Sedikit intermezo ya, maklum isi berita on-line kelihatannya koq hanya diskusi soal No.1 dan No.2 saja ya. Apa nggak bosen. Padahal di Samarinda baru saja terdengar kabar buruk adanya bangunan yang sedang dibangun, rubuh. Ini datanya :
Adapun pendapat terkini dari pihak berwenang di sana, adalah sebagai berikut :
SAMARINDA – Kepala Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Kota Samarinda Dadang Airlangga menyebutkan, berdasarkan penglihatan langsung di lapangan, dugaan sementara ambruknya ruko tiga lantai di Samarinda itu dikarenakan konstruksi bangunan yang tidak sesuai dengan desain awal.
Pondasi dan peralatan penahan lantai tidak kuat menahan beban cor yang masih basah atau belum mengering, sehingga pada saat bersamaan langsung ambruk.
“Ada perbedaan yang mendasar secara kasat mata dengan desain yang seharusnya. Kami sudah melakukan pengamatan struktur konstruksi ruko tiga lantai dengan panjang 100 meter dan lebar 50 meter itu,” kata Dadang kepada wartawan, Selasa (3/6/2014).
Dia menyebutkan, ada deviasi perencanaan dan pelaksanaan. Deviasi itu adalah perbedaan dilakukan kontraktor dengan memperkecil besi tulangan, mengurangi campuran semen. Pemkot Samarinda telah mengamankan desain bangunan yang didapat mereka dari pimpinan proyek ruko itu. Desain struktur bangunan nantinya akan diserahkan kepada kepolisian untuk keperluan penyelidikan.
Sumber : sindonews.com
Bagi orang awam maka bisa saja langsung percaya akan pendapat di atas, maklum yang menyatakan itu adalah pejabat formal. Tapi bagi seseorang yang menggeluti bidang teknik sipil, apalagi yang kekhususan struktur, apakah dapat langsung mengamini. ** mikir mode on **
Saya kelihatannya termasuk yang tidak langsung dapat mengamini, bahkan ragu dengan pernyataan di atas. Untuk itu ada baiknya saya akan mengulas data-data di atas, termasuk pernyataan tersebut. Ini bisa lebih seru dari diskusi soal no.1 dan no.2 lho. 😀
Dari foto-foto yang ada, terlihat bahwa terdapat reruntuhan perancah di sela-sela reruntuhan bangunannya. Selain itu juga ada informasi dari pihak berwajib bahwa keruntuhan terjadi ketika dilakukan pengecoran, dimana beton masih basah. Itu menunjukkan bahwa pada dasarnya struktur bangunan tersebut belum berfungsi.
Jika belum berfungsi, maka jelas pernyataan berikut menjadi tidak bermakna.
Ada perbedaan yang mendasar secara kasat mata dengan desain yang seharusnya . . . . . . ada deviasi perencanaan dan pelaksanaan. Deviasi itu adalah perbedaan dilakukan kontraktor dengan memperkecil besi tulangan, mengurangi campuran semen“.
Maklum kedua hal itu baru bisa dibenarkan jika strukturnya dalam kondisi sudah berfungsi. Oleh karena itu pernyataan yang masih valid untuk dibahas adalah yang ini, yaitu
Pondasi dan peralatan penahan lantai tidak kuat menahan beban cor yang masih basah
Nah pernyataan ini masih dimungkinkan, meskipun belum diketahui apa yang menyebabkannya : pondasi atau peralatan penahan lantai (perancah).
Untuk itu ada baiknya kita ulas saja ya. Tentang data, terus terang saya tidak punya, kecuali foto-foto di atas yang saya dapat dari internet. Kalau melihat perancah yang digunakan, yang kesannya tidak rapi, maka diduga mereka hanya memakai perancah kayu.
Jika itu dari kayu, maka jelas itulah sumber permasalahannya. Lihat jenis kayunya juga kelihatan sembarang kayu, yang murahan. Seperti diketahui, pemasangan perancah dari kayu cenderung dipasang sekedar sebagai penopang atau kolom vertikal, tidak ada di desain untuk mampu menahan gaya arah lateral. Jika demikian adanya, berarti sistem penopang tersebut tidak mempunyai kekuatan dalam menahan gaya lateral.
Struktur penopang yang bekerja sebagai kolom sederhana, sebenarnya sudah diketahui rahasia perilaku keruntuhannya oleh para ahli. Kolom langsing maka dapat dipastikan keruntuhannya adalah tekuk yang sifatnya tiba-tiba. Apa yang dimaksud dengan tiba-tiba, maka ada baiknya melihat kurva hubungan gaya-deformasi sbb:
Perhatikan kurva no.1 kondisi beban (tekan) sebelum mendekati Pcr atau P kritis atau P tekuk akan terlihat kuat, namun ketika mencapai P kritis mendadak terjadi deformasi yang besar (tak terhingga). Itu disebut kondisi bifurcation (tiba-tiba). Jadi keruntuhan yang terjadi adalah mendadak.
Mengapa itu bisa terjadi, ya karena dari kayu itu. Dari foto saja sudah terlihat bentuk kayu tidak mulus, maklum kayu murahan jadinya ya seperti itu. Padahal kondisi bentuk yang seperti itu adalah pemicu atau tepatnya menentukan kekuatan kolom. Istilah dalam ilmu kolom adalah kondisi imperfection. Bahan material kayunya sendiri tidak homogen, itu juga menjadi penyebab menurunkan kapasitas tekan, yaitu dari cacat material (kira-kira mirip dengan kondisi inelastis pada kolom baja). Karena kayu adalah produk alam, maka bisa terjadi, masing-masing mempunyai kekuatan tekan yang tidak sama.
Nah ketika ada salah satu kayu yang tidak kuat, maka terjadi keruntuhan yang berupa tekuk, yang sifatnya tiba-tiba. Karena tiba-tiba maka seakan-akan menimbulkan hentakan atau tepatnya gaya lateral. Padahal sudah seperti yang diungkapkan didepan bahwa perancah kayu hanya direncanakan terhadap gaya vertikal, dan tidak didesain terhadap lateral. Maka ketika itu terjadi, fenomena keruntuhan jadi seperti kartu domino.
Jadi sekali lagi, jika perancahnya kayu, itulah sumbernya. Bagi teman-teman teknik sipil, waspadalah jika memakai perancah, hati-hati.
O ya, besok tanggal 4 juli 2013, saya akan membawakan makalah dan juga cerita tentang kolom secara lebih detail di UK Petra Surabaya. Jika ada yang tertarik datang ya. Ini link informasi yang terkait :
- wah 2 ya pak, istimewa banget ! – 2 Juni 2014
- Direct Analysis Method – AISC (2010) – 26 Mei 2014
- Panjang Efektif Kolom – 25 Mei 2014
- bocoran makalah di Petra – 4 Juli 2014 – 20 Mei 2014
- Surabaya, aku akan datang ! – 19 Mei 2014
<< updated 6 Juni 2014>>
Jika anda tertarik tentang tema di atas, yaitu memprediksi perilaku keruntuhan bangunan, maka ada baiknya membaca artikel saya yang lain, seperti :
- risiko keruntuhan bangunan – 24 November 2013
- guru, tenaga ahli, nara sumber atau selibriti – 29 November 2011
Tinggalkan komentar