Guru, tenaga ahli, nara sumber atau selibriti, kadang pada suatu kondisi tertentu sukar dibedakan perannya. Bayangkan saja, dalam beberapa hari ini, sejak terjadinya tragedi jembatan bentang panjang di Tengarong yang rubuh, ternyata kalau mau dihitung ada lebih dari tiga rekan wartawan yang menghubungi.  Via hp lagi, padahal rasa-rasanya saya tidak pernah mencantumkannya secara terbuka di blog atau facebook. Maklum, komunikasi melalui hp sifatnya pribadi. Jadi yang biasa ditanggapi adalah yang pernah melakukan kontak langsung secara personal.

Bagaimanapun juga saya menganggap siapapun yang mengkontak saya, tanpa saya tahu secara pribadi maka saya anggap anonim. Secukupnya saja dan kemudian jangan dipikirkan serius. Meskipun dalam hal ini, mereka biasanya ketika mengkontak selalu menyebutkan nama dan institusi tempat bekerjanya. Boleh-boleh saja itu menurutku, tetapi bagaimana tahu bahwa itu benar. Jadi bisa saja benar atau bisa saja salah, dan saya selalu berpikir pada kondisi terburuk. Jadi jangan terlalu ditanggapi serius lha. Artinya kita jangan terlalu berharap bahwa apa yang dinyatakan kepada mereka nantinya juga akan keluar di media seperti itu. Oleh karena itu jawaban klise menanggapi orang bertanya, seperti kasus jembatan yang rubuh itu adalah bahwa “saya tidak punya komentar“. Titik.

Saya bilang bahwa bidang rekayasa tidak sama seperti politik, yang dapat dengan mudah dijawab dengan satu dua kata. Ilmu mereka yang utama khan retorika. Kalau bidang engineering, retorika itu nggak laku. Paling juga ilmu itu bisa dipakai untuk ngejual ide kepada pemilik modal, atau dipakai untuk memanipulasi semangat orang untuk mengerjakan suatu proyek tertentu.

Pada prinsipnya, untuk bisa mengambil keputusan ilmiah di bidang rekayasa, haruslah ditunjang data, bahkan untuk memahaminya juga memerlukan suatu latar belakang keilmuan tertentu. Nggak sembarang orang awam dapat mengerti apa yang dimaksud. Jadi kalau misalnya, wartawan yang bertanya tersebut berlatar belakang sosial, maka tentu uraian yang dapat kita sampaikan adalah yang bersifat umum saja. Uraian yang lebih mendalam tentu tidak mudah dipahami, jadi mengapa harus berpanjang-panjang bercerita jika tidak akan akan dimengerti.

Lho koq bisa begitu pak. Bapak khan guru, jadi wajar khan kalau menjadi tempat bertanya. 

Betul, jika yang bertanya adalah muridnya. Jadi dalam hal ini mereka yang bertanya itu dalam kapasitas apa.

Jika diamati, pertanyaan mereka yang disampaikan via telpon hampir tipikal. Pertama-tama disampaikan suatu cerita atau berita, kemudian saya disuruh menanggapi cerita atau berita tersebut. Ini khan perlu dicermati, seperti misalnya: “menurut si A, tiang jembatan yang ambruk itu bergeser“. Lalu si penanya telpon tersebut bertanya kepada saya: “Pak Wir, memang tiang jembatan tersebut bisa bergeser“. Saya bertanya, kata siapa. Jawabnya, kata orang di Media A gitu pak.  Wah ini, rekursif khan. Jadi jika masuk ke media dianggapnya sebagai suatu kebenaran. Maklum masyarakat kita sekarang juga bingung, wong yang ambil beritanya juga asal ambil pendapat orang.

Pak Wir, yang diwawancara itu gelarnya sudah hebat lho pak. Apa nggak bisa dipercaya omongannya.

Inilah yang terjadi di Indonesia itu. Orang punya gelar tinggi, misalnya doktor, apakah itu berarti tahu semuanya. Coba lihat, dokter dan dokter spesialis, yang terakhir itu khan kesannya lebih tinggi, tetapi tidak berarti dia tahu semua penyakit. Soal itu tentu bagi seorang dokter akan tahu, karena kalau sok tahu maka akibatnya akan berbahaya, dan akhirnya membahayakan karirnya juga.

Itu tadi di profesi kedokteran, adapun di profesi rekayasa kelihatannya sikap seperti itu belum ada. Kebanyakan kalau sudah bergelar doktor, dianggapnya tahu semuanya. Kondisi tersebut ditunjang oleh sikap media kita, yang kadang sembarang saja mengajukan wawancara dan meminta pendapat orang yang mempunyai gelar.  Tanpa menyadari bahwa bidang yang dijadikan topik pertanyaan tersebut sebenarnya tidak pernah dipelajari secara mendalam oleh doktor tersebut. Bagi orang awam, kesannya wah, masuk media dan bangga  merasa menjadi nara sumber. Bagi si wartawan atau pembuat media, juga puas punya berita untuk ditayangkan. Meskipun di kalangan profesional yang lain akan tahu bahwa pernyataan yang disampaikan orang, yang dianggap nara sumber oleh  media tersebut, sebenarnya  abal-abal. Maunya jadi selibriti (begitu pikirnya mungkin), kenyataannya adalah seperti “tong kosong berbunyi nyaring“.

Akhirnya siapa yang dirugikan. Pasti saja masyarakat awam yang akan bertambah bingung. Betul nggak.

Tentang jembatan di Tengarong itu bagaimana sih pak. Sehingga masyarakat minimal bisa tahu sedikit dengan apa yang terjadi.

Wah, wah dik. Jangan memancing-mancing juga seperti wartawan ya. Terus terang saya juga belum mendapat kabar yang pasti tentang kondisi jembatan tersebut, kecuali tentunya dari media. Seperti anda juga lha kondisinya. Fakta penting yang dapat digali dari berita Kompas hari Senin 28 November 2011 menyatakan bahwa pada saat runtuh, jembatan dalam kondisi dilakukan rehabilitasi. Lalu lintas di jembatan pada saat itu ditutup separo, dan kondisi lalu-lintasnya macet.

Bayangkan saja, itu panjang jembatan 710 m, dengan bentang tengah 270 m (gambar di Kompas). Macet lagi, jadi apakah berita di koran yang menyebut korban 5 tewas, 33 hilang dan 40 luka-luka dapat dipercaya. Eh sebentar, kompas hari ini memberitakan sesuatu yang lebih baru, perhatikan headline berikut:

Nah ada data atau informasi baru yang lebih mengerucut tentang penyebab rubuhnya jembatan tersebut, yaitu pegangan putus. Itulah berita-berita yang terjadi.

Berangkat dari fakta di atas, ada baiknya saya mencoba memasukkan hal-hal yang saya ketahui tentang jembatan tersebut dan juga dugaan yang mungkin menjadi bahan pertimbangan untuk penilaian tentang sumber penyebab bencana tersebut terjadi. Ini penting bukan karena keinginan jadi selibriti, tetapi untuk menunjukkan bahwa bidang rekayasa pada dasarnya bisa dijelaskan secara ilmiah, dan jika hal-hal tersebut dapat diantisipasi maka tentunya suatu kondisi yang fatal dapat dihindari. Juga penting untuk menunjukkan bahwa para profesional di bidang rekayasa perlu dihargai, dan diberi remunasi yang mencukupi. Jika demikian adanya, mereka akan punya kebanggaan dengan profesinya, mereka akan selalu mengembangkan diri. Bayangkan saja, bidang rekayasa kita saat ini khan memprihatikan, mereka dihargai seperti halnya tukang, bisa diganti seenaknya. Maklum, posisinya masih seperti dokter umum, belum seperti dokter spesialis. Pekerjaan sekedar sebagai rutinitas mencari sesuap nasi, sehingga apa-apa dikerjakan.

