Tidak setiap orang memahami, apa makna dari judul artikel ini. Maklum, istilah yang saya pakai tersebut hanya familiar bagi structural engineer yang biasa bekerja dengan program SAP2000, khususnya jika telah memakainya pada tahapan post-processing : desain penampang beton bertulang atau profil baja dari elemen struktur yang dianalisis.
Capacity Ratio (R) adalah rasio antara gaya atau momen ultimate pada penampang yang terjadi (beban terfaktor: Pu atau Mu atau Nu) terhadap kuat nominal penampang (Pn atau Mn atau Nn) yang tentunya telah memasukkan faktor reduksi (phi). Cara tersebut merupakan strategi program (SAP2000 atau yang sejenis) dalam menerjemahkan code design untuk mengetahui apakah suatu penampang pada elemen struktur telah memenuhi persyaratan perencanaan atau tidak.
R = Pu / phi. Pn untuk gaya aksial atau R = Mu / phi . Mn untuk lentur.
Dengan penjelasan ini tentunya anda akan lebih paham mengenai istilah tersebut, yang sebenarnya merupakan indikasi numeral terkait kondisi kekuatan (strength) struktur. Karena berupa angka tentunya akan mudah membandingkannya antara satu komponen dengan komponen lainnya, mana yang kritis atau bahkan masih aman kekuatannya. Suatu struktur dianggap telah memenuhi persyaratan kekuatan jika nilai R < 1 atau paling tidak R =1. Itu dijamin hukumnya karena didukung oleh pernyataan pada code perencanaan. Sedangkan kalau R > 1 pastilah dapat dianggap suatu struktur tidak memenuhi syarat perencanaan lagi. Setahu saya, sampai saat ini tidak ada klasul pada code design seperti AISC atau ACI atau SNI yang mengakomodasi nilai R boleh lebih besar dari angka 1 tersebut.
Sudah sangat jelas pak Wir, mengapa mesti dipertanyakan lagi. Mungkin engineer-nya belum baca peraturan ya pak ?
Ya begitulah, suatu pertanyaan yang kelihatan sederhana, yang sering aku jumpai ketika ketemu dengan para alumni perguruan tinggi bergelar sarjana teknik yang bekerja di konsultan rekayasa. Padahal menurutku, jawabannya sendiri tidak sesingkat pertanyaannya. Aku bisa membayangkan, bahwa pertanyaan tersebut timbul ketika pada suatu kasus terdapat berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus penampang yang telah memenuhi syarat perencanaan (R <1), lalu dijumpai juga ternyata ada 1 atau 2 penampang yang ternyata tidak memenuhi persyaratan tersebut. Ibarat ada 100 yang di-check ternyata diketemukan 1 atau 2 yang gagal, yang berarti hanya sekitar 1 atau 2% saja. Jika karena itu kemudian dilakukan iterasi atau perhitungan lagi, maka tentu bikin repot. Itulah mengapa, untuk mengantisipasi “yang hanya sedikit itu”, mereka mencoba mencari pembenaran (untuk tidak melakukan perhitungan ulang) dengan bertanya itu kepadaku. Nah lho kalau begitu bagaimana untuk menjawabnya.
Paling aman ya tentu saja menjawab seperti yang pertama aku sampaikan tadi, bahwa R harus lebih kecil satu ( R < 1). Karena bagaimanapun, katakanlah ada bangunan yang roboh, lalu dilakukan pemeriksaan oleh para ahli, maka pertama-tama langkah yang paling mudah adalah dengan memeriksa dokumen perencanaan struktur-nya. Jika kemudian dapat dijumpai bahwa pada komponen yang roboh tersebut ternyata mempunyai kondisi R > 1, maka para pemeriksa tersebut dapat dengan mudah menuduh bahwa perencanaan struktur-lah yang bermasalah. Padahal kenyataannya bisa saja karena kontraktor-nya yang ceroboh sehingga mutu material strukturnya tidak sesuai spesifikasi. Maklum, untuk yang terakhir ini yaitu menemukan keteledoran kontraktor dengan mutu materialnya, tentu perlu kerja yang lebih keras lagi, seperti melakukan coring sampel beton (itu jika struktur beton) atau hal lain yang memerlukan effort yang lebih daripada sekedar memeriksa dokumen perencanaan. 😀
Jadi jelaslah bagi seorang perencana struktur dalam menyiapkan dokumen-dokumen perencanaan yang dibuat, jangan sekali-sekali menunjukkan kondisi-kondisi yang rawan secara tertulis, yang bisa saja itu dijadikan alat bukti untuk menunjukkan kesalahan kita (engineer-nya).
