahwa setelah menebang pohon lalu menanam bibit pohon yang baru lagi. Jangan seperti orang-orang kita yang menolak kayu dengan alasan peduli lingkungan, mereka khan berpikir kalau menebang pohon, ya menebang saja, nggak mikirin menanam pohon baru.
Di negara maju dengan luas wilayah yang terbatas, membuat semen berarti merusak lingkungan. Lihat saja kalau nggak percaya, disekitar pabrik semen banyak tuh bukit yang menjadi rata. Intinya, di negara maju, penggunaan beton bertulang seperlunya saja, maunya sih konstruksi yang ramah lingkungan.
Jadi kalau begitu mempelajari struktur kayu berprospek ya pak ?
Mempunyai pengetahuan tentang struktur kayu memang ada baiknya, karena di luar cukup baik prospeknya. Memang sih kalau hanya untuk sekedar kerja memang lebih penting baja dan beton, khususnya di Indonesia. Tetapi seperti halnya telor dan ayam, maka perlu ada yang harus memulai dan tentunya karena dunia kampus adalah dunia idealis maka sebaiknya orang kampus mulai memperhatikan bagaimana membuat materi struktur kayu di perguruan tinggi berkembang.
Faktanya pak ?
Memang susah sih berbicara dengan orang Indonesia. Maunya bukti, padahal untuk sesuatu yang sifatnya pioner, maka idealisme itu adanya di pikiran. Jangan sedikit-sedikit minta fakta. Materialistik sekali, seperti di sini bahwa yang disebut orang sukses itu kalau sudah dapat duduk di Alphard, jika belum maka belum dapat dianggap sukses. Padahal Alphard-nya didapat dari hasil korupsi. Susah deh.
Tetapi seperti biasa, yang namanya penulis itu tidak kurang akal. Baik, saya akan carikan fakta yang sudah ada. Tetapi terus terang itu belum saya dapat di Indonesia ya. Maklum khan saya prihatin soal itu sehingga menulis ini.
Pertama-tama, kayu di belahan dunia yang lain ternyata telah mempunyai komunitas yang bergairah. Lihat saja ini ada majalah tentang kayu di Kanada. Coba saja kalau tidak ada komunitas pembacanya, maka tentu saja tidak akan ada majalah seperti ini. Di Indonesia mana bisa laku, paling-paling yang laku adalah majalah gosip. 🙂
Gambar 1. Majalah tentang produk kayu di Canada
Itu saya ambil dari edisi tahun 2009. Apa yang dapat kita lihat dari cover tersebut, apa maknanya bagi kita. Jika kita melihat begitu banyak papan kayu yang merupakan produk hasil industri maka tentunya faktor kualitas kayu tersebut dapat ditentukan secara lebih pasti. Ada kontrol mutu begitu maksudnya.
Adanya kontrol mutu yang terjaga dan konsisten adalah salah satu syarat mutlak suatu keberhasilan produk. Anda tahu mengapa konstruksi kayu di Indonesia tidak maju, adalah karena ada ketakutan dari para insinyur bahwa apa yang diprediksi di atas kertas, ternyata tidak sesuai dengan hasil di lapangan. Kenapa itu bisa terjadi, karena bahan material kayu hanya mengandalkan produk hasil tebangan dari hutan, yang mutunya sangat bervariasi. Terus terang saya tidak meragukan kemampuan insinyur kita untuk merencanakan struktur kayu yang megah dan hebat, masalahnya bukan pada tahapan perancangan, tetapi mengimplementasikan itu pada struktur nyata. Bahan material yang ada tidak mendukung, kalau bisa dipaksakan maka biayanya tidak terlalu besar. Bisa-bisa dengan bahan material lain akan lebih murah.
Jadi langkah pertama agar konstruksi kayu menjadi populer di Indonesia adalah teknologi kayu harus maju. Jadi dalam memberi mata kuliah kayu jangan hanya terpaku pada aspek rekayasanya saja, tetapi juga teknologi. Selama ini kita selalu tergantung pada Fakultas Kehutanan untuk mengisi bagian tersebut. Tetapi apa yang terjadi, mereka juga kerja, tetapi lebih mengarah pada produk kayu untuk finishing bukan konstruksi. Jadi kita ini ditinggalin. Di luar sana, perkembangan teknologi kayu, cukup maju.
Untuk kayu konstruksi maka langkah penting yang perlu adalah menetapkan grading kayu. Di luar sana itu benar-benar dilakukan, tidak sekedar dari cerita orang saja seperti yang di Indonesia. Coba saja yang namanya kayu kalimantan itu variasinya banyak. Bisa bikin pusing.
