usulan untuk Edisi ke-2 buku Baja

Selamat tahun baru 2016.

Semoga di tahun 2016 ini Indonesia menjadi semakin perkasa di mata dunia, di satu sisi dan di sisi lain akan semakin nyaman dan tentram untuk ditinggali di mata penduduknya. Pada konteks tersebut tentu saja kejadian di Sarinah kemarin perlu juga disikapi. Rasa prihatin dan duka cita bagi korban jiwa yang tidak bersalah. Rasa hormat juga disampaikan kepada petugas yang meninggal karena menjalankan tugas, kepada pak Satpam Sarinah, yang telah membawa teroris ke pos polisi. Jika pak Satpam tersebut lengah, dan memasukkan teroris ke dalam Sarinah, bisa dibayangkan apa yang terjadi kemudian. Syukurlah Tuhan masih melindungi, dan pak Satpam tentu akan diampuni dosa-dosanya dan semoga saat ini sudah bersama Bapa di surga.

Akhirnya mari kita kembali ke . . . laptop.

Tahun ini memang banyak rencana yang perlu dicapai. Salah satunya karena buku Struktur Baja edisi April 2015 kemarin laris manis, dan tinggal sisa-sisa, maka daripada mencetak ulang akan dilakukan perbaikan dan penambahan materi lagi. Jadi tahun ini direncanakan akan ada Struktur Baja Edisi ke-2.

Ini penting karena saat ini sudah ada SNI perencanaan struktur baja yang terbaru, yaitu SNI 1729:2015 yang pada dasarnya merupakan adopsi lengkap dengan cara terjemahan dari AISC 360-10, atau biasa disebut sebagai AISC 2010. Jadi jika kemarin motivasi penerbitan buku edisi April 2015 hanya sekedar menulis buku struktur baja, untuk mengisi kekosongan yang ada. Maka untuk edisi ke-2 ini maka penerbitan tersebut penting karena memang buku tersebut dibutuhkan oleh insinyur Indonesia terkait dengan perlunya mengadopsi dengan cepat SNI baja yang terbaru tersebut. Bagi para dosen-dosen di perguruan tinggi Indonesia, yang masih memakai SNI 1729-2002 maka anda harus menggantinya, kalau tidak mau dikatakan “materi anda ketinggalan jaman”.

Ah masa pak, emangnya materi SNI 1729-2002 sudah ketinggalan jaman ?

Lho koq bertanya, sudah pernah membaca buku saya atau belum. Nah baca dulu ya, baru bertanya.

Ah buku pak Wir khan lokal, dosen saya pakai bukunya Segui dan Geshwinder. Khan itu sudah AISC juga pak.

O kalau dosen anda sudah pakai bukunya Segui dan Geshwinder, ya memang lebih baik dari pada yang mengacu pada SNI yang 2002. Kedua bukunya Segui dan Geshwinder memang salah buku struktur baja yang terbaik, yang aku ketahui. Saya dulu juga belajar dari kedua buku tersebut. Karena aku tahu betul, maka khusus untuk buku dasar (gempa belum masuk) maka buku Struktur Baja edisi ke-2 ini akan lebih baik lagi.

Hebatnya lagi dari buku edisi ke-2 tersebut adalah bahwa sudah ada satu perusahaan mancanegara, yang punya kantor pusat di Jakarta, telah tertarik untuk berpartisipasi sebagai sponsor. Kalau bukunya jelek, mana mau dianya. Jadi bagi perusahaan baja atau yang relevan dan ingin juga berpartisipasi sebagai sponsor, welcome !

Terkait akan diterbitkannya buku Struktur Baja Edisi ke-2 di tahun 2016 ini, maka ada baiknya mencermati usulan-usulan yang masuk. Ini dari pak Made Pande, yang tempo hari juga aktif memberikan masukan akan adanya errata di buku edisi ke-1. Ini usulan beliau.

Yth. Pak Wir,

Untuk edisi ke-2 saya ada tambahan usulan, pak:

1. Kalau bisa tipe dan ketebalan kertas yang digunakan diperhatikan terhadap bobot bukunya, Pak Wir. Buku jilid 1 kertasnya memang bagus dan tebal, tetapi kekurangannya adalah bobotnya terbilang cukup berat, pak. Berdasarkan pengalaman, cukup memegalkan tangan jika buku dibaca dengan dipegang. Selain itu barang bawaan/tas menjadi jauh lebih berat jika dibandingkan saya membawa buku lain dengan ketebalan yang sama. Sebenarnya masalah bobot ini cukup mengganggu bagi saya yang sering bawa buku Pak Wir ke kantor, pak.