Data tentang jembatan tersebut aku punyai ketika aku menulis buku tentang jembatan dengan ibu Lanny dan pak  Herry dari Dept. PU.  Buku tersebut nantinya akan terbit berbahasa Inggris, aku sudah menunggu-nunggu lama, lebih dari dua tahun lho. Doain ya agar buku yang dimaksud betul-betul terbit. Terus terang buku tentang jembatan Indonesia berbahasa asing rasa-rasanya belum ada. Jadi jika itu betul terbit maka itu adalah yang pertama.

Jembatan yang ambruk di atas menurut data yang aku tulis, adalah jembatan Kartanagara (714 m) terletak di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tampak samping adalah sebagai berikut:

Jadi sebenarnya bentang tengah jembatan di atas hanya sekitar 270 m, meskipun demikian ternyata menjadi jembatan gantung terpanjang ke-3 setelah jembatan Mamberamo (235 m) di Papua, dan jembatan Barito (240) di Kalimantan. Truss pengaku dari jembatan gantung tersebut dibuat dengan memodifikasi jembatan rangka baja standar Bina Marga kelas A45 dengan panjang totalnya 470 m, lebar jalur 7 m.

Mengapa koq jembatan gantung pak, itu mungkin yang menjadikannya ambruk.

Itulah kalau awam. Jembatan gantung itu dipilih karena kondisi sungai yang mengharuskannya, bayangkan saja sungai lebar dan mempunyai kedalaman sekitar 30-40 m, jadi tentu saja akan menyulitkan jika mempunyai pondasi di tengah sungai. Dengan jembatan gantung maka cukup dibangun pilon atau tower jembatan  di pinggir, selanjutnya dibentangkan kabel dan baru disusul oleh rangkaian truss pengaku. Ini mungkin ada gambaran tentang proses pelaksanaan jembatan tersebut.

Nah sekarang kelihatan jelas khan yang dimaksud dengan sistem truss pengaku, yaitu rangka batang, yang mana setiap segmen digantung ke kabel di atasnya.  Jadi yang dimaksud pegangan pada berita Kompas di atas adalah sebagaimana yang terlihat pada gambar di atas.  Proses pelaksanaan secara bertahap dan akhirnya ketika jadi adalah sbb:

Nah itulah kondisi gambar ketika belum runtuh.

Adapun sekarang yang patut ditanyakan adalah mengapa pegangan kabel vertikal bisa putus. Apakah desainnya buruk atau bagaimana. Inilah yang patut dicari jawabannya.

Untuk mencari jawaban yang benar, dapat dimulai dengan membuat dugaan-dugaan atau istilah ilmiahnya adalah hipotesis. Selanjutnya untuk mendapatkan kebenarannya, maka hipotesis yang diajukan perlu dibuktikan dengan temuan fakta-fakta yang mendukungnya.  Karena aku secara fisik tidak mendapatkan data atau bukti pendukung, maka yang bisa aku buat hanyalah dugaan atau tepatnya hipotesis itu saja. Jadi untuk masalah kebenaran maka diperlukan peranan pihak yang berwenang untuk  mendapatkan fakta empirisnya. Ok, begitu:

Dugaan pertama: bahwa kabel yang putus, meskipun kesannya terjadi pada waktu yang singkat, dapat dipastikan dimulai dari satu kabel terlebih dahulu yang kemudian memicu terjadinya keruntuhan progresif berikutnya.

Dugaan kedua: Mengapa ada satu kabel yang putus, adakah karena karat (korosi), kerusakan akibat tertabrak benda asing, atau bisa juga diakibatkan sabotase, atau ada yang lain.

Nah yang lain itu apa, ini mungkin yang perlu dicari tahu.

Dengan memperhatikan sistem rangka sistem pengaku jembatan gantung, maka dapat dipahami bahwa rangka tersebut sangat kaku. Karena proses perakitannya secara bertahap sebagaimana terlihat pada gambar di atas maka dapat dipahami bahwa pembebanannya dapat dianggap sebagai merata pada kabel atau batang tariknya. Kondisi seperti inilah yang terjadi selama bertahun-tahun, dan karena selesai dibangun tahun 2001 maka tentu sekarang (2011) telah berumur 10 tahun. Suatu usia muda bagi suatu konstruksi jembatan.

Inti dari pernyataan di atas adalah meskipun konstruksi rangka batang sangat kaku (seperti balok menerus di atas banyak tumpuan) jadi merupakan struktur statis tak tentu, tetapi reaksi ke kabel utama di atas dapat berlangsung mulus sebagai beban merata akibat proses pelaksanaannya yang bertahap. Tetapi ketika kemudian dilakukan katakanlah pengangkatan deck jembatan , karena kekakuan rangka tadi maka tentulah bukan sesuatu yang sederhana.

Kalau pelaksanaan pengangkatannya asal-asalan, seperti misalnya melakukan stressing atau mengangkat bagian jembatan dengan memendekkan kabel tarik vertikal di satu tempat saja, misalnya di tengah bentang, maka skenarionya akan berubah.

Konstruksi kabel akibat beban merata (desain) akan menghasilkan geometri kabel seperti persamaan kuadrat. Ketika di stressing, dimana rangka pengaku lebih kaku dibanding kabel di atasnya, maka bukannya deck jembatan yang naik, tetapi cenderung kabel utamanya yang berubah bentuk, yang dulu seperti persaman kuadrat maka akibat stressing setempat akan menyebabkan bentuk kabel utama seperi inverted-V. Untuk penjelasannya ada baiknya saya beri sketch berikut.

Gambar sketch paling atas adalah kondisi jembatan pada kondisi standar, yaitu setiap batang tarik vertikal akan menerima beban merata yang berasal dari lantai jembatan itu sendiri (rangka pengaku). Batang tarik vertikal pada kondisi itu hanya menerima beban untuk tiap tributari luasan yang ditinjaunya (sesuai dengan jarak antar batang tarik vertikal). Relatif kecil tentunya. Tetapi kondisi akan berubah total ketika dilakukan, katakan pengencangan kabel vertikal dengan maksud agar lantai jembatan dapat naik. Jadi ketika kabel di stressing dan dilakukan pengamatan kenaikan deck jembatan maka dapat dipastikan bahwa karena rangka pengaku lebih kaku dibanding kabel di atasnya, maka yang berubah bentuk adalah pada kabel utamanya. (lihat skecth  diatas). Kabel utama berubah bentuk, bukan sebagai catenary lagi, tetapi seperti bentuk V (gambar sketch bawah).

Pada kondisi seperti itu, ini mungkin yang tidak diduga oleh insinyur yang bertugas melakukan pengencangan, yaitu karena kabel berubah bentuk, maka kabel-kabel di dekatnya akan mengendor.

Lho apakah itu berbahaya pak ?

Itulah. Batang tarik yang langsing, atau kabel, maka jika mengendor maka akan terjadi distribusi gaya ke komponen yang kaku, dalam hal ini adalah kabel yang di stressing. Jadi jika dulu beban yang diterima penggantung adalah beban tributari, maka dengan adanya perbedaan stressing kabel tersebut akan menerima gaya-gaya reaksi yang seharusnya diterima oleh kabel-kabel lain yang kendor. Overstress !

