Bagi masyarakat Jawa yang bukan berlatar belakang pedagang, maka yang namanya investasi adalah berupa tanah / rumah dan emas, sebagian lain menganggapnya juga sebagai bentuk investasi adalah pendidikan. Tentang yang terakhir ini, khususnya tentang pendidikan anak, ada juga yang menganggapnya lain, bukan investasi, tetapi adalah kewajiban orang tua.

Yah berbeda cara pandang. Beruntunglah, bagi keluarga besarku, yang namanya pendidikan dianggapnya adalah sebagai investasi. Itulah yang terjadi pada diriku.

Karena yang namanya investasi, maka proses pendidikan yang diambil harus dipikirkan matang. Tidak sekedar telah memperoleh pendidikan saja, tetapi harus dipilih yang sesuai dengan kecocokan bakat dan minat masing-masing agar setelah proses pendidikan selesai akhirnya dapat berkembang dan berbuah. Jadi proses pendidikan di sini tidak sekedar mendapatkan ijazah saja, titik.

Bagi anak-anak muda yang telah mempunyai cita-cita jelas, mau jadi apa kelak, maka bersyukurlah. Raihlah cita-cita tersebut sampai dapat, agar kamunya dapat tersenyum bangga dan dunia akan menjadi suka cita. Anakku yang pertama, sejak SMP sudah tahu apa cita-citanya, yaitu meniru kakeknya. Untuk itu maka dipilihlah SMA yang memungkinkan, meskipun jarak sekolah SMA-nya 10 x dari jarak sekolah ketika SMP dulu. Untunglah semua itu membuahkan hasil. Saat ini dia sedang menempuh bidang studi yang diminatinya, di kota Semarang. Satu atau dua tahun lagi harapannya telah selesai.

Jadi bagi anak-anak muda, mulai bermimpilah sejak awal dan yakini betul “mau jadi apa kamu nantinya”. Jangan sepelekan itu, memang awalnya hanya sekedar idea (abstrak) tetapi lama-lama dan jika dapat diyakini betul, maka hal itu akan menggumpal membentuk materi seperti yang kamu bayangkan. Tentang hal itu, aku tidak sangsi. Ingatlah nats berikut, yang sangat diyakini selama berabad-abad oleh sebagian manusia di bumi ini.

I tell you the truth, you can say to this mountain, ‘May you be lifted up and thrown into the sea,’ and it will happen. But you must really believe it will happen and have no doubt in your heart.
[Mark 11:23]

Paragraf di atas adalah sangat penting, karena awalnya semuanya itu hanya bermula dari keyakinan pada pikiran, keinginan dan mimpi. Itu semua akan mewujud pada suatu harapan yang diyakini dan akhirnya nantipun akan didapat.

Memang sih, untuk mendapatkan keinginan akan sesuatu dan dapat diyakini betul pada diri sendiri, itu memang tidak gampang. Bagi orang lain bisa saja itu ideal, tetapi bagi diri sendiri bisa saja tidak menarik. Nah jika ada pertentangan seperti itu, maka jelas akan sulit juga mewujud. Jadi pendapat orang lain itu hanya sekedar wawasan yang perlu kita pikirkan. Kita tidak boleh menipu diri sendiri, kalau memang tidak menyukai atau menikmatinya.

Ini sangat penting, terkait jika proses pendidikan akan dijadikan sebagai bagian dari investasi, dan bukan sekedar tanggung jawab orang tua, bahwa sudah memberikan pendidikan layak. Maklum, meskipun proses pendidikan sudah diberikan, tetapi ternyata si anak sendiri tidak cocok, hanya sekedar dapat ijazah, maka tentu kedepannya tidak bisa berbuah. Kalaupun berbuah tidak sebanyak jika orangnya tersebut menikmatinya. Jadi memilih pendidikan apa yang akan ditempuh dan dapat menikmati bidang tersebut, adalah hal yang sangat penting.

Tentang bagaimana memilih itu, maka ada baiknya mempelajari pengalamanku, begini ceritanya.

