Saya kemarin mengunggah draft Kurikulum Inti Minimum yang akan dijadikan acuan seluruh Jurusan Teknik Sipil di Indonesia, yang disusun BMPTTSSI. Tanggapan saya terbatas pada mata kuliah yang dikuasai, yaitu Struktur Beton, Struktur Baja dan Struktur Kayu.
Dari ke-3 mata kuliah tersebut masalahnya adalah
- bobot SKS mata kuliah Struktur Beton (6 sks) lebih besar dari mata kuliah Struktur Baja (5 sks), mengapa berbeda. Apakah itu berarti materi kulah struktur beton lebih berat (banyak) dibandingkan Struktur Baja.
- mata kuliah Struktur Kayu menjadi tidak wajib, artinya bisa dihilangkan .
Definisi kurikulum inti minimum, adalah mata kuliah wajib yang harus diberikan pada level S1. Oleh sebab itu adanya pertanyaan berikut :
Rahmi Karolina : Mohon maaf pak Wiryanto Dewobroto mata kuliah struktur kayu di kurikulum masih memungkinkan untuk masuk ke muatan lokal kan pak?
Mengacu pada definisi di atas, tentu saja pertanyaan itu dapat dijawab, bisa. Hanya saja itu tergantung dari kebijakan perguruan tinggi yang menyelenggarakannya. Kalaupun tidak ada, nggak masalah. Begitu kata banyak orang yang tergabung di BMPTTSSI.
Belajar atau memahami cara pemilihan mata kuliah di perguruan tinggi, maka yang namanya idealisme umumnya hanya terbatas pada individu atau hanya jadi wacana saja. Ketika hal itu diperhitungkan oleh institusi atau lembaga, maka mereka hanya mengacu pada ketentuan regulasi yang ada.Jadi ketika di kalangan internal kampus, tidak ada dosen yang mumpuni untuk mengajar mata kuliah tertentu, maka yang akan dilihat pertama kali apakah mata kuliah itu wajib atau tidak. Kalau wajib, maka segala cara akan digunakan, meskipun untuk itu keluar biaya yang banyak, misalnya sampai mendatangkan dan membayar dosen tamu dari kampus luar. Mereka demikian, karena mereka hanya berpikir : kalau tidak diusahakan maka akan melanggar regulasi. Jika itu sampai ketahuan orang luar, maka jurusan atau institusi penyelenggaranya dapat ditutup oleh DIKTI.
Jujur, perguruan tinggi di Indonesia apalagi swasta umumnya hanya takut akan dua hal, yaitu [1] mereka tidak punya murid; dan [2] DIKTI yang punya kuasa menutup lembaga jika tidak sesuai regulasi.
Jadi para pimpinan lembaga itu akan sukses jika mereka itu pintar-pintar dalam menguasai regulasi (pokoknya nggak melanggar) dan mengisi topik-topik materi yang bisa meningkatkan jumlah murid. Itu saja. Jadi jangan dibayangkan mereka akan mengisinya dengan hal-hal yang sangat idealis di mata kita.
Dengan kondisi seperti itu, maka kalau ketemu mata kuliah yang bukan wajib, istilah kerennya adalah muatan lokal, maka mereka akan melihat dari kompetensi dosen internalnya. Ada atau nggak. Kalau ada, contohnya Struktur Kayu di Jurusan Teknik Sipil UPH, yang kebetulan dosen penanggung jawabnya saya, maka tentu saja tetap dibuka. Itu penting karena dapat dijadikan keunggulan lokal. Itu juga berarti draft kurikulum BMPTTSSI di atas, tidak memberi pengaruh.
Jadi itu alasannya, mengapa tulisan saya kemarin bukan curhat, tetapi sebenarnya ditujukan kepada masyarakat luas, untuk kemajuan insinyur teknik sipil Indonesia pada umumnya.
Jika kondisinya berbeda, mata kulah yang tidak wajib tersebut ternyata tidak bisa diampu (dipegang atau diajar) oleh dosen internal, dan kalaupun dipaksa materinya bahkan bisa diragukan, sedangkan jika mau mempertahankan mutu atau diunggulkan harus mengimpor dosen lain (keluar biaya), maka tentunya dapat dipilih opsi untuk tidak membuka mata kuliah tersebut. Toh opsi itu win-win, tidak berisiko mutu jelek, dan tidak melanggar regulasi yang ada. Aman gitu lho.
Tentang dosen yang langka, itu tidak main-main, itu fakta yang terjadi di lapangan. Waktu kajur UPH ingin menggantikan dosen struktur kayu, yang kebetulan sudah pensiun, maka tanya sana tanya sini teman-teman di Jabodetabek, ternyata tidak gampang. Kalaupun ada yang mau bersedia, adalah orang yang ingin kerja dosen, yang katanya bisa mengajar apa saja. Itu khan menguatirkan. Itulah makanya, dengan “terpaksa” saya ikut membantu mengatasinya, yaitu jadi dosen struktur kayu di UPH. 😀
Tidak hanya Struktur Kayu saja yang kesulitan, tetapi juga Struktur Baja. Terus terang teman-teman pakar yang mendalami tentang struktur baja, relatif lebih sedikit dibanding yang struktur beton. Kalaupun ketemu dosen struktur baja, umumnya mereka begitu karena ditunjuk jurusan untuk mengampu, padahal latar belakangnya bukan itu. Jadinya mereka itu adalah dosen baja tetapi belum sesuai untuk disebut guru baja. Tentang sulitnya dosen struktur baja yang mumpuni itu, sampai-sampai ada PTS terakreditasi A, yang menyelenggarakan kuliah di level S2, maka dosen Struktur Baja-nya terpaksa mengimpor dari luar kota. Itu di Jakarta, bagaimana dengan institusi lain di daerah.