Semakin memendek itu kabel, dan semakin kendor kabel yang lain, maka gaya reaksi yang diterima kabel yang di stressing itu akan semakin membesar, jauh di atas kapasitas daya dukung kabel tersebut.

Kalau jauh diatas kapasitas rencana, lalu apa yang terjadi hayo ?

Ya putus dong pak.

Betul dik. Itu bisa terjadi. Masalahnya adalah, ketika kabel utama berdeformasi menjadi bentuk V diatas, maka ketika kabel putus maka geometri kabel akan kembali ke posisi semula. Jika prosesnya cepat maka terjadilah percepatan arah vertikal. Padahal lantai jembatan relatif berat, ada massanya. Jadi ketika ada massa dan ada percepatan arah vertikal, dan jika berlangsung cepat (tiba-tiba) maka sifatnya dinamik. Ingat rumus newton F = m * a.

Jadi ketika kabel atau pegangannya putus (yang mana yang paling lemah) timbullah gaya dinamik arah vertikal yang besarnya sebanding dengan berat deck jembatan yang merata karena kekakuan elemen truss tersebut. Nah, tentu saja kondisi seperti itu jarang dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan. Jadi bisa-bisa besarnya gaya F itulah yang menyebabkan kabel vertikal secara serentak terhentak dan rontok semua.

Wah sudah terlalu panjang, untuk sementara hipotesis-nya itu dulu ya. Tentang kebenarannya perlu didukung data-data empiris lapangan. Mungkin teman-teman mempunyai hipotesis yang lain.

Ini perlu diungkapkan agar kalau benar itu yang terjadi, dapat dijadikan bahan pembelajaran lebih lanjut dan dilakukan tindakan pencegahan. Juga penting untuk diingatkan, bahwa melibatkan ahli yang berkompeten untuk urusan rekayasa yang besar adalah penting. Ingat, ahli yang berkompenten itu bukan tukang insinyur lho, tetapi memang insinyur yang dihargai bukan karena otot atau tenaga fisiknya tetapi dari buah pikirannya.

Fakta-fakta yang perlu dibaca :

.

<< up-dated 7 Desember 2011>>

Ini ada kajian berdasarkan fakta di lapangan, kelihatannya yang membuat teman-teman dari UGM (karena ada alamat emailnya). Terus terang informasi ini beredar dari milis. Moga-moga berguna.

.

.

<<<< up-dated 14 Jan 2012 >>>>>

Mulai banyak dijumpai informasi tentang mengapa dan bagaimana jembatan Kutai Kertanagara runtuh. Ini saya menjumpai satu video yang skenarionya mirip dengan yang aku sampaikan sesaat setelah keruntuhan terjadi.

 

59 tanggapan untuk “guru, tenaga ahli, nara sumber atau selibriti”

  1. RIWFI Avatar
    RIWFI

    terimakasih pak atas bahasan nya…
    ini menambah pengetahuan saya mengenai bagaimana mananggapi suatu masalah struktur yang terjadi sebagai seorang engineer..

    Suka

  2. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Pak,
    Saya pikir dugaan bapak benar, jadi ada satu suspended cable yang di kencangkan secara berlebihan yg menyebabkan beban terkonsentrasi ke suspended cable yang pertama kali putus.

    Saya pikir juga dalam sistem cablenya kurang factor of safetynya, setahu saya suspension cable itu, kalau salah satu suspended cable kita copot (diganti karena umur misalnya) sistemnya masih harus stabil. Setahu saya Golden gate itu sudah pernah diganti suspended cablesnya, kan ngak mungkin kita pasang falsework di bawah jembatan beginian. jadi kalau kita ganti suspended cable di panel point A, yang B, C, D dll harus bisa memikul struktur tanpa suspended cable di panel point A. kalau kita ganti di B, yang di A, D, dan D dll bisa memikul dan begitu seterusnya.

    Suka

    1. Bragasworo Avatar
      Bragasworo

      Sekalian mau nimbrung mumpung ada yg bahas Safety Factor,
      Kebetulan saya engineer structure – offshore yg masih hijau, dan baru2 ini mempelajari lifting analysis.

      Sepembelajaran saya di sling design – saat memilih jenis sling, SF nya itu >4, jadi load nya di kali 4, baru cari type sling yg match. – sling ini pun hanya bekerja saat lifting, tidak diperhitungkan saat struktur dalam masa layan.

      Kalau di suspension bridge SF nya standar nya brp tho? Mungkin ada teman2 yg tahu.

      dan dalam memodelkan Jembatan Cable seperti Kukar dgn software, ada tidak ya Load Case / Load Comb yg mempresentasikan “Maintenance Analysis” (penggantian kabel – as Mr Sanny said) atau “Accident” (putus kabel di titik kritikal)?

      Thanks.

      Suka

      1. Sanny Avatar

        Factor of safety supender cable-nya mungkin tinggi, tapi factor of safety cable band-nya (atau baut yang ada di cable band) minim.

        Suspender cablenya kan tidak putus. yang putus itu baut baut yang ada di cable band.

        Suka

  3. Eddy waluyo Avatar
    Eddy waluyo

    Wah analisa Bpk excellent sekali. Saya juga menduga penyebabnya karena Ada sesuatu yg di kendorkan atau di kencangkan dengan tidak menghitung secara analisa strk yg benar. Namun sejogyanya juga ditanyakan kepada Perencana strk , karena umumnya Perencana struktur kususnya Jembatan pasti tlh Dan juga men set up sequence Inspeksi jembatan yg mana pasti Ada erection methodnya. Juga saya yakin pada setiap nodal vertical cable pasti telah di design beban kejut. Anyway ini semua sebagai peringatan bagi bangsa Indonesia yg semakin jauh kpd Tuhan. Betul kan pak.

    Suka

  4. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    The Golden Gate Bridge has 250 pairs of vertical suspender ropes that are spaced 50 feet apart across both sides of the Bridge. Each suspender rope is 2-11/16 inches in diameter. All of the ropes were replaced between 1972 and 1976, with the last rope replacement completed on May 4, 1976.
    dikutip dari http://www.goldengatebridge.org/research/factsGGBDesign.php

    Suka

  5. Zainul-Mataram NTB Avatar
    Zainul-Mataram NTB

    PEMERINTAH SANG TERORIS
    Kecelakaan dijalan raya kebanyakan karena rendahnya kwalitas serta minimnya fasilitas jalan dan alat angkutan masal menjadi penyebab tingginya agka kecelakaan, hal ini menjadikan hal tersebut sebagai mesin pembunuh yang sangat produktif jauh mengalahkan korban ledakan teror bom. Artinya sensungguhnya pemerintah telah mengambil peran sebagai teroris! yg setiap saat membunuh rakyatnya!

    Suka

  6. tokek Avatar

    Ɣªήğ jelas ketika ϑϊ lakukan penggantian kabel, tidak ϑϊ barengi dengan penempatan skoor kabel pendukung. Seharusnya Ϊηϊ adalah basic maintenance dari proses penggantian kabel jembatan. Sangat disayangkan. Mungkin ke depannya perlu ϑϊ lakukan evaluasi dan petunjuk penerbitan maintenance jembatan. Dan tidak menutup kemungkinan ϑϊ masa yang akan datang sistem jembatan meniru sistem salah satu kendaraan yaitu mobil citroen. Ketika ban nya pecah satu tapi masih bisa berjalan ϑğπ 3 rodanya 🙂

    Suka

  7. Wahyudi Avatar
    Wahyudi

    Mantap…..penjelasan yg cukup jelas….makasih ilmunya pak wir…kalau bisa di tambah lagi 🙂

    Suka

  8. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Kita harus tunggu investigasi, seperti kata BUKAKA, mereka masih pada tahap persiapan ketika jembatan itu ambruk.

    http://us.bisnis.vivanews.com/news/read/268240-runtuhnya-jembatan-kukar-versi-bukaka

    Suka

  9. yusak Avatar
    yusak

    Wow..analisa Pak Wir..jelas banget ya ..dengan bahasa sehari-hari lagi jadi guampang banget dimengerti…
    Jujur, salut buat Pak Wir..humble banget..
    “Tentang kebenarannya perlu didukung data-data empiris lapangan. Mungkin teman ada hipotesis lain.”