Waktu muda memang aku sudah bercita-cita di bidang teknik. Sebagai seorang introvet, bidang tersebut rasanya cocok denganku. Itu juga didukung oleh pengalaman sewaktu SD maupun SMP, dimana aku sudah berani membongkar-bongkar sendiri motor Yamaha kepunyaan bapakku, yang latar belakangnya juga teknisi. Awal mula membongkar memang hanya meniru saja, tetapi selanjutnya sudah bisa berjalan sendiri. Lalu ketika SMA aku punya hobby elektronik, membuat pemancar radio. Break-breakan istilahnya jaman dulu. Bahkan sewaktu di SMA dulu, aku termasuk yang menguasai pelajaran menggambar prespektif dan proyeksi (gambar teknik). Dari 40 siswa kelas, hanya dua atau tiga anak yang gambar-gambarnya jadi panutan anak lain, dan aku salah satu panutan tersebut. Gambar prespektif buatanku waktu itu bahkan sampai dipamerkan di lustrum sekolah. Waktu sma dulu, bayanganku adalah masuk jurusan teknik elektro (karena hobby radio amatir), tetapi karena merasa pelajaran matematik lebih susah daripada pelajaran fisika, dan aku kuat di gambar proyeksi maka akhirnya aku memilih jurusan teknik sipil. Jurusan yang pada masa itu termasuk favorit, selain fakultas kedokteran. Akhirnya dengan latar belakang itulah kumasuki dunia teknik sipil, dan seperti aku sekarang ini setelah lebih 32 tahun.   Itu alasanku memilih jurusan teknik sipil, semua proses pendidikan yang ada telah selesai aku tempuh. Meskipun hanya pendidikan di dalam negeri, tetapi semuanya adalah papan atas, yaitu di UGM (Yogyakarta), UI (Jakarta) dan Unpar (Bandung). Ketiga perguruan tinggi tersebut program studi teknik sipilnya mendapatkan peringkat A versi BAN-PT.

Jadi agar proses pendidikan yang diberikan kepada anak kita dapat juga menjadi investasi di masa depan, dan tidak hanya sekedar sebagai tanggung jawab orang tua dalam menyekolahkan anak, maka pemilihan bidang studi yang tepat (sesuai dengan bakat dan minat anak) dan juga perguruan tinggi yang terbaik, adalah sangat penting.

Tentang jurusan teknik sipil, yang nantinya lulusannya akan menjadi insinyur teknik sipil, sangat diperlukan untuk negari yang sedang membangun seperti Indonesia ini. Adanya gedung tinggi, jembatan bentang panjang, dermaga laut besar, dinding penahan lereng terhadap longsor, bendungan untuk pembangkit listrik dan pengairan, jalan tol yang mulus, bandara pesawat terbang. Itu semua adalah produk atau hasil kerja para insinyur teknik sipil.

Jadi tidak heran, di Indonesia ini menurut database BAN-PT program studi teknik sipil di seluruh Indonesia ada sejumlah 298 buah. Itu di level S1 saja. Dari keseluruhan itu, tentu perlu dipilih yang terbaik. Tentang yang terbaik memang relatif sifatnya, semua alumni perguruan tinggi apalagi yang sukses tentu akan mengatakan bahwa sekolahnya adalah yang terbaik. Untuk itulah maka keberadaan BAN-PT menjadi penting. Lembaga itu bertugas untuk mengevaluasi setiap program studi yang ada, sesuai bidangnya tentu saja. Selanjutnya dari hasil evaluasi tersebut kemudian memberikan penilaian terakreditasi atau tidak. Disebut terakreditasi, yaitu jika dianggap mutu minimum (yang ditetapkan DIKTI) tercapai. Jadi kalau sekolah, maka masuklah pada program studi yang terakreditasi. Jika tidak, maka ijazahnya tidak diakui.

Dari 298 program studi yang terakreditasi tersebut,  BAN-PT memberikan peringkat, yang terbaik adalah A, lalu dibawahnya B dan yang paling bawah atau minimum yang diakui adalah C.

Ternyata program studi yang mendapat peringkat A hanya ada 21 dari total 298 yang terakreditasi (versi tanggal 20 Agustus 2015). Itu berarti hanya sekitar 7.05 % dari yang tersedia. Jadi agar investasi di bidang pendidikan dapat efektif, maka langkah pertama pilihlah program studi dengan peringkat tersebut terlebih dahulu.

Inilah program studi Teknik Sipil di Indonesia yang mendapat penilaian BAN-PT dengan peringkat A.

Akreditasi-A-Program-Studi-Teknik-Sipil

Note : Saya bersyukur, ternyata institusi tempatku mengajar ada di dalam daftar di atas. Ini tentu akan membuatku semakin pede untuk menerbitkan buku-buku ajar yang aku berikan di kelas.

Pesan sponsor : << up-dated tanggal 24 Agustust 2015 >>

Ini buku-buku karanganku terkait mata kuliah yang aku ajarkan di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, yang baru-baru ini mendapatkan hasil akreditasi ber-peringkat A. Nggak tahu, apakah buku-buku yang aku tulis ini ada hubungannya dengan peringkat itu atau tidak, tetapi yang jelas itu dapat menjadi petunjuk bagaimana mandiri dan percaya dirinya dosen yang bersangkutan dalam mengajar ilmu teknik sipil kepada mahasiswanya.

