buku Wiryanto telah terbit !

Akhirnya, setelah usaha begitu lama, sejak penerbitan buku saya yang terakhir, tahun 2007,  yang berarti setelah lima tahun berlalu akhirnya terbit juga buku yang ditunggu-tunggu. Lihat penampakannya :  buku-sap

Ada dua versi yang berhasil dibuat yaitu hardcover (buku kiri) yang dicetak sebagai edisi terbatas yang awalnya sebagai hadiah kepada para sponsor yang terlibat, dan juga edisi softcover (buku kanan) ini yang akan direlease ke masyarakat teknik sipil dengan biaya Rp 180 ribu. + ongkos kirim.

Buku ini rencananya didistribusikan melalui on-line saja, melalui situs http://lumina-press.com, belum ada pemikiran untuk diedarkan melalui toko buku. Maklum pembelinya dianggap lebih banyak yang berbasis dari pembaca blog. Jadi jika melalui toko buku dianggap tidak efektif. Itu tentu saja hipotesis yang perlu dibuktikan.

Buku tersebut telah diusahakan yang terbaik yang dapat dibuat. Mohon masukan dan kritikan agar buku-buku berikutnya dapat lebih baik.

O ya diucapkan banyak terima kasih telah menunggu buku tersebut.

salam dari penulis

Lanjutkan membaca “buku Wiryanto telah terbit !”

seminar Konteks 7 di Solo

poster0

Baru dapat email dari teman sejawat, Bapak Dr. Sholihin Asad, dosen senior di UNS Solo, yang meminta untuk menginformasikan rencana akan adanya Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7), pada hari Kamis tanggal 24 – 25 Oktober 2013 di Kampus UNS, Solo. Ini alasannya : “Setahu saya, blog pak Wir sangat populer di pembelajar struktur, mahasiswa dan dosen“. Nggak tahu kenapa, mungkin karena sepotong komentar pak Asad tersebut maka langsung tidak jadi tidur (siang), ngantuknya hilang, dan jadi semangat untuk menulis.

Lanjutkan membaca “seminar Konteks 7 di Solo”

konstruksi lantai galangan kapal

Sudah lama tidak membuat tulisan populer terkait bidang teknik sipil. Kebetulan saja ada pertanyaan saudara Deddy yang cukup menggelitik, siapa tahu dari situ dapat dibuat tulisan yang menarik. Ini pertanyaannya :

deddy commented on jalan beton dan tulangannya

Sekarang ini banyak galangan kapal yang menggunakan perkerasan rigid seperti jalan raya… kalau di jalan raya menentukan tebal perkerasan berdasarkan data lalu lintas dan di plotkan ke tabel / diagram /// kalau untuk galangan kapal bagaimana pak … mohon pencerahannya.

Jika membaca pertanyaan di atas, pihak penanya tentunya bukan orang awam di bidang teknik sipil, minimal paham perencanaan konstruksi jalan raya. Karena paham itulah, maka ketika melihat adanya kesamaan fisik, yaitu digunakannya pelat beton di jalan raya dan juga lantai galangan kapal, maka timbullah pertanyaan di atas.

Meskipun demikian, saya menduga bahwa pengamatan yang dilakukan relatif terbatas, tidak terlalu detail. Hanya dilihat dari pelat betonnya saja. Maklum, konstruksi jalan raya dan konstruksi galangan kapal adalah berbeda, seperti misalnya dari sisi panjang. Dapat dipastikan bahwa ukuran jalan pastilah lebih panjang dari galangan, juga posisinya dimana jalan raya cenderung di atas permukaan tanah, tidak direncanakan tergenangi oleh air. Adapun galangan kapal, agar nantinya kapalnya dapat dengan mudah “lepas” ke sungai atau laut maka posisinya umumnya dibangun di lobang galian, di bawah permukaan tanah. Bahkan mestinya akan lebih baik jika sampai bawah permukaan air.

Jadi disinilah sebenarnya kerumitan dari suatu perencanaan, meskipun yang digunakan adalah sama-sama pelat beton, tetapi karena fungsi dan cara pemakaianya berbeda, maka strategi perencanaannya juga akan berbeda.