    Suka

  10. andy Avatar
    andy

    Mantap Pak bahasannya
    Penjelasan ilmiah bisa dijabarin dengan bahasa sederhana sehingga dapat dimengerti oleh kalangan awam meskipun hanya berupa hypothesis.
    Thanks Pak Wir
    Terus berkarya Pak

    Suka

  11. saiful Avatar
    saiful

    Wah, terima kasih, pak Wir.
    Sebelum kita mendapat hasil investigasi resmi para pihak terkait, setidaknya sudah ada gambaran mengenai kemungkinan2 yg telah terjadi di lapangan.

    Suka

  12. Mars_gian Avatar
    Mars_gian

    Sangat Setuju…!!!….., dan sangat simple uraian pak Wir… mantap, sebelum memberi Kesimpulan secara teknis perlu didapat dulu data-data empiris lapangan yang concret…,,,,

    Suka

  13. Wiltor Avatar
    Wiltor

    Pak Wir…..
    Terimakasih banyak atas penjelasan yg menjelaskan banyak tebak2an yg beredar dan memacu saya utk membaca referensi mengenai perilaku jembatan ini…….
    Sejak jembatan runtuh, saya bolak-balik (sehari 4x) untuk membaca komentar Bapak soal runtuhnya Jembatan Kukar dan baru kebaca malam ini…….
    Terimakasih Pak….
    Kita tunggu data dari hasil investigasi yg akan dipublikasikan yah………..

    Salam damai. WT

    Suka

  14. subhanmega Avatar

    ha, ha, ha cerita n info yang menarik n menggelitik mas.. visit back to my site ya. thanks..

    Suka

  15. Iklan Baris Avatar

    Ikut menyimak artikelnya Gun 🙂

    Suka

  16. holistik Avatar
    holistik

    Simak beritanya di http://www.thejakartaglobe.com/home/indications-of-old-problems-shoddy-repairs-found-in-collapsed-bridge/481928.
    Telah terjadi pergeseran pondasi anchor block sejauh 10 cm sebagai tambahan pergeseran sejauh 20cm yg ditemukan pada tahun 2006. Sebagai akibatnya pilar jembatan terpuntir 15cm dan seterusnya lantai jembatan melengkung 75cm.
    Yg memicu terjadinya keruntuhan adalah pekerjaan leveling lantai jembatan dengan mendongkrak/meninggikan lantai pada satu titik sebanyak 15cm dan titik lainnya 10cm. Hal ini dilakukan dengan sekaligus, tidak senti demi senti dan seharusnya tidak hanya 2 titik saja tetapi banyak titik. Hypothesa Pak Priyo Suprobo : Hal ini menyebabkan kegagalan geser pen penyambung antar panel lantai sehingga gantungan jembatan dibebani gaya hempasan (shock loading) yg menyebabkan sambungan antara gantungan (suspender) dan kabel penggantung putus.

    Suka

  17. Printing Machine Avatar

    Sekdar mengikuti blog anda,semoga selalu berbagi hal-hal bermanfaat.
    Terima Kasih

    Suka

  18. Doni Punya Blog Avatar

    Memang perlu penelitian lebih lanjut,, tapi di liat2 postingan ini lengkap juga,,tim ekpedisi juga yaa mas?
    Kunjungi juga yah Web Flash saia Printing Machine.

    Suka

  19. wan Avatar
    wan

    Mohon ijin untuk share di fesbuk.
    Tks.

    Suka

  20. Tanggung Jawab Avatar
    Tanggung Jawab

    bangsa kita tidak akan maju kalau tidak ada orang yang masuk penjara akibat masalah ini. Harus ada yang tanggung jawab, kalau ngak peristiwa begini akan berulang lagi.

    1. yang pasti kontraktor yang pertama kali membangun harus bertangung jawab kalau apa yang di temui para ahli ITS itu benar. Ngak ada jembatan yg baru 10 thn, sudah anchor bergeser, tdk level, dan sudah terpuntir. Hayo dimana common sense bangsa ini.

    2. yang melakukan maintanacenya sama bodoh juga (maaf memang bodoh) harus juga masuk penjara. masak maintance begini cuman main asal dongkrak

    3. orang PU ngapain aja? terima gaji buta? PU itu bukan badan untuk mengivestigasi hal hal begini. PU itu adalah badan yang seharusnya mengontrol dengan ketat BUMN yang mengerjakan proyek beginian.

    4. Mau bangun jembatan selat sunda? jangan mimpi, jembatan begini aja ngak becus! mulai lah dari hal hal kecil baru anda akan dipercaya mengatasi hal hal yang besar. akibat peristiwa ini saya jamin biaya jembatan selat sunda pasti bengkak. Andai anda perusahaan asuransi yang akan mengasuransi proyek selat sunda. karena peristiwa ini asuransi premiumnya pasti naik.

    5. di bumi Indonesia, kalau dengar ada 20 orang meninggal adalah masalah yang biasa, coba aja kejadian begini jadi di barat. Hutama Karya dan Bukaka sudah pasti bangkrut dan tutup. Insinyur ngak boleh praktek lagi.

    Suka

    1. Mirzan Gani Avatar
      Mirzan Gani

      Tanggapan saya atas komentar anda:
      1. Bacalah artikel di atas dengan benar dan teliti. Menetapkan kesalahan tanpa dugaan/hipotesis yg dapat dibuktikan (data terpenuhi) adalah kesalahan besar, dimana common sense anda tentang kebenaran.. 😛

      2. Banyak tujuan dan scope maintenance… Maintenance biasanya disesuaikan dengan tujuan dan scope-nya.. Maintenance bagaimana yg mksd anda bodoh ? Padahal belum ada data-data yang mendukung maintenance mana yang bodoh dan pinter..

      3. Investigasi termasuk dalam bagian pekerjaan PU, yaitu pada proses pekerjaan berlangsung, untuk mengontrol pekerjaan apa sesuai dengan isi kontrak atau tidak. Metode dan sistem pelaksanaan diserahkan sepenuhnya kepada pelaksana sedemikian konsekuensi dan resiko menjadi tanggung jawab pelaksana.
      Investigasi mksd anda seperti apa ? Kontrol bagian mana mksd anda ? Komentar anda kurang jelas,

      4. Runtuhnya jembatan ini bukannya menjadi pelajaran berharga untuk pekerjaan yang lebih besar ? Kapan bisa yang besar kalo gak belajar dari yang kecil ?
      Peristiwa ini sulit dijadikan dasar untuk kenaikan premi asuransi. Berapa persentase kemungkinan terjadinya peristiwa ini? Apa cukup dijadikan dasar penentuan premi asuransi?