Gambar 3. Mesin trimer, langkah awal agar dapat dilakukan grading otomatis.
Itu adalah beberapa gambar mesin kayu di perusahaan pensupply kayu di Canada. Jadi yang mereka jual bukan gelondongan kayu, tetapi sudah merupakan produk kayu dengan ukuran tertentu yang seragam dan dengan grading yang tertentu pula. Tentu saja ukuran dan grading menentukan nilai jual yang berbeda.
Ha, ha, pak Wir. Ukuran kayunya koq kecil banget. Apa bisa itu dipakai untuk konstruksi ?
Suatu pertanyaan yang menarik. Ini menggambarkan apa yang kita ketahui tentang konstruksi kayu, bahwa yang namanya kayu struktur adalah kayu yang besar dan tidak kecil-kecil seperti gambar di atas. Jika itu yang terjadi, maka itu adalah cara pandang tentang kayu yang telah out-off-dated.
Ingat struktur kayu yang saya bicarakan ini adalah struktur kayu yang mengacu pada keselamatan lingkungan. Jadi kayu tersebut bukan dihasilkan dari kayu berukuran besar yang sudah tua sekali yang lalu kita potong-potong. Kayu di atas adalah hasil produksi tanaman kayu keras, hasil penanaman yang disengaja, dimana umur kayu tentu saja tidak lama, mungkin hanya 3-5 tahun saja. Untuk umur seperti itu jelas tidak akan didapat diameter kayu yang besar-besar seperti yang kita bayangkan ketika raja-raja kita dulu mencari kayu untuk istananya. Nggak seperti itu. Tapi ya seperti gambar di atas, yang penting disini adalah ukurang yang tertentu (standar) dan mutu (grading) yang tertentu pula. Bahkan dengan ukuran kecil seperti itu, maka dapat dengan mudah diberikan bahan material agar kayu lebih tahan lingkungan.
Jadi struktur yang dapat dibuat hanya berukuran kecil-kecil ya pak Wir ?
Penjelasanku belum selesai. Bahwa ternyata di luar negeri, konstruksi kayu dapat berkembang dan bersaing dengan material baja atau beton karena ukuran kayu yang besar dapat dibuat dengan teknik laminasi, yaitu menggabungkan ukuran-ukuran kayu tersebut dengan bahan adhesive sehingga menjadi satu kesatuan.
Adanya kemampuan memproduksi kayu bermutu dan berukuran seragam digabung dengan kemajuan teknik laminasi maka berkembang pesatlah konstruksi kayu di luar negeri. Saya melihat selama ini penelitian tentang kayu di Indonesia masih berkutat pada perhitungan baut dan semacamnya itu, yang mana kayunya mengandalkan produk alam. Jika hanya seperti itu progressnya maka saya yakini kita tidak akan dapat mengejar ketertinggalan kita dengan luar negeri.
Kamu mau tahu produk kayu laminasi untuk konstruksi di luar negeri. Baik, akan saya tampilkan beberapa ya.
Gambar 4. LeMay Car Museum, Tacoma, Washington
Struktur di atas dibuat dari kayu kecil-kecil itu lho, yang dirangkai jadi satu memakai adhesive (lem). Itu khan sekarang jadi gede. Teknik seperti ini kelihatannya belum ada lho di Indonesia. Kapan ya ada. Ini detailnya.
Gambar 5. Detail konstruksi kayu dengan teknik laminasi di USA.
Ternyata konstruksi kayu dengan teknik laminasi tidak terbatas pada bangunan gedung seperti gambar di atas. Di Norwegia telah digunakan untuk bangunan jembatan, bahkan telah didesain dapat dilalui kendaraan tank tempur. Bayangkan itu, mereka menyebutnya sebagai jembatan kayu terkuat di dunia. Ini buktinya.
Gambar 6. Jembatan Kayu Sungai Rena di Norwegia, bentang 45 m
Gambar 7. Penampang tengah jembatan kayu sungai Rena
Struktur kayu di Swedia adalah seperti halnya struktur dari material yang lain, jadi peralatan yang digunakan untuk proses konstruksinya juga tidak main-main seperti yang dipakai pada struktur baja juga. Perhatikan.
Gambar 8. Erection tahap pertama modul jembatan kayu laminasi.
