Bekerja pada institusi dengan jumlah dosen yang relatif terbatas (kecil), ada untung dan ruginya lho. Kecil disini dengan asumsi bahwa setiap kepakaran cukup dipegang oleh satu dosen. Itu juga berarti bahwa jika dosennya mempunyai kepakaran lebih, maka akan dirangkap. Maklum sebagai institusi swasta maka faktor efisiensi kerja selalu menjadi tolok ukur dari setiap keputusan yang dibuat.

Oleh sebab itu untuk mata kuliah Computer Programming (2 sks), Steel Structure (3 x 2 sks), Timber Structure (2 sks), Computer Aided Structural Engineering (2 sks), yang mana dianggapnya aku menguasai dibanding dosen-dosen lain yang ada, maka diberikan aku tanggung jawab untuk mengelolanya. Satu sisi ini tentu suatu yang membanggakan karena dianggap menjadi pakar di bidang tersebut, tentu saja itu hanya berlaku di institusi tempatku bekerja.Tahu sendiri, disebut pakar khan kesannya terhormat. Tetapi karena menjadi satu-satunya yang dianggap pakar di tempat kerja, maka ketika harus menyiapkan materinya harus sendirian juga. Itu khan berarti perlu kerja keras. Itu mungkin sisi negatifnya.

Kalau hanya sekedar “bergaya” di kelas saja di kampus sendiri, maka para murid tentu akan dengan senang hati menyebut kepakaran yang dimaksud. Betul nggak, karena kalau nggak mau mengakui, . . . he, he, . . . nilainya bisa-bisa nggak lulus.:D

Masalahnya adalah jika pengakuan kepakaran tersebut disampaikan ke orang lain di luar kampus.  Nah belum tentu orang lain itu mau mengakui. Padahal salah satu unsur reputasi adalah adanya pengakuan dari orang lain, betul khan. Itulah makanya, meskipun di negeri ini hanya ratusan program studi teknik sipil, sehingga tentunya ada banyak pakar terkait bidang studi yang diajarkan, faktanya mereka hanya berani menyebut diri sebagai dosen untuk mata kuliah anu, dan bukan pakar di bidang anu. Kalau dosen khan memang tidak bisa dibantah, maklum ada institusi yang mau menggajinya. Itu juga berarti ada ratusan dosen tentang struktur baja, tetapi yang dapat disebut pakar struktur baja tentunya jumlahnya lebih terbatas.

Menjadi dosen pada mata kuliah tertentu, sekaligus juga pakar di bidang tersebut adalah suatu cita-cita bagi semua dosen, aku tentunya juga termasuk itu. Bagaimana caranya.

Kalau aku amati, agar disebut pakar adalah bekerja di bidang tersebut dan menunjukkan hasil kerjanya. Jika hasil kerjanya bagus dan dapat menjadi percontohan maka orang awam dengan senang hati menyebutnya pakar. Tapi bagi institusi perguruan tinggi, kadang kala itu tidak mencukupi, mereka memerlukan gelar akademik yang mendukung. Jadi kalau punya gelar akademik yang cukup tinggi, pernah bekerja pada bidang yang dimaksud, dan sekaligus staf akademik atau peneliti suatu institusi yang dianggap bereputasi, maka umumnya orang Indonesia dengan senang hati menyebutnya pakar. Saya sering ketemu orang-orang seperti itu di rapat-rapat yang diselenggarakan pemerintah.

Bagi orang awam tentu tidak keberatan terkait kepakaran di atas, tetapi bagiku yang memang menggeluti bidang yang terkait, kadang bingung dengan kepakaran  yang diberikan. Maklum, mereka biasanya mengandalkan pada pengalamannya saja, dan wawasannya relatif sempit. Pernah aku coba cari karya ilmiah yang dibuat oleh para pakar dengan kriteria di atas, nyatanya nihil. Jadi benar juga, mereka dinobatkan pakar dan mengikuti diskusi ilmiah itu hanya karena gelar, nama institusi tempat bekerjanya dan ditugaskan oleh atasannya, bukan karena bidang yang digelutinya.

Dengan konsep tersebut aku akhirnya menyadari bahwa selain ke tiga kriteria di atas, maka untuk menjadi pakar perlu didukung oleh tulisan yang dibuatnya tentang materi yang menjadi keahlian. Dari tulisan yang dibuat, dapat dinilai kedalaman pemahaman yang dipunyai, yang menjadi dasar penyebutan pakar atau bukan.