      5. Di negara maju, Code dan Hukum sudah matang dan ditunjang sisi Akademis yang maju. Sehingga tidak ada alasan untuk suatu kesalahan yang masih bisa diantisipasi sejak dini. Pengabaian atas ini adalah konsekuensi yang berat.
      Sedangkan di Indonesia, Code dan Hukum serta Akademis belum mencapai kemajuan seperti di negara maju, sehingga saat dihadapkan dengan suatu ancaman konsekuensi malah menjadi masalah baru dan bisa menjadi efek boomerang.
      Untuk Code dan Hukum, kita tidak bisa sembarangan mengadopsi dari luar negeri, terdapat perbedaan-perbedaan yang menjadi batasan. Untuk akademis, masih dibatasi oleh tingkat dan jumlah penelitian yang belum menyamai negara maju serta faktor-faktor lainnya.

      Suka

  21. Anwar Avatar
    Anwar

    Penjelasan yg bagus, tinggal tunggu hasil investigasinya.
    Semoga menjadi pelajaran bagi kita, para dosen & engineer agar lebih serius/profesional dalam mendidik & bekerja.
    Tak lupa kepada pemerintah : “itu hasilnya jika ada KKN, kita juga kan yg akan rugi?”

    Suka

  22. Tanggung Jawab Avatar
    Tanggung Jawab

    1/2. runtuhnya jembatan itu adalah bukti bahwa ada sesuatu yang sangat tidak wajar dalam konstruksi awalnya. sebenarnya yang mereka bilang maintanance (perawatan), seharusnya PERBAIKAN. Tidak ada yang lucu dari peristiwa ini, bayangkan kalau salah satu korban yg tdk berdosa adalah bagian keluarga kita 😦

    3. kecurigaan saya benar bahwa PU tidak melakukan pengawasan. maksud saya yang penting bukang investigasi keruntuhan, karena kalau sudah runtuh sudah banyak korban (sudah telat), berkacalah orang orang PU, apakah anda sudah melakukan tugas anda dengan baik?

    4. tentang asuransi, anda tidak tau ternyata bagaimana perusahaan asuransi itu bekerja. setelah september 11, proyek proyek besar asuransinya naik semua.

    5. akademis: banyak sekali org yg competent di indonesia, seperti pak Wiratman, pak Wir dll. seperti pak Wir bilang orang yang berkompeten banyak tapi karena ke profesionalan mereka tdk dihargai. Ini masalah profesionalitas.
    Hukum: kalau kita tdk bisa menindak hal hal beginian, sampai kapan negara kita harus menunggu? kalau mentalitas kita beginiaan mau kemana bangsa ini

    6. Ternyata banyak orang yang merasa kebakaran jenggot dengan tulisan ini. Cobalah kita merefleksi diri kita. Pikirkanlah andai korban korban itu adalah salah satu dari keluarga kita :(. Semoga bangsa ini di ampuni!

    Suka

    1. Mirzan Gani Avatar
      Mirzan Gani

      1-3. Komentar saya atas komentar anda sebenarnya ditujukan untuk mengkritik anda untuk mengambil sikap yang benar dari setiap peristiwa. Mengkambing-hitamkan suatu instansi, mengeluarkan kata-kata negatif dan mengambil kesimpulan secara dini adalah bukan tindakan bijaksana dan mendidik. Jangan pula melakukan pembelaan terhadap suatu instansi, person atau membenarkan suatu kejadian tanpa ada latar belakang dan dasar yang kuat. Menjadi orang kritis tapi bijaksana adalah hal yang sulit saya rasa.

      4. Kenaikan premi asuransi akibat peristiwa 11 September (WTC NY-USA), lebih dilatar-belakangi oleh masalah keamanan dan kenyamanan dalam hal ini adalah tindakan terosisme. Bukan karena kegagalan struktur dr gedung WTC tsb… Beda kasus dengan keruntuhan jembatan spt di atas… Jangan disamakan.

      5. Kompetensi ok-lah,.. Namun tanpa ada-nya penelitian2 yg menunjang penerapan, kebijaksanaan peraturan dan hukum penyelenggaraan, maka menjadi kelemahan bagi akademis. Ini memang masalah utama para akademis, dimana sering tersandung dengan masalah biaya, fasilitas dan sarana penunjang, yang belum semaju negara maju. Bagaimana seorang akademis bisa memberikan provisi, rekomendasi, maupun masukan dalam penyusunan CODE/HUKUM dan penerapan/pengembangan ilmu itu sendiri, jika tidak dilatar belakangi oleh hasil penelitian yang dapat diakui?
      Jika diuraikan disini akan menjadi panjang dan lebar sehingga meluas gak tentu arah.. 😀 Banyak artikel lain yang bisa menjelaskan masalah ini.

      6. Masalah ini bukan hanya untuk segelintir orang tapi masalah kita seluruh bangsa. (Kehilangan nyawa bukanlah masalah sepele). Apa yang anda pikirkan dan rasakan sangat bagus. Tingkat kepedulian, prihatin dan patriotisme anda patut di acungi jempol.
      Merefleksikan diri sejalan dengan perbaikan diri pribadi setiap orang terlebih dahulu. Hanya ini (minimal) yang dapat kita lakukan pada saat ini. Langkah awal yang bagus.

      Suka

    2. Gunawan Avatar
      Gunawan

      @tanggung jawab : Kalo kita mau cari kesalahan-kesalahan orang lain sih gak ada abis-abisnya pak. Orang amerika aja pernah buat jembatan ambrol juga gara” gak memperhitungkan Gaya angin, intinya sih dijadikan bahan perenungan aja biar kedepannya kta dalam maintenance atau apapun itu penyebab runtuhnya agar lebih berhati-hati lagi. Yang mesti diingat apappun pekerjaan pasti mengandung resiko dan resiko itu bisa diminimalisir dengan kehati2an dan ilmu yang mumpuni.

      Suka

  23. holistik Avatar
    holistik

    Berkaitan dengan point 4 dan 5 dari Mirzan Gani.
    1. Anda beralasan bahwa code, hukum dan ilmu yg belum memadai untuk menghasilkan sesuatu yg mumpuni. Dan kalau hasilnya gagal maka jadi bahan pelajaran saja. Bagaimana kalau yg dibangun adalah reaktor nuklir ? Apa terbayang oleh anda konsekwensinya jika reaktor nuklir tsb gagal? Ada phenomena psikologi yg dinamakan efek Dunning-Kruger : Ada tendensi alamiah dari manusia untuk melebih-lebihkan (overestimate) kemampuan diri sendiri. Jadi sebagai engineer juga harus mengetahui keterbatasan dirinya. (Baca A Structural Engineer’s Got to Know His (or Her) Limitations http://www.structuremag.org/article.aspx?articleID=1340). Kalau belum cukup ilmunya jangan merancang, membangun atau memperbaiki sesuatu yg di luar kemampuannya. Khususnya kalau sesuatu itu menyangkut hayat hidup orang banyak.
    2. Code-code yg ada di Indonesia sudah cukup memadai untuk membangun suatu jembatan sekaliber Jembatan Kukar. Kalaupun ada yg tidak tercakup dalam code-code tsb, kita bisa mengadopsi code-code dari luar. Sedangkan ilmunya sih bukan rocket-science dan sudah cukup dikuasai oleh orang Indonesia seperti Pak Wiratman, Pak Wir dll pihak yg banyak sekali.
    3. Keruntuhan jembatan Kukar bukanlah force-majeure atau akibat bencana alam. Sudah pasti ada pihak yg bersalah dalam hal ini. Alasan kurangnya code, hukum dan ilmu tidak bisa meloloskan pihak tsb dari jerat hukum. Pihak tsb harus bertanggung jawab terhadap keruntuhan tsb.