Kalau begitu dihapus saja ya pak atau tidak ditampilkan.
Ya nggak dong, itu namanya nggak jujur. Bagi seorang engineer kejujuran adalah suatu hal yang penting saja. Bagaimanapun adanya R > 1 adalah indikasi ada sesuatu yang perlu menjadi perhatian yang seksama bagi engineer. Minimal dapat diketahui mengapa itu bisa terjadi, misal ukuran penampangnya dibatasi, atau ada beban yang sangat besar dan lain sebagainya.
Emangnya kalau R > 1 maka strukturnya nanti akan roboh ya pak Wir ?
Nah kalau pertanyaannya seperti ini maka lain ceritanya.
Pertama-tama tentu perlu ditanya terlebih dahulu, apakah asumsi desain yang digunakan seperti halnya beban rencana, spesifikasi bahan material struktur yang dipilih, kondisi dan bentuk geometri struktur yang dibuat, serta yang lain sebagainya, apakah sudah terwakili oleh model struktur yang dianalisis atau tidak. Ingat, model struktur itu sendiri merupakan hasil interprestasi engineer berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya terhadap suatu struktur real, yang mana itu dibuat agar dapat diformulasi perilaku struktur, dan diselesaikan (solved) dengan metode dan teknologi yang tersedia. Jadi jika jaman dahulu hanya dipakai jangka-hitung atau kalkulator maka tentunya model tidak bisa sedetail (complex) mungkin.
Jadi dengan demikian, apa yang diperkirakan sudah R > 1 pada model yang dianalisis, tetapi pada kenyataannya ada faktor-faktor yang belum diperhitungkan yang ternyata menyumbang atau menambah kekuatan struktur. Itu berarti meskipun R > 1 tetapi strukturnya tetap ok-ok saja. He, he, kalau ini mah namanya faktor keberuntungan.
Kedua, pada semua perencanaan ultimate (baik yang menurut ACI maupun AISC, juga ASCE) kondisi ultimate suatu struktur diperoleh berdasarkan beban rencana dikalikan dengan beban terfaktor (sesuai kasus beban yang ditinjau). Nilai beban terfaktor tersebut diperoleh secara statistik atau probabilistik. Jadi jawaban terhadap suatu nilai R <1 dibanding R > 1 hanyalah terkait dengan faktor risiko. Jika R <1 maka risiko keruntuhan akan lebih rendah dibanding jika penampang tersebut mempunyai kondisi R > 1. Dengan demikian pernyataan pastilah akan runtuh, tentu tidak akan berlaku mutlak.
Ketiga. Untuk membicarakan runtuh atau tidaknya suatu struktur, maka selain segi kekuatan (strength) dan juga kekakuan (stiffness) maka segi daktilitas atau ductility perlu juga dimasukkan dalam pertimbangan.
Nah sebelum masuk pada tahap berikutnya, saya perlu bertanya dahulu apakah anda tahu caranya mengakses atau mengetahui daktilitas struktur.
Tahu pak, untuk penampang beton maka tulangannya harus pada kondisi under-reinforced. Jadi nggak boleh banyak-banyak, harus dibatasi sedemikian sehingga keruntuhan akan terjadi pada tulangan terlebih dahulu, yaitu mengalami leleh.
Betul. Tapi itu berlaku pada perilaku penampang, yang bersifat lokal atau setempat. Bagaimana pada daktilitas pada tingkat struktur secara global. Apakah bisa memakai cara analisis struktur elastis-linier biasa seperti metode cross, atau metode slope deflection, atau bahkan metode matrik yang berbasis komputer.