Dengan latar belakang pemikiran seperti itu, maka langkah yang aku tempuh adalah melakukan transparansi secara tertulis, yaitu menyampaikan materi-materi yang aku gunakan mengajar atau yang aku teliti untuk diberikan ke publik. Anak muda bilang narsis, tetapi ini melalui tulisan.

Ini kesannya gampang, tetapi sangat berisiko juga, karena jika sampai ketahuan bahwa materi tulisan yang diberikan adalah plagiat dari tulisan orang lain, maka tamat deh riwayatnya. Jadi tulisan yang dibuat harus orisinil.

Pak Wir, apa nggak takut dicontek ide-idenya ?

Pertanyaan yang bagus. Kalau kamu merasa bahwa idemu terbatas, maka tentu itu sangat berisiko. Tetapi kalau kamu merasa itu semua adalah komitmen hidupmu, dengan demikian harus selalu segar mencari ide, maka dengan semangat daripada ide-ide itu hanya menguap tidak bermakna maka risiko itu diambillah. Jika ada yang mencontek itu khan berarti ide kita diakui. Betulkan. Jika kita selalu menyampaikan ide-ide dengan cara khas kita, akhirnya orang juga tahu bahwa ide itu adanya dari sang penulis awal. Maklum terkait denga penyampaian ide-ide via tulisaan, aku mengamini nats “banyak memberi banyak menerima”. Itu juga berarti bahwa ide yang aku sampaikan itu ada adalah juga karena ide-ide sebelumnya yang pernah kusampaikan. Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga untuk konotasi negatif, atau hukum tarik menarik dalam kaitan positip, bahwa ide lama yang disampaikan ke orang lain akan membuahkan ide baru ke kita sendiri.

Oleh sebab itu jangan heran jika ini adalah tulisanku ke 860, dan jangan takut bahwa meskipun sudah sebanyak itu tulisan yang aku buat, tetapi ide-ide tulisan yang lain masih saja bermunculan untuk ditampilkan. Itulah makanya jika ketemu pakar lain dengan grade yang lebih tinggi (misal profesor atau praktisi terkenal) maka aku akan memperkenalkan diri sebagai seorang penulis saja, bukan pakar. 😀

Itu aku yakin sekali, karena biasanya meskipun profesor atau praktisi tetapi jumlah tulisan yang dibuat umumnya aku lebih unggul. He, he, . . .

Gitu ya pak, tapi saya tidak paham dengan maksud ide lama berbuah ide baru. Mohon penjelasan ?

Betul dik. Tulisan itu sifatnya abadi. Jadi setiap tulisan yang dibuat harus dipikir matang-matang dampaknya dan siap mempertanggungjawabkan. Bisa saja saat tulisan itu dibuat, belum membuahkan apa-apa, hanya pada suatu waktu tertentu dan ketemu pembaca yang tepat maka jadilah buah yang dimaksud.

Untuk menjelaskan tentang ide lama yang berbuah ide baru, maka ada baiknya dibaca threat saya yang lama di blog ini, judulnya adalah :

https://wiryanto.wordpress.com/2011/04/22/baut-mutu-tinggi-itu-ternyata-berbeda-beda-awas/

Tulisan itu saya buat tanggal 22 April 2011 atau empat tahun yang lalu, jauh hari sebelum buku saya tentang struktur baja terbit. Pada threat itu saya membahas tentang baut mutu tinggi Grade 8.8 (standar Eropa) dan ASTM A325 (standar Amerika). Pembahasan dimulai dari celoteh sehari-hari dengan ibu Lanny Hidayat, pakar senior pensiunan dari Puslitbang Jembatan yang waktu itu mengajar tentang Struktur Jembatan di UPH. Beliau menyatakan bahwa kedua mutu baut tersebut jika ditinjau kriteria material adalah sama, tetapi itu tidak bisa diterapkan langsung. Kalau untuk struktur jembatan maka spesifikasi baut A325 tidak boleh diganti dengan spesifikasi Grade 8.8 meskipun Fy dan Fu-nya hampir sama.

Pernyataan di atas jelas tidak ada tercantum pada buku-buku teks tentang struktur baja, yang umumnya hanya mengacu pada satu code secara konsisten. Informasi seperti yang aku tulis itu tentu juga tidak akan diperoleh di kelas-kelas yang mengajarkan struktur baja pada umumnya. Tahu sendiri, kelas di kuliah khan umumnya hanya membahas berdasarkan buku-buku teks yang ada.

Jika diperhatikan dari threat yang dibuat tersebut, banyak lho tanggapannya. Ada sampai 93 komentar tertulis, mayoritas nadanya mendukung, tetapi ada juga yang meragukan pernyataan tentang “meskipun baut mutu tinggi mempunyai mutu material yang sama, tetapi secara fisik ukurannya berbeda”. Ini tentu tinggal membuktikan saja.