Dengan latar belakang penjelasan seperti di atas, dan membaca usulan draft kurikulum 2015 diatas, yang sebagaian besar penyusunnya dari kalangan swasta maka terbesit pikiran negatif, jangan-jangan itu sebagai strategi untuk mengatasi masalah dengan mengubah regulasi yang ada. Situasinya seperti DPR kita gitul lho. Tapi moga-moga itu salah ya, dunia pendidikan kita khan tidak seperti orang DPR ya.
Selanjutnya aku ingin berbagi pikiran tentang mata kuliah Struktur Kayu, yang saat ini juga menjadi tanggung-jawabku di Jurusan Teknik Sipil UPH. Aku kadang-kadang bertanya ke mereka-mereka yang di BMPTTSSI : mengapa Struktur Kayu harus dihapus ?
Sangat naif sekali kalau alasan mereka adalah karena sekarang ini, Struktur Kayu nggak pernah atau sangat jarang digunakan untuk bangunan konstruksi. Ini saya lihat dari komentar-komentar yang ada di Facebook, yang mengamini tentang itu. Komentar itu ada karena wawasannya hanya terbatas di Indonesia saja. Bagaimana bisa maju negeri ini kalau hanya melihat sekelilingnya, yang memang tidak maju (ini tentang struktur kayu ya). Jadi orang-orang itu perlu melihat ke luar. Untuk itu sudah ada beberapa artikel yang aku tulis, mengapa struktur kayu itu penting untuk dipelajari mahasiswa teknik sipil. Ini artikel-artikel yang pernah aku tulis, yaitu :
- Struktur Kayu – 24 Mei 2011
- struktur kayu, inikah kondisimu ? – 6 Juni 2012
Bahkan adanya mata kuliah struktur kayu di UPH, yang orang-orang lain melihatnya sebagai sesuatu yang sepele, maka ditempatku aku jadikan unggulan. Kenapa bisa begitu, karena pada mata kuliah tersebut aku sertakan sekaligus praktikum. Memang sih untuk itu diperlukan laboratorium mekanika yang dilengkapi UTM (Universal Testing Machine).
Saya sudah melakukan survey, model pembelajaran yang saya sampaikan ini belum ada, bahkan di ITB atau UNPAR sekalipun kelihatannya belum. Silahkan di check.
Prinsip dari mata kuliah struktur kayu yang aku berikan, adalah aku berikan ilmu struktur kayu yang secara teoritis sesederhana mungkin. Oleh sebab itu aku masih pakai cara elastis dari PKKI 60. Tahu sendiri khan, saat ini sudah ada SNI kayu yang canggih, yang makainya saja saya perlu mikir dua tiga kali. Kenapa, karena bahan materialnya nggak gampang memperolehnya. Ini mungkin juga yang membuat mata kuliah tersebut dihapus saja.
Kalaupun ada yang nanya, koq kuno pak Wir. Aku bilang, dari pada tidak diberikan sama sekali, maka adanya yang kuno itu tentunya masih lebih baik lagi. Selain itu yang penting di mata kuliah itu tidak pada teorinya saja, tetapi dengan praktikum yang aku siapkan maka mereka dapat mengaplikasikan langsung. Jadi benar-benar mencoba menyatukan teori dan praktik.
Praktik yang dimaksud diperkuliahku, aku bagi dua. Topik sebelum UTS, yaitu kemampuan memprediksi kekuatan kayu dan membuktikan secara empiris; dan topik setelah UTS, yaitu mampu membuat perencanaan sambungan dan melihat kinerja sesungguhnya dengan uji empiris.
Nah untuk detailnya, nih saya berikan modul praktikum Struktur Kayu yang aku berikan di Jurusan Teknik Sipil UPH. Dengan modul praktikum tersebut, mahasiswaku berlatih menjadi structural engineer, yaitu melakukan perencanaan struktur (meskipun hanya kayu) dan menguji rencananya dengan uji empiris di laboratorium, apakah rencananya baik atau buruk. Mental mereka akan terasah. Coba itu dikerjakan dengan material beton atau baja, maka tentunya akan sangat mahal harganya dibanding jika memakai material kayu.
Jadi itulah pentingnya, mengapa mengajar jangan dibatasi pada hal-hal yang terlihat atau populer di lapangan saja, tetapi perlu memandang jauh ke depan (idealisme) . Kalau hanya terbatas pada apa yang ada didepan saja, lalu apa keunggulan jurusan yang dimaksud. Semua juga bisa.
Tinggalkan komentar