Cerita tentang pelat beton pada konstruksi jalan raya, saya telah bercerita banyak, yaitu di artikel “jalan beton dan tulangannya”.  Kalau di jalan intinya adalah, material beton lebih murah daripada material baja, karena jalan biasanya volumenya besar (panjangnya itu lho) maka jika material baja-nya minimal tentu akan murah. Strateginya adalah membuat beton berfungsi sebagai topping atau penutup, itulah maka disebut pavement. Adapun yang memikul beban pada dasarnya adalah tanah itu sendiri. Jadi pelat beton untuk jalan raya jelas berbeda sekali dengan pelat beton untuk gedung bertingkat. Tetapi karena panjangnya, maka untuk menghindari kembang susut dan semacamnya maka pelat beton yang digunakan cenderung tidak menerus dengan cara diberi siar dilatasi. Adanya tulangan baja di sekitar siar dilatasi agar di bagian pinggir tidak rusak bila dilalui kendaraan di atasnya. Itu prinsip dasar dari konstruksi jalan raya.

Untuk konstruksi galangan kapal, tentu tidak seperti itu ceritanya. Karena posisinya dibawah permukaan air (umumnya) maka pada saat perakitan kapal tentunya diusahakan agar permukaannya kering. Itu berarti pelatnya harus menerus, tidak boleh ada siar dilatasi untuk menghindari kebocoran.  Nah adanya harus menerus menyebabkan strategi perencanaan jelas akan berbeda. Konstruksi menerus adalah konstruksi statis tak tentu, sangat dipengaruhi oleh deformasi atau penurunan tanah.

Kondisi di atas menyebabkan sangat riskan menempatkan konstruksi pelat beton untuk galangan kapal, langsung di atas tanah, kecuali memang dapat dibuktikan bahwa kondisi tanahnya sangat baik. Jadi kalau kondisi tanahnya jelek, maka strategi perencanaannya bisa seperti perencanaan pelat gedung bertingkat atau suspended slab.

Itu tadi terhadap pembebanan vertikal gravitasi (arah ke bawah), yaitu dengan asumsi bahwa kondisi permukaan airnya di bawah permukaan pelat. Bagaimana jika kondisi permukaan airnya berada di atas pelat, dan lantai galangan harus kering. Jika bisa, maka berarti ada perbedaan tinggi permukaan air, dan itu menyebabkan ada tekanan hidrostatis ke atas atau gaya apung . Bisa-bisa ini bahkan lebih besar dari beban vertikal gravitasinya lho. Bayangkan saja, beban hidup 1.5 ton/m2 saja sudah dirasa sangat besar, jika kemudian permukaannya saja ada perbedaan 2 m, maka akan ada tekanan ke atas (hidrostatis) sebesar 2 ton/m2. Lebih besar bukan.

Nah, umumnya untuk mengatasi gaya apung, maka berat sendiri struktur ditingkatkan, misalnya dengan menambah ketebalan. Jika tidak, maka pelatnya bisa-bisa terangkat.

Jadi di sini, dalam perencanaan galangan kapal, perlu dipikirkan juga kondisi kering (tanpa kapal), kondisi kering dengan kapal, dan juga kemampuan pondasi untuk tidak mengalami penurunan. Maklum, jika terjadi penurunan, dan pelatnya tidak didesain untuk itu, maka itu artinya membolehkan pelat mengalami retak, akibatnya bocor. Jika bocor tentu susah mengeringkan, bisa tergenang. Dan jika tergenang fungsinya tidak bisa lagi sebagai galangan kapal, paling-paling kolam renang.

Begitu dulu ya.  Salam.

otorisasi mengajar

Diskusi soal ini (otorisasi mengajar) tentunya dapat dianggap penting, maklum dalam era demokrasi yang didukung oleh otoritas hukum kadang-kadang setiap topik yang terkait kepentingan seseorang atau sekelompok, dapat saja diperdebatkan. Bayangkan saja, jika ada suatu hal yang tidak tegas, atau hanya tersirat tetapi telah  disepakati bersama, lalu kemudian ada yang berhasil menyuratkan (meskipun belum semuanya menyepakati) dan dapat membawanya ke ranah hukum untuk dibuatkan undang-undang, maka bisa jadi : tujuannya menjadi menyimpang dari semula (menjadi ada yang tidak sepakat).

Lihat saja, tempo hari ada sekolompok mahasiswa bidang pendidikan melek hukum yang dapat membawa kasus bahwa “hanya sarjana lulusan pendidikan saja yang berhak jadi guru, sedangkan sarjana yang lain tidak boleh“. Untunglah MK dapat memutuskan kasus tersebut secara bijak, yaitu tidak disetujui untuk dibahas lebih lanjut. Coba kalau MK kurang smart sehingga dapat diyakinkan penggugat dan meloloskannya dalam bentuk undang-undang. Bisa-bisa ada kekacauan di bidang kependidikan. Kenapa, jika belum paham silahkan saja baca opini saya tentang hal itu di sini.

