salam jumpa di Medan (26 – 27 Nov 2015)

Banyak memberi, banyak menerima. Itulah nats yang sering aku gunakan untuk memberi nasehat kepada anak-anakku. Ekstrimnya lagi, bahkan aku pernah mengatakan bahwa jangan harap menerima jika tidak mau memberi.

Konsep agar mau memberi seperti di atas pada dasarnya bukan sesuatu yang baru. Itu sih nasehat lama yang sering dikatakan orang tua-tua kita. Sering kali itu dihubungkan dengan perilaku beragama, yaitu bersedekah bagi teman-teman Muslim, atau persepuluhan bagi teman-teman Kristen. Itu dihubungkan dengan sikap untuk berbuat baik yang nantinya akan mendapatkan balasan (pahala) dari Tuhan.

Lanjutkan membaca “salam jumpa di Medan (26 – 27 Nov 2015)”

baut mutu tinggi 8.8 dan A325

Bekerja pada institusi dengan jumlah dosen yang relatif terbatas (kecil), ada untung dan ruginya lho. Kecil disini dengan asumsi bahwa setiap kepakaran cukup dipegang oleh satu dosen. Itu juga berarti bahwa jika dosennya mempunyai kepakaran lebih, maka akan dirangkap. Maklum sebagai institusi swasta maka faktor efisiensi kerja selalu menjadi tolok ukur dari setiap keputusan yang dibuat.

Oleh sebab itu untuk mata kuliah Computer Programming (2 sks), Steel Structure (3 x 2 sks), Timber Structure (2 sks), Computer Aided Structural Engineering (2 sks), yang mana dianggapnya aku menguasai dibanding dosen-dosen lain yang ada, maka diberikan aku tanggung jawab untuk mengelolanya. Satu sisi ini tentu suatu yang membanggakan karena dianggap menjadi pakar di bidang tersebut, tentu saja itu hanya berlaku di institusi tempatku bekerja.Tahu sendiri, disebut pakar khan kesannya terhormat. Tetapi karena menjadi satu-satunya yang dianggap pakar di tempat kerja, maka ketika harus menyiapkan materinya harus sendirian juga. Itu khan berarti perlu kerja keras. Itu mungkin sisi negatifnya.

Kalau hanya sekedar “bergaya” di kelas saja di kampus sendiri, maka para murid tentu akan dengan senang hati menyebut kepakaran yang dimaksud. Betul nggak, karena kalau nggak mau mengakui, . . . he, he, . . . nilainya bisa-bisa nggak lulus.:D

Masalahnya adalah jika pengakuan kepakaran tersebut disampaikan ke orang lain di luar kampus.  Nah belum tentu orang lain itu mau mengakui. Padahal salah satu unsur reputasi adalah adanya pengakuan dari orang lain, betul khan. Itulah makanya, meskipun di negeri ini hanya ratusan program studi teknik sipil, sehingga tentunya ada banyak pakar terkait bidang studi yang diajarkan, faktanya mereka hanya berani menyebut diri sebagai dosen untuk mata kuliah anu, dan bukan pakar di bidang anu. Kalau dosen khan memang tidak bisa dibantah, maklum ada institusi yang mau menggajinya. Itu juga berarti ada ratusan dosen tentang struktur baja, tetapi yang dapat disebut pakar struktur baja tentunya jumlahnya lebih terbatas.

Lanjutkan membaca “baut mutu tinggi 8.8 dan A325”

rencana hari ini

Manusia boleh membuat rencana, tapi Allah yang memberi keputusan [Amsal 16.1]

Memang dari dulu orang sudah paham, bahwa pikiran boleh apa saja, masalahnya apakah itu terwujud atau tidak adalah tidak sepenuhnya tanggung-jawab kita. Ayat di atas jika dimaknai, maka kita tentu tidak perlu merasa bersalah jika apa yang sudah direncanakan, toh akhirnya belum tentu terwujud. Jika terwujud, itu adalah kehendak ilahi, Tuhan Yang Maha Esa. Demikian juga kalau tidak, maka itu belum kehendak-Nya, belum waktunya saja.

Berpegang pada pendapat di atas, tentu sah-sah sajalah jika di awal kita sudah dapat menetapkan target-target apa yang kita kehendaki. Bagi seorang dosen seperti saya ini, maka yang disebut target tentu tidaklah semuluk para politikus yang dengan dukungan anggaran bisa mengubah wajah negeri. Itu perlu karena tanggung-jawab politikus adalah kepada pemilihnya, yaitu rakyat negeri tersebut. Jadi mengubah wajah dalam hal ini tentunya agar kesejahteraan rakyat bertambah baik, dan bukan sekedar menumpuk pundi-pundi kekayaan bagi diri si politikus atau golongannya itu sendiri.