    Suka

    1. Mirzan Gani Avatar
      Mirzan Gani

      1. Masalah keterbatasan kemampuan akademis Indonesia.
      Akademis Indonesia banyak kok yang terpakai di Negara Maju, bahkan beberapa diantaranya menjadi pakar taraf internasional. Jadi kalo soal memadai ilmunya/kemampuan, maka sudah pasti memadai lah. Untuk merancang dari segi ilmu, Indonesia sudah cukup mumpuni. Jangankan reaktor nuklir, rocket science pun bisa saja di terapkan di Indonesia. Ilmuwan/akademis Indonesia dari segi ilmu sudah bisa dibilang maju.

      Keterbatasan yg saya maksudkan adalah dari segi tingkat/jumlah penelitian yang dilakukan di Indonesia. Code di negara maju itu disusun berdasarkan penelitian-penelitian yang panjang dan sistematis baik oleh para akademis maupun praktisi yang berkompeten. Berbeda dengan di Indonesia, penyusunan Code sebagian besar masih didasarkan atas adopsi code2 dr luar negeri, belum sepenuhnya seluruhnya didukung oleh penelitian2 dari akademis/praktisi.

      2. Masalah keterbatasan Code/Hukum di Indonesia.
      Code untuk jembatan suspension/cable stayed, belum sepenuhnya diadopsi oleh Indonesia. Oleh praktisi, banyak bagian yang masih menerapkan Code dari negara lain karena belum tercakup dalam code di Indonesia. Resiko dan konsekuensi penggunaan code dr luar adalah sepenuhnya tanggung jawab pelaksana (praktisi). Kelemahannya adalah kondisi negara asal Code yang di adopsi belum tentu sama dengan negara kita. Saat menggunakan sebagian Code dr Negara A misalnya, ternyata mengalami kegagalan, maka sulit untuk menuntut konsekuensi atas kegagalan tersebut. Karena perbedaan kondisi tersebut. Walaupun hal ini belum pernah terjadi (karena Code yang diadopsi rata-rata tingkat konservatif-nya tinggi, namun tidak berarti menutup kemungkinan ketidak-cocokan Code luar untuk diterapkan di Indonesia).

      3. Masalah pihak yang harus bertanggung jawab.
      Saya setuju dengan hal ini, jika sudah terbukti keruntuhan terlepas dari force major dan pihak/instansi yang bersalah telah dapat dibuktikan dengan data yang dapat dipertanggung-jawabkan.

      Untuk keruntuhan yang di luar masalah teknis (diakibatkan force-major) maka code terlepas dari hal ini. Namun jika terjadi kesalahan dalam penerapan code, maka ini menjadi suatu hal yg perlu penelitian yang lebih lanjut. Apakah kondisi code yang salah atau salah dalam penafsiran code yang digunakan. Kondsisi code yang salah bisa saja terjadi akibat perbedaan kondisi yang bisa saja muncul di lapangan seperti yang dijelaskan di atas. Kesalahan penafsiran code dapat terjadi akibat kesalah-pahaman menilai kondisi lapangan berkaitan dengan code dll.

      Apabila kesalahan adalah pelanggaran code, maka ini jelas ada hukumnya. Tidak melihat apakah itu code dr luar maupun code di Indonesia, konsekuensi untuk ini sudah jelas.

      Suka

      1. Mirzan Gani Avatar
        Mirzan Gani

        Sedikit tambahan mengenai “Dan kalau hasilnya gagal maka jadi bahan pelajaran saja.”

        Bagi akademis, kegagalan dr suatu produk/pekerjaan selalu akan menjadi bahan pelajaran/penelitian untuk perbaikan produk/pekerjaan di masa mendatang. Hal ini menjadi sebagian dari pengalaman untuk kemajuan produk/pekerjaan itu sendiri.

        Bagi pelaksana dan pihak yang terlibat didalamnya, kegagalan ini perlu di teliti penyebabnya dan harus ada konsekuensi bagi pihak bersalah apabila terjadi kesalahan akibat pelanggaran.

        Suka

  24. Tjatur H. Avatar
    Tjatur H.

    Sangat bisa diterima analisanya pak Wir. Namun, agak repotnya isu ini sudah masuk ranah di luar keteknikan. Bukaka berulangkali menyangkal, bahwa mereka belum melakukan apapun saat jembatan colaps. Dapat dimaklumi sikap Bukaka, karena mereka datang saat kondisi jembatan sudah ngenes, karena bertahun-tahun tidak dipelihara oleh Dinas PU. Sy jadi teringat diskusi sy dengan seorang praktisi desain jembatan 1 tahun lalu. Sy pikir rekan praktisi ini sudah terhitung sangat ahli desain jembatan, namun menolak mendesain jembatan di luar spesialisasinya, yaitu jembatan beton. Ini pelajaran berharga buat kita para engineer maupun mantan engineer.

    Suka

  25. Dany Avatar

    Semoga Bapak2 dapat mencari solusi untuk kedepan nya supaya hal serupa tidak terjadi lagi.

    Suka

  26. sarwing suryanto Avatar

    Memang ulasan sampean mendekati kebenaran, kalau yang saya amati berita di tv , kepala jembatan mengalami penurunan, tapi tidak dijelaskan berapa cm….penurunannya itu….?, disinilah hipotesis sampean mendekati kebenaran dan lihat sket sampean dan rumus newton F = m * a .
    Perkiraan saya berat konstruksi baja untuk jembatan = 2000 ton
    Berat lantai kendaraan konstruksi beton = 1060 ton
    Beban bergerak kendaraan =……..? ton
    Kalau hipotesis sampeyan akibat kabel stressing, tapi kalau saya perkirakan akibat penurunan kepala jembatan, tapi saya nggak tahu yang mana yang benar, saya wong bodo…mas wir tahu saya kan…?, kalau jembatan model seperti itu dengan berat konstruksi yang besar itu dikejutkan dengan penurunan kepala jembatan……cm, apa juga tidak berbahaya, kalau diluar negeri yang saya lihat di tv , pada tumpuan kepala jembatan yang ada di tengah dipasang alat peredam kejutan, baik arah vertikal maupun arah horizontal, peredamnya berupa tuas hidrolik yang dikontrol dengan komputer , tapi yang ditenggarong saya lihat tidak ada peredam kejutnya .

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Hallo Sarwing,
      Tentang kepala jembatan yang mengalami penggeseran dengan cepat hanya ada tiga:
      * collison, yaitu ditabrak suatu massa yang besar. Ini jelas tidak terbukti.
      * ada nya gempa, ini juga tidak ada
      * akibat hentakan dari kerusakan yang bersifat progressif menyeluruh. Inilah yang terjadi, ini sebagai akibat bukan penyebab.

      Bisa juga akibat penurunan tanah yang menyebabkan kepala jembatan berdeformasi (bergeser), tetapi jika itu yang terjadi prosesnya relatif lama, percepatan dianggap nol (diabaikan), tidak tiba-tiba.

      O ya, jika kepala jembatan yang bergeser secara cepat maka tentunya keruntuhan dimulai dari kolom / pier jembatan, bagaimanapun kabel dan lain-lain sifatnya lentur, lebih mudah menyesuaikan diri, dibanding kolom atau pier yang kaku karena bekerja sebagai kantilever. Ketika bergeser cepat, maka rangka jembatan yang ditopang oleh kabel akan ikut mengayun menambah beban ke pier. Tapi nyatanya pier khan masih berdiri (meskipun miring) akibat hentakan progressif di atas yang terjadi.

      Suka

  27. sinta Avatar

    infonya menarik,,,

    Suka

  28. kasgus Avatar

    thanks atas info na gan, panjang bnget yah,…
    jd nmbah ngerti walau dkit tentang jembatan.