Lanjutkan membaca “otorisasi mengajar”

buku SAP hampir terbit !

Bulan April telah tiba. Rencana pihak penerbit untuk me-release buku “Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000” dipastikan sesuai jadwal. Bagaimana tidak, saat ini setelah proses proof check selesai, dilanjutkan penanda-tanganan kontrak antara penerbit dan percetakan. Itu berarti produksi buku sebanyak 2000 eks telah dimulai. Proses pencetakan sesuai kontraknya adalah 12 hari kerja. Moga-moga tidak ada halangan yang ditemui.

Langkah selanjutnya dari bisnis tersebut adalah melakukan promosi. Tahap pertama dari proses promosi atau distribusi buku tersebut adalah membuat website untuk pemesanan on-line, yaitu http://lumina-press.com. Sudahkan anda melihatnya.

Saya mengusulkan website tersebut mempunyai mekanisme kerja seperti yang dipunyai amazon.com , yang telah saya buktikan keunggulannya dalam pembelian buku-buku literatur dari luar negeri. Hanya saja memang  belum bisa ter-connect langsung dengan credit-card. Ini tentu berbeda dengan yang dimiliki Amazon, yang mana dapat melakukan verifikasi secara otomatis dengan credit-card yang kita punyai, minimal jika nomer credit-card-nya kita tuliskan, maka Amazon dapat menampilkan alamat dari pemilik credit-card tersebut secara otomatis. Kondisi seperti itu akan membuat pemesan merasa yakin bahwa kirimannya akan dikirim secara tepat. Faktanya, selama ini hampir semua kiriman dari Amazon dapat datang tepat waktu.

Adapun fasilitas yang ada di lumina-press.com masih bersifat manual, belum pakai credit-card. Jadi langkahnya bikin log-in pemesanan melalui website tersebut, ditambah informasi kota atau alamat pengiriman buku maka website akan menampilkan harga buku plus ongkos kirim yang diperlukan kepada pemesan. Jadi ada variabel ongkos pengiriman yang akan ditambahkan. Maklum, tiap kota bisa berbeda-beda besarannya.  Selanjutnya dengan besaran yang disampaikan tersebut, pemesan wajib melakukan transfer biaya pembelian buku. Bukti transfer perlu dikirimkan atau diinformasikan kembali ke website. Informasi “bukti transfer” akan digunakan sebagai perintah kerja pada penerbit untuk mengirimkan buku sesuai alamat yang didaftarkan oleh pemesan.

Distribusi buku melalui on-line dipilih karena penerbit mempunyai keyakinan bahwa pembaca atau tepatnya peminat buku sebagian besar adalah para pembaca blog ini. Memang sih, nanti akan dipertimbangkan juga untuk mengirimkannya pada toko buku. Tetapi tentunya perlu dilihat dari perkembangan yang ada. Jika ternyata strategi via on-line efektif maka tentunya distribusi ke toko buku akan menjadi sekunder (prioritas terakhir).

O ya, dalam menerbitkan buku tersebut ada dua jenis sampul, yang sebanyak 2000 eksemplar tersebut adalah tipe soft-cover. Ini tipe yang umum dijumpai, harganya sudah fixed yaitu Rp 180.000,- + ongkos kirim (bervariasi tergantung lokasi). Pihak penerbit juga mencoba edisi lux, yaitu hard-cover. Tidak banyak memang yang diproduksi, yaitu hanya sebanyak 100 eksemplar. Maklum meskipun hanya beda pada proses penjilidannya, tetapi harga produksinya dua kali lipat dari biaya soft-cover. Memang sih, maksudnya bukan untuk dijual, tetapi lebih kepada bentuk hadiah. Nah kayaknya ini strategi penerbit dalam mewujudkan keyakinan bisninya : “banyak memberi banyak menerima“. Bagi kolektor yang ingin memiliki versi tersebut (hard-cover) silahkan saja mengkontak penerbit di lumina-press.