Kalau dosen itu targetnya mengajar saja ya pak Wir ?

Kalau mengajar di kampus, itu sih namanya bukan target. Itu adalah beban tanggung-jawab yang harus dipenuhi. Pemakaian ayat di atas tentu tidak tepat, karena kalau beban tanggung-jawab itu tidak dilaksanakan maka bisa-bisa haknya untuk menerima gaji bulanan akan dicabut. 😦

Jadi mengajar, membimbing mahasiswa dan semacamnya adalah konsekuensi logis menjadi profesional dosen. Itu harus dilaksanakan dengan baik. Untuk memenuhi hal tersebut maka datang tepat waktu, disiplin adalah kewajiban. Tidak perlu dipikirkan saja, tetapi memang harus dilaksanakan dengan baik.

Jadi kalau begitu apa yang perlu dipikirkan dan direncanakan bagi seorang dosen itu ya pak ?

Wah bisa banyak itu. Termasuk juga memikirkan apa rencananya terhadap pengembangan potensi diri dalam mengajar. Jangan berpuas diri dengan apa yang telah dikerjakan. Karena masalahnya, bisa saja kita (dosen) merasa pede sekali dengan materi yang kita ajarkan, tetapi orang lain (pihak universitas atau pengambil kebijakan) melihat bahwa materi tersebut ternyata sudah tidak diperlukan lagi. Akibatnya materi yang diajarkan itu bisa saja dihilangkan dari kurikulum. Nah itu berarti potensi kita (dosen) untuk mengajar bisa hilang. Jika ternyata kemudian, dosen yang bersangkutan tidak bisa memenuhi target mengajar, dengan alasan bukan bidang keahlian, maka bisa saja sang dosen di delete dari daftar gaji yang harus dibayarkan universitas. Itu khan berarti disuruh resign. Bisa jadi pengangguran lho.

Lanjutkan membaca “rencana hari ini”

your book is very cheap !

Jadi penulis itu memang harus “gila“, pede tinggi, gigih dan nggak punya rasa malu. Gitu kata teman sesama penulis ketika menghadiri acara pelatihan penulis yang diselenggarakan PT. Elexmedia Komputindo, beberapa waktu yang lalu. Saat itu aku hanya mengangguk-angguk saja, maklum belum terlalu pede. Sisi lain karena pada dasarnya aku ini khan bukan tipe ekstrovet, nggak suka tampil, jadi untuk mengamini pernyataan di atas, agak ragu juga.

Dalam perjalanan waktu, pernyataan tersebut koq ada benarnya juga. Seperti diketahui, buku-buku yang aku tulis khan sifatnya khusus, tidak setiap orang “sanggup” atau bisa memahami dengan baik materi yang kutulis. Maklum, aku penulis tentang genre “engineering”, sehingga komunitas pembacanya juga tentu saja orang-orang yang berlatar belakang engineering juga. Jadi pantas saja, jika 3 atau 4 tahun lalu, ketika aku menawarkan judul-judul bukuku ke penerbit umum, mereka sebagian besar menolak, maklum latar belakangnya khan bukan teknik. Alasannya macam-macam, untuk buku tentang SAP2000, penerbit menolak dengan alasan program komputer yang digunakan sudah kuno. Ada juga penerbit yang berterus-terang dengan jelas-jelas menyatakan bahwa buku-buku teknik sipil, peminatnya terbatas. Ini khan seperti sama saja mengatakan bahwa orang-orang berlatar belakang rekayasa teknik sipil, tidak suka beli buku. 😀

Jadi hal ditolak penerbit adalah biasa. Dalam soal tulis-menulispun, ada juga yang meragukan apakah bukuku layak terbit (ini waktu mencari sponsor). Tetapi bak pepatah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, maka akupun demikian, jalan terus dan tidak terpengaruh kata orang. Mungkin juga sikap itu didukung oleh kelulusanku mengambil program doktoral tahun 2009 dulu. Sejak itu, aku menjadi semakin pede saja dalam menulis. Dalam benakku sekarang, ada mungkin orang yang tidak setuju dengan tulisanku, tetapi yang setuju dengan pendapatku dalam tulisan itu tentu akan lebih banyak lagi di luar sono. 😀

Lanjutkan membaca “your book is very cheap !”