    Suka

  29. sarwing suryanto Avatar

    Wah kalau membaca komentarnya yang dari holistik itu benar dan ditambah hipotesis sampeyan kabel di stressing, sudahlah alamatnya seperti apa yang terjadi seperti sekarang ini, kalau dongkrak hidroliknya digembosi sudah barang tentu akan mengakibatkan beban atau momen kejut yang luar biasa, akibatnya ya pasti sudah dapat ditebak, langsung ambrol…bruk.

    Tapi yang saya heran konsultan perencananya itu, kok tidak memikirkan hal-hal yang diluar konstruksi tapi bisa menyebabkan bahaya konstruksi, seperti kolom pier bisa terpuntir dan bergeser, itukan sudah menandakan perencananya kurang teliti dalam analisa konstruksi termasuk dalam menangani pengaruh gaya dalam terhadap material konstruksi, tapi bukan wiratman to mas wir perencananya…?, wah nek wiratman aku melok isin….!,

    Suka

  30. holistik Avatar
    holistik

    Pak Wir, mau sharing buku nih.
    Judulnya Failed Bridges – Case Studies, Causes and Consequences. Linknya saya dapat dari forum civilea.
    http://www.filesonic.com/file/1136123481/Failed_Bridges.rar
    RAR password: KCivilEA
    Mudah-mudahan bermanfaat

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Hebat ini buku terbitan tahun 2010 masih kinyis-kinyis. Terima kasih. Saya sudah berhasil men-down-load dengan baik. Password-nya sudah benar. Silahkan teman-teman silahkan cepat di down-load, jangan sampai ketinggalan.

      Suka

  31. indobeta Avatar

    wow, luar biasa. artikel yang sangat informatif.
    baru tau juga mengenai jembatan melalui artikel ini

    thank you for sharing

    Suka

  32. hajarabis Avatar

    nice 🙂
    hanya ingin mengikuti postingan anda
    postingan yang menarik .

    salam kenal yya dan sempatkan mampir ke
    website kami di http://www.hajarabis.com

    Suka

  33. […] Guru, tenaga ahli, nara sumber atau selibriti, kadang pada suatu kondisi tertentu sukar dibedakan perannya. Bayangkan saja, dalam beberapa hari ini, sejak terjadinya tragedi jembatan bentang panjang di Tengarong yang rubuh, ternyata kalau mau dihitung ada lebih dari tiga rekan … Continue reading → […]

    Suka

  34. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Seharusnya di Indonesia mengharuskan adanya ‘submittal’ untuk prosedur perbaikan jembatan; atau step by step procedures bagaimana perbaikan atau maintancenya itu akan dilakukan. sekarang jembatan sudah runtuh dan ngak ada yang tau persis apa yang dilakukan saat runtuh. banyak surat kabar mengatakan pengencangan baut. kalau ini benar wah sungguh sayang. baut itu ngak boleh dikencangin lagi. karena baut yang sudah pernah di tensioned ngak boleh di tensioned lagi, karena kemungkinan besar ulirnya sudah jebol ‘stripped’.

    Baut yang baru juga bukan hanya asal di tension. harus ada testing seberapa besar tension yang optimal buat yang akan dipasang. bisa baca tulisan pak Wir yang lalu lalu.

    kelihatannya material saddle dan clamp pengantung gagal semua. karena struktur itu hanya sekuat ‘its weakest link’. perlu test yang ketat terhadap produk produk cast iron dengan standard ASTM.

    agak ngak lazim suspension bridge itu pakai truss sebagai decknya kecuali untuk kombinasi kereta dibawah dan mobil di atas. biasanya suspension itu pakai orthotropic box gider karena bebannya lebih ringan.

    agak ngak lazim juga cable hanger itu dari high strengh steel rod (kelihatannya dari foto yang saya lihat), harusnya dari high strength steel wire strands.

    Suka

    1. r_son Avatar
      r_son

      Dear Pak Sanny

      Saya tertarik dengan tiga alinea terakhir ini …
      …………”kelihatannya material saddle dan clamp pengantung gagal semua. karena struktur itu hanya sekuat ‘its weakest link’. perlu test yang ketat terhadap produk produk cast iron dengan standard ASTM.

      agak ngak lazim suspension bridge itu pakai truss sebagai decknya kecuali untuk kombinasi kereta dibawah dan mobil di atas. biasanya suspension itu pakai orthotropic box gider karena bebannya lebih ringan.

      agak ngak lazim juga cable hanger itu dari high strengh steel rod (kelihatannya dari foto yang saya lihat), harusnya dari high strength steel wire strands”…………….

      Seandainya Bapak tidak keberatan, boleh diberikan penjelasan lebih mendalam lagi tentang materi yg dimaksud di atas ???

      Terima kasih banyak sebelumnya 🙂

      GBU

      Suka

      1. Sanny Khow Avatar
        Sanny Khow

        Hi Mr. R-Son,

        Baut clamp yang gagal adalah bagian dari clamping system yang dibuat dgn cara di ‘cast’. Material yang di cast cenderung brittle. Brittle material sangat rentan terhadap overtensioned. Kalau baut baut itu dikencangkan dengan cara yang salah akan menyebabkan kegagalan geser. Mungkin baut baut itu sudah di ambang kegagalan dan ditambah dengan ‘extra load’ pada saat maintanace maka terjadilah keruntuhan. Seharusnya clamping ini didisain dengan extra redundancy tidak hanya bertumpu pada beberapa baut saja.

        Jembatan kukar kelihatanya mencontoh golden gate yang di bangun tahun 1930. Mungkin designernya salah mencontoh, kalau mencontoh harus yang uptodate. Deck itu semakin ringan semakin baik asalkan bisa stabil terhadap beban angin. Teknologi yang lebih baru semuanya pakai orthothopic box girder. Coba perhatikan jembatan dari Dr. Calatrava, decknya pasti kelihatan sangat ringan.

        High strength steel rod sama seperti baut tapi panjang, sifatnya sangat kaku. sedangkan kalau high strength steel wire strands sangat kuat dan flexible. Jarang ada suspender/hanger cable dari steel rod.

        Suka

  35. sarwing suryanto Avatar

    Kalau bisa sekarang bahasannya ganti, jangan jembatan rubuh saja bagaimana kalau saya usulkan dengan judul “JEMBATAN RANGKA BENTANG PANJANG DENGAN KONSTRUKSI BATANG BOKS” supaya yang lainnya bisa juga ikut memahami, apa kelebihannya dan apa keuntungannya .

    Suka

  36. r_son Avatar
    r_son

    Numpang tempat lagi Pak Wir…..

    Dear Pak Sanny …
    terima kasih banyak utk kesediaannya merespon pertanyaan saya di atas 🙂 .. buat saya yg ilmunya masih cetek ini, penjelasan di atas sangat menambah wawasan saya. Once again, thank you very much 🙂

    Ada kalimat Bapak yg menggelitik saya, karena dalam pandangan saya (di lingkungan tempat saya bersomisili saat ini) hal tersebut sering terjadi … mungkin dalam tingkatan yg lebih parah….. “COPY PASTE”.

    Kalimat yg saya maksud adalah ini …
    “Jembatan kukar kelihatanya mencontoh golden gate yang di bangun tahun 1930. MUNGKIN designernya SALAH mencontoh, kalau mencontoh harus yang up to date” …….

    Mudah2an kejadian ini menjadi pelajaran dan pembelajaran bagi kita semua.

