Bagi pembaca yang berlatar belakang mahasiswa di perguruan tinggi, maka threat berjudul “membuat tulisan ilmiah” dapat dipastikan akan mengarah pada cara pembuatan skripsi. Meskipun kadang kala dapat dikaitkan juga dengan pembuatan makalah ilmiah untuk jurnal atau seminar. Tapi saya kira hanya sedikit yang membayangkan bahwa itu juga menyangkut pada cara pembuatan buku-buku teks ilmiah.
Ketidak-percayaan diri untuk sampai pada pembuatan buku didasarkan pada pengalamanku dulu saat masih menjadi mahasiswa. Bayangkan saja, itu tidak hanya saat S1 maupun S2. Pada masa itu, saya berpikir bahwa hanya para pakar senior yang mampu membuat (menulis) buku teks, yang kadar ilmiahnya tidak diragukan para pembacanya.
Cara pikir seperti itu bisa dimaklumi, karena faktanya sewaktu menyelesaikan thesis S2-nya saja dulu memerlukan waktu lama. Bahkan merasakan bahwa membuat tulisan ilmiah merupakan beban berat (bikin stress).
Bayangkan saja, kala itu aku mempunyai sesi khusus untuk secara rutin datang ke kampus UI di Depok. Itu di sela-sela hariku bekerja, maklum waktu itu aku bukanlah seorang dosen, tetapi praktisi yang bekerja untuk membiayai sekolah dan sekaligus keluarganya. Sekolah lanjut bagiku waktu itu merupakan alternatif paling logis agar tetap dapat berkarir di bidangnya dan memberi harapan akan ada peningkatan atau perbaikan dikemudian hari.
Catatan : kondisiku saat ini, tidak akan ada tanpa adanya pemikiran tersebut.
Kalau mengingat masa-masa sekolahku tersebut, aku pernah merasakan bahwa membuat tulisan ilmiah itu suatu momok yang menakutkan. Ini memang dapat dimaklumi karena kalau tulisan ilmiahnya yang berupa thesis, tidak selesai, maka ijazahnya juga tidak keluar. Alias tidak lulus. 😦
Jika sekarang aku berani membuat tulisan seperti ini, petunjuk bagaimana membuat tulisan ilmiah, padahal dahulu itu sesuatu hal yang menakutkan, maka tentu ada sesuatu yang dapat diandalkan, sehingga membuat tulisan ilmiah menjadi sesuatu yang tidak menakutkan lagi.
Apa itu ?