11391342_10153045175042239_4603133076226082380_n

Link-link yang terkait :

13 tanggapan untuk “Jurusan Teknik Sipil di Indonesia dengan Peringkat A (versi BAN-PT)”

  1. dediwiyanto Avatar
    dediwiyanto

    Reblogged this on dediwiyanto and commented:
    Reblog

    Suka

  2. Bastian Sentosa Avatar
    Bastian Sentosa

    Wah kampus saya udah mau kadaluwarsa oktober ini Akreditasinya…

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Saya yakin para birokrat kampusnya pasti telah mengusahakan proses akreditasi tersebut. Maklum, jika sampai tidak diurus, bisa-bisa program studinya disuruh tutup oleh DIKTI.

      BAN-PT saat ini masih menjadi satu-satunya lembaga akreditasi pendidikan tinggi yang harus diikuti, dan menjadi syarat diakui atau tidaknya program studi yang dibuka.

      Suka

  3. ridwanris Avatar

    Selamat pak atas prestasinya, emmm betul pak apa yang bapak tulis di atas. Saya menyesal pak, waktu SMA saya nakal dan tidak nurut petuah orang tua yg akhirnya saya tidak dipercaya untuk melanjutkan kuliah, mungkin mereka khawatir atas pergaulan saya dan kenakalan saya, yang akhirnya saya menyesal sekarang, sekarang saya bekerja hanya karyawan biasa yang gak ngefek apa-apa untuk perusahaan. Semoga anakku kelak jangan niru bapaknya yaitu saya, saya akan berusaha menyekolahkan anak saya setinggi mungkin.

    Suka

  4. dedhi aryanto Avatar
    dedhi aryanto

    Leres semua apa yang dingendikaaken Bapak. Sukses ya Pak…Tuhan memberkati Bapak dan keluarga.

    Suka

  5. Jurusan Teknik Sipil di Indonesia dengan Peringkat A (versi BAN-PT) | alattambangkrs Avatar

    […] Jurusan Teknik Sipil di Indonesia dengan Peringkat A (versi BAN-PT). […]

    Suka

  6. label atau status dan harapan yang menyertainya. | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] ratusan artikel di atas, ternyata artikelku kemarin yang membahas tentang akreditasi Jurusan Teknik Sipil, mendapatkan tanggapan luar biasa. Jika biasanya hanya sekitar 500 – 1000 pengunjung, maka […]

    Suka

  7. Andri Avatar
    Andri

    selamat siang pak wiryanto, pak saya mau tanya apabila ada sambungan balok induk (dari iwf) dengan kolom dari hollow box berongga dan sambungan berupa rigid connection dengan menggunakan sistem baut, pemasangan murnya bagaimana ya pak sebaiknya?apakah perlu dibuatkan lubang khusus pada box untuk tangan/alat dalam memasang mur?apabila ada lubang, apakah ada standar khusus untuk ukuran lubang tersebut atau cukup dicek kapasitasnya setelah ada lubang?atau mungkin pak wiryanto ada saran lain terkait sambungan yang tepat dan mudah pemasangan di lapangan ?terima kasih pak wiryanto untuk sarannya……

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Cara termudah mencari penyelesaian anda, adalah dengan meniru sistem yang sudah ada dan yang sudah sukses dilaksanakan. Sistem yang anda maksud, cukup banyak diterapkan di Jepang. Jadi kalau begitu, silahkan studi literatur-literatur dari sana terlebih dahulu.

      Suka

  8. Pak Iksan Avatar

    sugeng enjang Pak Wiryanto, saya alumni FT. Sipil Univ. Mercu Buana, JKT lulus 2013, bersyukur tempat kuliah sy dulu skrg naik lagi akreditasinya jadi A. jadi teringat dosen-dosen teknik sipil waktu kuliah dulu..hehehehe

    Suka

  9. ghulam Avatar
    ghulam

    pak klau dari ips masuk teknik sipil bisa gga ya pak
    .
    . makasih

    Suka

    1. wir Avatar

      apa motivasinya mengambil bidang teknik sipil ?

      IPS khan cocoknya jadi ekonom, yang bisa mengendalikan aliran dana, jadi investor. Jika demikian, bisa-bisa anak buahnya nanti orang berkeahlian teknik sipil lho. Jujur saja, anak IPS karena dasar-dasarnya relatif tidak banyak mengupas bidang eksak (matematika, IPA dll) maka kalau ambil jurusan teknik sipil banyak gagalnya. Meskipun ada juga yang sukses, tetapi hanya satu dan dua karena kegigihannya untuk belajar ekstra mengejar ketinggalan yang ada.

      Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com