Jika diperhatikan bahwa modul-modul struktur kayunya adalah persis seperti modul-modul pada struktur baja. Cara penyambungan tiap-tiap elemen memakai insert-steel, yah seperti sambungan baja, hanya saja tentu bagian yang terlemah adalah bagian kayu, sehingga dimensinya ditentukan oleh kekuatan kayu. Untuk konstruksi seperti ini, penggunaan teknologi adhesive sudah bukan sesuatu yang asing lagi.
Gambar 9. Proses erection jembatan kayu sungai Rena
Ternyata untuk deck-nya atas digunakan pelat beton precast (tebal 130 mm). Memang sih untuk lantai maka bahan material yang paling cocok saat ini adalah beton, mantap dan cukup kuat. Menarik juga khan ada struktur gabungan kayu dan beton, dimana kayu disini menjadi struktur utama. Perhatikan cara pemasangan lantai precastnya sebagai berikut.
Gambar 10. Pemasangan lantai precast di atas jembatan kayu.
Jika melihat tulangan di atas deck precast tersebut, maka itu mestinya tulangan geser yang di atasnya akan dicor beton lagi, semacam topping begitu. Jadi total tebal beton precast dan cast-in-situ adalah sebesar 310 mm. Maklum beban rencana khan kendaraan tank tempur milik tentara Norwegia.
Hal menarik yang perlu dilihat adalah detail sambungan precast deck ke elemen kayu laminasi bagian atas. Dari gambar 7 di atas dapat diketahui bahwa sistem sambungan precast deck dan kayu adalah tidak menyatu, mereka bisa bergeser. Ini penting untuk antisipasi kembang susut kedua bahan yang berbeda. Ini hebatnya perancangan struktur yang mereka buat. Mau lihat detail hubungan deck dan kayu, adalah sbb:
Gambar 11. Detail sambungan precast deck dan kayu laminasi atas.
Perhatikan ada bagian yang dapat menyebabkan precast deck berdeformasi tidak sama dengan kayunya. Jadi ketika terjadi kembang susut pada deck, tidak menyebabkan timbulnya tegangan akibat efect restraint pada rangka kayu. Yah mirip seperti struktur statis tertentu begitu, yaitu tidak dipengaruhi oleh terjadinya deformasi.
Akhirnya ketika sudah jadi seperti di bawah ini maka nggak mengira kalau jembatan yang dapat dilalui oleh kendaraan tank tempur tersebut adalah dibuat dari kayu.
Gambar 12. Jembatan kayu sungai Rena, Norwegia, saat peresmian Agustus 2006
Yah begitulah sedikit tentang perkembangan konstruksi kayu di luar negeri. Adakah yang dapat kita kemukakan ke luar berkaitan dengan penelitian dan usaha pengembangan kita tentang struktur kayu. Jika anda melihat hal-hal di atas, apakah kita masih menganggap bahwa struktur kayu adalah minoritas.
Rasa-rasanya pengajaran struktur kayu yang ada selama ini perlu dilihat lagi, masihkah relevan dengan perkembangan di dunia. Jadi adalah menarik terjadi di sini, bahwa material struktur unggulan yang ada, adalah dimulai dulu dari [1]beton, [2]baja dan terakhir [3]kayu. Sedangkan di belahan lain ternyata berbeda, informasi teman menunjukkan bahwa di Jepang yang populer untuk konstruksi adalah material [1]baja, [2]kayu dan baru terakhir [3]beton. Ada apa itu.
Moga-moga ini menginspirasi teman-teman untuk mau menggeluti struktur kayu, tetapi dengan cara pandang yang berbeda. Itu kalau kita tidak mau ketinggalan dari luar sana.
Salam dari penulis.
Catatan : makalah ini dapat ditulis karena adanya dukungan data yang bermega-mega dari Prof. Andi Asiz dari University of New Brunswick, Canada. Beliau adalah alumni ITB, Bandung yang menekuni bidang kayu dan mungkin karena di sini suasananya belum mendukung maka beliau tetap menetap disana. Untuk itu diucapkan banyak terima kasih atas dukungannya terhadap blog ini. Semoga Tuhan memberkati.
.
.
Daftar pustaka yang digunakan adalah:
- Bill Tice. (2009). “Technology Upgrade: MAKING the GRADE“, Canadian Wood Product, March / April 2009, page 11-13
- Rune B. Abrahamsen and Lillehammer . (2008). “NORWAY Bridge across Rena River – World’s strongest timber bridge“, 10th World Conference on Timber Engineering, June 2-5, 2008 Miyazaki, Japan
- http://www.apawood.org/media_center_cat.cfm?cat=697
Tinggalkan komentar