Usaha mempromosikan buku, tidak terbatas pada blog ini tetapi langsung kepada orang-orang yang berpotensi. Seperti misalnya tadi pagi, ada tamu yang kebetulan pejabat institusi pendidikan di PT lain. Maksud kedatangannya sih untuk meminta tanda-tangan BKD, kebetulan saya mempunyai sertifikat asesor jadi pada masa-masa seperti sekarang ini banyak yang nyari. 😀

Omong-omong tentang BKD maka pembicaraan tentu tidak lepas dari apa itu Tridharma Perguruan Tinggi, yang mana yang paling seru adalah publikasi dari seorang pengajar. Nah saat seru-serunya berdiskusi tentang publikasi ini maka masuklah cerita akan diterbitkannya buku SAP2000 tersebut. Ini perlu aku ungkapkan karena terkait proses tulis menulis saya bilang, bahwa menulis itu nggak mudah, tidak banyak dosen yang menikmatinya. Maklum, sekarang ini memang banyak dosen yang menulis, tetapi itu umumnya sekedar untuk memenuhi persyaratan BKD. Tidak dinikmati bahkan ada yang melihatnya sebagai paksaan. 😦

Itu tadi aku maksudkan tulisan dalam bentuk prosiding atau jurnal. Kalau dalam bentuk buku, lebih jarang lagi. Maklum, karena kalau menulis dalam bentuk buku maka pertanyaannya adalah siapa yang mau menerbitkannya. Kalau ada yang mau sih nggak ada masalah. Maklum dalam penulisan buku, yang susah tidak hanya bagaimana menulisnya saja, tetapi juga bagaimana menjual buku tersebut. Nggak gampang itu. Apalagi kalau penerbit mematok harga yang di atas rata-rata. Mahasiswa khan umumnya lebih rela untuk membeli pulsa daripada membeli buku. Betul nggak.

Pendapat di atas ternyata diamini oleh ke dua tamuku, yang notabene pejabat-pejabat institusi pendidikan. Ini menurut beliau: “Gimana lagi pak Wir, dari buku-buku yang ada, tidak semua mudah dipahami. Itu bukunya (sambil merujuk nama pakar dengan gelar segudang) meskipun tebal, tetapi sulit dicerna. Lebih enak membaca buku luar. Nggak tahu, kenapa ?“.

Padahal kalau mau jujur, buku-buku teknik sipil di rak-rak toko buku, seperti Gramedia, adalah sangat jarang keberadaannya. Bahkan tamuku tadi bilang, kondisi tersebut  sebenarnya bisa menjadi “laut biru” kesempatan bisnis untuk menyediakan buku-buku teknik. Aneh juga khan, apalagi seperti saat ini, dimana pembangunan sudah mulai hidup lagi. Itu berarti kehidupan dengan profesi teknik sipil dijamin, bahkan mulai dicari-cari. Tentu saja untuk itu perlu belajar ilmu teknik sipil agar bisa eksis di profesi tersebut.

Nah, salah satu cara untuk belajar ilmu teknik sipil khan dengan membaca buku-buku yang terkait teknik sipil.

Sebenarnya itu khan potensi untuk menerbitkan buku-buku teknik sipil. Hanya saja, yang punya pengalaman menulis tentu akan merasakan bahwa mencari penerbit yang mau menerbitkan buku-buku teknik sipil adalah tidak gampang. Termasuk saya juga yang mengalaminya. Buku SAP2000 yang akan terbit inipun, sebelum ketemu dengan penerbit Lumina Press telah coba saya tawarkan kepada penerbit-penerbit lain yang ada. Tawaran yang mereka berikan tidak menarik, cenderung meragukan. Padahal tahu sendiri, permintaan yang datang akan buku tersebut, tidak sedikit. Tapi mereka masih cenderung ragu-ragu.

Kalau diperhatikan, itu disebabkan mereka, para penerbit, umumnya tidak berlatar belakang teknik. Jadi wajar saja jika mereka tidak bisa  melihat potensi tersebut. Ini tentunya berbeda dengan pengelola penerbit Lumina Press ini, beliaunya punya latar belakang pendidikan, baik S1 maupun S2 adalah teknik sipil, juga bisnis sehari-harinya adalah di bidang konstruksi. Karena itulah beliaunya bisa melihat potensi pasar yang ada dan yang lebih penting meyakini bahwa author-nya punya potensi. Jadilah penerbitan ini.

Terkait dengan penerbitan buku SAP2000 ini, penerbit juga mengusulkan untuk membuat seminar atau semacamnya. Saya sebagai penulis tentu saja mendukung. Tetapi agar sukses maka seminar tersebut sebaiknya bekerja sama dengan institusi pendidikan, yang tentunya bisa mempersiapkan tempat dan sekaligus hadirin yang berminat. Nah bagi institusi atau organisasi yang berminat untuk acara seperti itu, bisa menghubungi penerbit untuk membicarakan detailnya. Penulis dan penerbit melihat peluang itu sebagai sarana promosi, sedangkan penyelenggara dapat memanfaatkan sebagai kegiatan ilmiah di luar jam perkuliahan.