Jadi ide tulisan yang aku buat dulu, yang kemudian mendapat tanggapan dari banyak orang yang menggeluti (bekerja) dengan baut mutu tinggi, secara tidak langsung adalah suatu kuliah bagiku sendiri. Itu artinya, semakin banyak ide yang disampaikan, maka akan semakin banyak ilmu yang dapat ditangkap. Dengan cara seperti ini tentu tidak perlu kesepian terkait keilmuan meskipun hanya sendirian mengajar ilmu tersebut di kampus. Ini untungnya dosen yang sekaligus blogger.

Tapi mana pak Wir, yang ide lama lalu tumbuh ide baru ?

O  belum ya. Memang sih threat di atas waktu ditulis tersebut hanya membuahkan diskusi. Tidak ada suatu penelitian baru yang dihasilkan. Tapi nggak apa-apa, hari berganti hari, dan tidak terasa empat tahun telah berlalu. Suatu hari anak didikku, datang untuk memintaku menjadi pembimbing skripsi. Aku pikir ini anak pasti akan memilih aplikasi SAP2000 atau semacamnya, nyatanya tidak, dia ingin membahas terkait baut mutu tinggi.

Aku heran, topik itu jarang ada peminatnya. Maklum untuk mengetahui kinerja baut mutu tinggi perlu alat ukur khusus, yang di Jurusan Teknik Sipil UPH sendiri tidak punya. Karena itu aku bertanya: mengapa tertarik memilih topik tersebut (baut mutu tinggi). Muridku menjawab, dia tertarik membahas karena telah membaca threat tulisanku di atas. Maklum, papa dan opanya adalah distributor baut yang dimaksud. Nah ketemu deh.

Akhirnya dengan hipotesis yang aku ceritakan di threat tersebut dianya melalukan percobaan, diambillah baut mutu tinggi mutu Grade 8.8 dan ASTM A325 yang mempunyai diameter sama. Selanjutnya dengan bantuan kolega papanya, dianya dapat melakukan uji tarik. Ini hasilnya :

baut-1Gambar 1. Baut mutu tinggi A325 (pendek) dan Grade 8.8 (panjang) diuji tarik

Nah sudah ada bukti empiris terkait kedua baut mutu tinggi.

Jadi benar nggak hipotesis Bapak terkait mutu baut tersebut ?

Mau tahu ya. Ah nanti dulu, ini anak muridku sedang melakukan penelitiannya. Sabar ya, nantikan di threat lainnya.

16 tanggapan untuk “baut mutu tinggi 8.8 dan A325”

  1. kuya06 Avatar

    ditunggu pak tulisan tentang hasilnya….

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Betul pak, karena jika saya sudah menulis hasilnya sedangkan peneltiaannya sendiri sedang berlangsung, bisa-bisa anti klimak jadinya. 😀

      Suka

  2. dhanis Avatar
    dhanis

    Pak, bisa struktur kayu juga ya ? Yang SNI 2013 tertarik membuat bukunya nggak Pak ? Saya memahami codenya tanpa soal penyelesaian, kesulitan.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Ya pak Dhanis, saya juga mengajar kayu. Hanya saja, saya belum tertarik atau terpikir untuk menulis SNI 2013, moga-moga Dr. Johannes Adhijoso Tjondro (Unpar) berkenan untuk menuliskannya, beliaulah salah satu penyusun SNI tersebut.

      Meskipun saya belum ada rencana menulis SNI tentan kayu, tetapi untuk struktur kayu sendiri ada ide-ide yang pernah saya sampaikan. Silahkan dirunut link-link berikut :

      Struktur Kayu dan Dampak Lingkungan – 14 Juni 2012

      struktur kayu, inikah kondisimu ? – 6 Juni 2012

      Konstruksi Kayu Indonesia – apa kabar ? – 4 November 2007

      Wiryanto Dewobroto .(2012). “Revitalisasi Kayu sebagai Bahan Material Konstruksi Melalui Riset dan Pengajaran”, Seminar Nasional DTP-2012, FDTP, UPH, Karawaci, 29 Nov. 2012

      Suka

  3. Regina Avatar

    Wah tulisannya aku share ke kakak aku ya pak yg sedang kuliah di sipil juga , kayaknya kemarin dia juga lagi bikin uji tarik gitu .. makasih ya pak infonya

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Wah adik yang perhatian ama kakaknya.