2. Kertas glossy memang terlihat lebih elegan dan bagus, tetapi kekurangannya kertas glossy akan memantulkan cahaya sehingga menjadi tidak nyaman di mata. Jadi buku harus dipegang dengan sudut yang bagus agar tidak memantulkan cahaya yang menyilaukan ke mata. Ini juga cukup mengganggu kegiatan membaca menurut saya. Kalau menurut saya pakai kertas buram atau hvs biasa pun sebenarnya tidak masalah, karena yang penting bagi saya isinya. Buku2 sekarang juga banyak yang memakai kertas buram kok pak. Selain ramah lingkungan, harga buku bisa dibuat lebih murah lagi.

3. Dan untuk mensiasati jumlah halaman yang sangat banyak, dimensi bukunya dibesarkan saja, Pak Wir. Dan besar hurufnya kalau bisa dikecilkan lagi hingga batas nyaman optimum. Karena menurut saya besar huruf di buku jilid 1 masih bisa dikecilkan lagi kok, Pak Wir. Sekali lagi menurut saya..

Sekian masukan saya untuk kali ini, Pak Wir. Terima kasih.

Nah bagaimana itu.

Usulan penggunaan kertas, untuk kaca mata pembaca memang penting memilih kertas yang ringan dan mudah dibaca (tidak silau). Saya sepakat soal hal tersebut. Saat ini pihal LUMINA Press sedang menjajaginya. Bagaimana juga, mutu cetakan bagi saya dan penerbit adalah yang sangat penting. Ke-2 buku yang diterbitkan LUMINA Press semuanya itu dicetak oleh  percetakan grup Gramedia. Selama ini cukup memuaskan, bahkan adanya cacat produksi tempo hari  maka mereka ganti. Kertas yang digunakan kemarin, adalah kertas terbaik yang bisa mereka berikan. Kelemahannya adalah berat.

Mengapa saya selama ini meminta buku dicetak pakai kertas tersebut. Alasan utama memang bukan di pembaca. Alasan utamanya adalah kepada para sponsor. Karena merekalah maka harga buku dapat ditekan sebagaimana yang telah dipasarkan selama ini. Kepada para sponsor, saya tidak bisa menjual buku karena mutu tulisan yang saya buat. Itu jelas, tetapi tidak cukup. Selain isi tulisan,  yang kadang relatif sifatnya, maka buku yang saya tawarkan harus bernilai karya seni. Itu menyebabkan mereka yakin, jika portofolio mereka  ada di buku, adalah membuat kebanggaan. Jadi keputusan apakah kertasnya yang ringan tetapi murah, atau yang berat meskipun mahal, adalah tergantung nanti, apakah pihak sponsor bisa menerima. Yang jelas, jumlah halaman yang banyak dan kertas yang berat selalu menjadi pokok diskusi saya dengan penerbit. Moga-moga kita bisa mendapatkan keputusan yang seimbang soal itu. Note : jika ada yang bisa mengusulkan kertas mewah tetapi ringan, tentu akan menjadi pertimbangan baik. Paragraf ini tentunya sudah bisa menjawab item 1 dan 2.

Tentang mengganti dengan ukuran buku yang lebih besar dan ukuran huruf yang lebih kecil hanya karena ingin konten yang lebih banyak, jelas itu sesuatu yang berisiko besar.

Risiko disini adalah terhadap kesan pembaca. Ukuran font, tipe font, format dan ukuran kertas adalah parameter-parameter yang saling terkait. Banyak orang teknik yang tidak menyadari akan hal ini. Padahal itu adalah bagian penting dari desain suatu buku, apakah bukunya jadi indah dan nyaman di baca. Bagaimana parameter-parameter itu dipilih, tidak gampang menjawabnya. Maklum saya secara formal tidak belajar hal itu, itu adalah kompetensi dosen di DKV (Desain Komunikasi Visual). Saya belajar itu juga dari mereka, dan cara saya mengaplikasikan adalah dengan meniru buku-buku yang sukses, yang enak dilihat. Saya pelajari ukuran buku apa yang paling banyak dipakai, ruang tulisnya bagaimana dan pakai font apa, sekaligus ukurannya. Nggak sederhana itu. Jadi jelaslah kalau mengganti parameter yang telah sukses sebelumnya, hanya sekedar ingin materi banyak yang dapat dimuat, adalah keputusan yang gegabah. Saya nggak berani itu. Apalagi kalau saya benar-benar menggantinya, maka bisa-bisa buku yang sejumlah 900 halaman itu nantinya tidak akan terbit di tahun ini. Itu terjadi karena harus mengubah semua layout pada program InDesign-nya. Repot itu.

Jadi kalaupun nanti, format atau ukuran atau font buku saya berubah, maka itu adalah karena agar bukunya lebih baik lagi dan bukan karena ingin konten yang lebih banyak.

Moga-moga ini dapat menjawab usulan Made Pande. Jadi yang mungkin adalah kertasnya saja. Ok.