He, he, jelas tidak. Selama analisa strukturnya yang digunakan adalah elastis linier biasa, maka perilaku daktail atau tidaknya suatu struktur tidak dapat diakses.
Lho koq begitu pak. Khan masalah daktilitas itu penting sekali untuk mengantisipasi bahaya gempa. Selama ini untuk perencanaan hanya digunakan hasil dari analisis struktur elastis-linier saja. Ada juga sih yang bersifat non-linier, tetapi umumnya terbatas dalam memperhitungkan pengaruh efek P-Delta pada struktur.
Wah kalau hanya itu saja, maka jelas akses tentang daktlitas struktur tidak bisa diusahakan.
Lho kalau begitu bagaimana dong mempertanggung-jawabkan hasil analisis dan desain untuk perencanaan bangunan tahan gempa yang selama ini diusahakan.
Wah kalau itu sih jangan kuatir. Perilaku daktail dari suatu struktur dapat diusahakan, yaitu dengan memakai detail-detail yang memang direkomendasikan peraturan (code-design).
Jadi kalau diperhatikan, selama ini penggunaan desain dengan program SAP2000 atau ETABS sekalipun sebenarnya hanya memberikan petunjuk akan jumlah luas tulangan perlu (itupun jika R < 1). Adapun bagaimana detail pemasangannya, maka program akan menyerahkan sepenuhnya pada code-design. Itu juga berarti bahwa ahli dalam pemakaian program (SAP2000 atau semacamnya) tetapi tidak tahu (tidak ahli) akan persyaratan-persyaratan detail pemasangan sesuai code-design maka tidak ada jaminan akan dihasilkan bangunan tahan gempa, yang memang mensyaratkan daktilitas yang tertentu.
Emangnya setelah mengikuti persyaratan pendetailan pasti strukturnya daktail.
Wah kalau pasti itu sih tergantung jenis strukturnya. Pendetailan lebih diutamakan untuk mengusahakan daktilitas pada bagian yang didetailkan tersebut, jadi sifatnya lokal atau setempat. Memang sih, jika setiap bagian (yang lokal tadi) telah bersifat daktail maka harapannya strukturnya secara keseluruhan juga akan bersifat daktail. Hanya memang, pernyataan itu hanya benar jika strukturnya bersifat statis-tak-tentu atau mempunyai derajat ketidak-tentuan statis yang tinggi. Kalau hanya statis tertentu biasa, maka jelas tidak bisa diusahakan.
Koq bisa begitu pak. Ilmunya apa itu pak ?
Yang jelas tidak bisa mengandalkan metode cross atau metode slope-deflection dan semacamnya. Untuk memahami apa yang aku ungkapkan di atas maka diperlukan mempelajari “analisa plastis” secara manual, atau bisa juga mempelajari push-over analysis.
Gitu ya pak. Lalu apa hubungannya dengan judul threat ini, yaitu jika R > 1.
Belum paham ya. Memang sih, seperti yang aku ungkapkan tadi. Pertanyaan tentang bagaimana R > 1 memang tidak dapat secara gampang untuk dijawab. Maklum untuk suatu kondisi tertentu, struktur dengan R > 1 bisa saja aman-aman saja, tetapi bisa juga untuk struktur yang lain ketika R > 1 langsung kelihat deformasi yang besar (fail).
Intinya, untuk struktur yang daktail dan mempunyai derajat ketidak-tentuan statis yang besar (struktur statis tak tentu) maka keberadaan R > 1 (dengan catatan perilaku keruntuhannya adalah material, yaitu yielding) tidak akan menimbulkan masalah, karena dapat mengalami redistribusi tegangan atau gaya sedemikian sehingga kelemahan suatu elemen akhirnya terkompensasi oleh elemen lain.
Masih bingung pak.
Nah, itulah gunanya mempelajari structural engineering, khususnya topik tentang ductility, plastic analysis, momen plastic dan sebagainya. Threat ini sekedar pengantar menuju ke situ. Jika masih saja bingung maka jangan ambil risiko untuk perencanaan, selalu pastikan R < 1. Karena kalau nggak bisa kasih argumentasi, dan nanti jika ternyata ada kegagalan, maka andalah kambing hitamnya. 😀
Tinggalkan komentar