      Suka

  4. Afret Nobel Avatar

    Pak Wir, apa nggak takut dicontek ide-idenya?
    Om Albert Einstein pernah bilang, Kalau Anda memberikan uang 1 sen kepada orang lain, maka uang Anda berkurang 1 sen. Jika Anda memberikan ide kepada orang lain, Anda masih memiliki ide tersebut. (tidak hilang).
    Kalau dalam agama saya: jika Anda mengajarkan satu ilmu kepada orang lain, maka Anda akan memperoleh satu ilmu baru.

    Betul begitu Pak Wir. Mohon koreksi.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      ya betul Afret. artikel di blog ini sudah 800 lebih, tapi kamu khan tahu sendiri tulisanku yang berbentuk buku masih saja bisa terbit , bukan sekedar copy and paste. Terus terang aku memegang keyakinan akan salah satu nats sbb : “banyak memberi dan banyak menerima”. Itu aku yakini sekali.

      Suka

  5. yandi Avatar
    yandi

    pak wir
    kalo boleh kasi sharing dong tentang pusat rotasi dan pusat kekakuan yg di definisikan di sni gempa 1726 2002 pasal 5.4.2

    atau kira kira buku apa yg hrus saya baca ya pak
    trima kasih sebelum nya

    Suka

  6. Herryanto Avatar
    Herryanto

    Salam kenal Pak Wir.
    Saya sudah membaca beberapa artikel Bapak, sangat menarik.
    Kalu boleh di sharing kan Pak.
    Saya belum pernah menemukan artikel ttg pengencangan BMT utk sambungan tumpu.
    Standart pengencangan BMT pada peraturan adalah utk sambungan friksi
    Apakah perlu dipretension sedikit, atau ada acuan lain Pak?

    Mohon pencerahannya Pak, terima kasih.

    Suka

  7. Herry Go Avatar

    Salam kenal Pak Wir.
    Saya sudah membaca beberapa artikel Bapak, sangat menarik.
    Kalu boleh di sharing kan Pak.
    Saya belum pernah menemukan artikel ttg pengencangan BMT utk sambungan tumpu.
    Standart pengencangan BMT pada peraturan adalah utk sambungan friksi
    Apakah perlu dipretension sedikit, atau ada acuan lain Pak?

    Mohon pencerahannya Pak, terima kasih.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      baut dengan mekanisme tumpu tidak memerlukan pretensioning secara khusus. Bahkan kalau diberikan pretensioning yang menyebabkan tahanan friksi maka yang akan terjadi adalah mekanisme friksi terlebih dahulu. Jika tahanan friksi terlewati dan terjadi slip, barulah mekanisme tumpu bekerja.

      Kalaupun diminta untuk diberikan pretensioning maka itu adalah agar nut (mur) tidak lepas karena bisa kendor ketika terjadi vibrasi dsb.

      Mekanisme tumpu menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dari mekanisme friksi. Hanya saja karena keberadaan slip (deformasi) maka untuk sambungan yang sering kena vibrasi atau mendapatkan gaya bolak-balik (tekan jadi tarik dan sebagainya) yang umumnya terjadi pada konstruksi yang dibebani dinamik (crane) atau jembatan maka sambungan seperti itu (tumpu) akan berisiko mengalami fatig.Suatu kegagalan pada kondisi beban yang kecil (elastis). Itulah mengapa sambungan baut dengan mekanisme friksi (slip kritis) hanya populer bagi teman-teman di konstruksi baja untuk jembatan. Untuk gedung, risiko fatig jarang dijumpai, kecuali untuk bangunan khusus subjek beban dinamik.

      Cerita di atas, ada tertulis di buku saya yang berjudul “Struktur Baja – Perilaku, Analisis dan Desain – AISC 2010”.

      Suka

      1. Herry Go Avatar

        Terimah kasih Pak atas sharing nya
        Mengenai pretensioning pada mekanisme tumpu, hanya untuk menjamin kuat tarik minimum baut ya Pak (tidak mereduksi kekuatan), apakah saya keliru Pak? Hehe
        Jadi disain sambungan tumpu tetap di pretension saja sesuai standard.

        Suka

  8. San's Avatar
    San’s

    Hasil dari uji tarik dan kekerasan mur dan baut tadi kpn ada pak ?

    Suka

  9. San's Avatar
    San’s

    Pak wir hasil dari uji tarik dan uji kekerasan mur dan baut tersebut kpn bisa di Share ? Suwun

    Suka

    1. wir Avatar

      sudah ada di buku Struktur Baja Edisi ke-2 di Bab 8, juga pernah saya presentasikan di Seminar HAKI tahun lalu.

      Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com