    Suka

  37. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Cable Band Steel Casting (Cast Iron)

    Setelah tragedi jembatan Kukar, timbul keinginan untuk menelusuri lebih dalam tentang steel casting. Supaya ada relevansi dengan jembatan, kasus berikut ini diambil dari proyek jembatan yang penulis pernah terlibat.
    Dari proyek ini, cable band steel casting harus memenuhi syarat syarat yang terdapat di ASTM, A148M, Grade 550-345 dalam MPa (atau Grade 80-50 dalam ksi). ASTM, A148M adalah standard casting buat High Strength Steel Casting for Structural Purposes.

    Mari kita lihat lebih detail ttg ASTM, A148M ini.
    550 Mpa adalah harga minimum ultimate tensile strength
    345 Mpa adalah harga minimum yield strength
    Physical properties: material ini harus memiliki minimum elongation sebesar 22%, minimum reduksi luas 35%.
    Komponen kimia: untuk sulfur maximum 0.06 dan phosphorus maximum 0.05.

    Untuk menguji cast steel digunakan teknik radiographic. Defects dari proses casting biasanya volumetric sehingga bisa dengan mudah di deteksi dengan teknik radiographic. Hasil radiographic bisa memperlihatkan defects yang akan sangat mempengaruhi kekuatan cast steel.

    Defects yang bisa mendiskualifikasi cast steel:

    1) Gas Porosity atau blow holes disebabkan karena udara yang terperangkap dalam metal. Defect ini ditandai dengan lubang lubang kecil.
    2) Sand slag Inclusions adalah nonmetallic oxides yang terlihat dalam radiograph sebagai lubang yg gelap yg berbentuk tidak beraturan
    3) Shrinkage adalah bentuk discontinuity yang terlihat dalam radiograph seperti dark spots.
    Shrinkage dapat digolongkan ke dalam empat tipe:
    • Cavity shrinkage
    • Dendritic shrinkage
    • Filamentary shrinkage
    • Sponge shrinkage
    4) Crack
    5) Hot tear adalah indikasi yang menunjukan adanya fractures dalam metal
    6) Insert adalah nonmetallic materials atau benda asing yang bisa lebih padat atau kurang padat dari metal yang di casting
    7) Mottling
    Bagian testing terhadap cast steel adalah tugas dari engineers dari latar belakang metalurgi (atau ditempat saya kerja di pakai istilah METS – Material and Testing). Memang kalau mengikuti aturan yang sesuai standard yg baik, banyak sekali testing testing yang harus di penuhi dalam proyek proyek sipil. Penulis sendiri masih dalam tahap belajar ttg hal hal yang detail tentang material. Dengan menulis diharapkan bisa lebih memahami properties dan sifat sifat dari material.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Uraian yang menarik pak Sanny, saya belum pernah melihat atau membaca pembahasan seperti ini sebelumnya. Kesan kita selama ini adalah bahwa cast steel yang dimaksud adalah besi cor, Jenis material ini sifatnya brittle, jadi dihindari. Kalaupun perlu bikin detail, seperti misalnya tumpuan , maka dibuatnya dari pelat baja.

      Jadi kalau ternyata Kukar pakai teknik cast steel tersebut, maka tentu yang menguasainya belum banyak. kelihatannya diserahkan bulat-bulat (percaya saja) pada pabrik pembuatnya, tanpa engineer menyadari bahwa penggunaan cast-steel tersebut sejatinya rumit. Mungkin seperti itu ya pak, sebab-musababnya.

      Catatan : pantes kita kalau pakai anchor untuk prestressed masih mengandalkan produk luar. Ternyata metalurginya kita belum menguasainya.

      Suka

    2. Denny Avatar
      Denny

      Salam P.Sanny,

      Menarik menanggapi komentar P.Sanny mengenai material casting steel: “Physical properties: material ini harus memiliki minimum elongation sebesar 22%, minimum reduksi luas 35%.”.
      Dari beberapa referensi yang saya ketahui material clamp jembatan kukar menggunakan Cast Iron FCD60 yang hanya mempunyai min elongation sebesar 2%!. Sehigga bila dilihat dari sepesifikasi tersebut material tersebut sangat getas (britle) dan tidak akan bisa mengimbangi material kabel yang cukup ductile (max elongation 20%).

      Saya jadi ingin tau juga kenapa perencana mempertimbangkan untuk tetap memakai material tersebut untuk Clamp jembatan. Informasi lain juga menyebutkan kalau Jepang sudah melarang penggunaan material tersebut untuk komponen Jembatan yang tentunya mempunyai tendesi Fatik yang cukup besar.

      P.Wir, Terima kasih juga atas ulasannya, sangat bermanfaat sebagai bahan diskusi dan menimba ilmu para engineer struktur yang masih terus belajar (terutama dari kejadian seperti ini).

      Bicara analisa Fatik koq sepertinya peraturan Jembatan kita BMS 1992 masih belum membahas secara detail tentang perencanaan fatik. bahkan pada Bridge Design Manual Vol.1 Bab 6.13 mengatakan sbb:

      “Pendekatan pengaruh kelelahan pada struktur jembatan baja adalah rumit karena kekurangan studi lalu lintas yang menghubungkan volume lalu lintas dengan jumlah siklus tegangan. Peraturan tidak menyediakan hubungan tersebut. Bagaimanapun, struktur jembatan biasa di propinsi Indonesia dengan umur rencana 50 tahun dan volume lalu lintas rendah tidak mungkin runtuh akibat lelah/fatik. Pengaruh kelelahan dalam keadaan tersebut dapat diabaikan.”

      Pertanyaanya apa kita harus menggunakan data lalu lintas dari negara lain yang tentunya beda karakteristiknya untuk mendesain fatik pada jembatan2 di Indonesia? mungkin P.Wir punya referensi yang baik mengenai hal ini.

      Salam sipil,

      Denny

      Suka

  38. Sanny Khow Avatar
    Sanny Khow

    Pak Wir,
    Ini ada video yang menarik ttg proses casting

    Suka

  39. r_son Avatar
    r_son

    Dear Sir …
    Selamat merayakan Natal 25 Desember 2011 ….
    Semoga damai Natal menyertai Bapak dan Keluarga…
    GBU

    Suka

  40. susihariyanti Avatar

    wauuu keren
    boleh dong kapan-kapan mampir ke websiti kami di http://ict.unsri.ac.id
    terima kasih.

    [Reply]

    Suka

  41. jual beli online Avatar

    semoga menjadi jembatan yang kokoh, baru tau pembuatan jembatan ini rumit banget 😀

    artikel yang menarik yang membahas jembatan, thanks buat sharingnya mas wiryanto

    Suka

  42. nantikan buku jembatan kelas dunia ! | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] ulasanku tentang ambruknya jembatan Kukar di atas. Jika belum, dan ingin tahu pendapatku klik aja ini. Serius, ulasanku itu aku tulis sebelum ada ulasan-ulasan yang lain. Maksudnya, asli bukan pendapat […]

    Suka

  43. masalah dan solusi di Bay Bridge | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] guru, tenaga ahli, nara sumber atau selibriti (29 November 2011) […]

    Suka

  44. risiko keruntuhan bangunan | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] terjadi pada jembatan (Ingat tentang runtuhnya jembatan Kertanegara, November 2011 tempo hari. Ini ulasan saya […]

    Suka

  45. bangunan ambruk, bagaimana itu ? | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] guru, tenaga ahli, nara sumber atau selibriti – 29 November 2011 […]

    Suka

  46. […] keruntuhan jembatan gantung Kutai Kartanagara di Kalimantan adalah akibat adanya perbaikan kabel. Ini ulasan teknis saya. Adapun yang sekarang, kerusakan jembatan bisa juga diakibatkan oleh hal lain, yaitu tanah dasar […]

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com