Cina dan baja


Judul yang dibuat memang tidak terlalu provokatif. Kalau hanya sekedar agar trafik blog ini ramai maka tentu dapat dipilih judul berikut:

Lagi-lagi Cina !

Itu judul pasti provokatif. Hanya saja dalam benak pembaca akan langsung terbayang , ini artikel adalah tentang Ahok, pekerja Cina, bantuan utang Cina, Yuan dan sebagainya. Aku nggak mau itu terjadi, aku harus memberi contoh yang baik. Jelas artikel berikut tidak sedang membahas Ahok, sudah jelas beliau jauh di atas yang lain. Jika tidak ada sesuatu yang luar biasa lagi, beliau pasti akan menjabat lagi. Titik. Artikel berikut memang hanya membahas hal-hal yang menjadi perhatianku selama ini, yaitu struktur baja.

Jadi ingat pak Wir, kapan buku Struktur Baja Edisi ke-2, koq lama tidak ada kabarnya.

O itu, jangan kuatir. Saya sudah mendapatkan berita dari LUMINA Press bahwa katanya akan ada pengiriman buku dari percetakan. Kalau tidak hari ini, maka hari Senin besok sudah tiba di LUMINA Press, sehingga selanjutnya segera dapat dikirimkan ke pemesan. Sudah pra-order belum, tenggat waktunya hampir habis. Lumayan lho kalau pra-order, bisa hemat dan segera mendapatkan buku tersebut. Hemat karena pra-order masih memakai harga lama, ada selisih sekitar Rp 50 ribu. Jika tertarik langsung saja ke http://lumina-press.com.

Kembali ke Judul.

Tentang Cina dan baja sebenarnya telah dibahas di buku Struktur Baja edisi pertama (terbit tahun 2015). Menariknya, ketika menuliskan materi tersebut, berita tentang baja Cina hanya didapat dari sumber-sumber berbahasa asing, bukan informasi pengalaman teman-teman di sini. Waktu itu, kalaupun ada informasi tentang baja Cina maka datangnya adalah dari proyek-proyek enerji, yang waktu banyak dimenangkan oleh kontraktor Cina. Kalau dari teman-teman konstruksi lokal maka produk Cina yang terdengar waktu itu adalah sistem pra-tegang yang ditawarkan, yang terkenal karena harganya sangat bersaing dibanding produk-produk yang biasa dijumpai, yaitu Freyssinet atau VSL. Dalam perkembangannya, kita mulai sadar bahwa ternyata tidak hanya itu saja. Lihat saja mereka (Cina) berhasil dan sukses membangunan bentang jembatan utama Jembatan Suramadu.

Itu semua memaksa kita untuk menerima kenyataan bahwa Cina memang mempunyai kemampuan di bidang konstruksi baja. Bahkan dari hasil studi literatur ketika menulis buku Struktur Baja pertama kali, ternyata dapatlah diketahui bahwa memang Cina adalah nomer satu dunia dalam produksi baja. Ini dibahas pada Bab 2 buku Struktur Baja yang aku tulis. Buku Edisi ke-2, yang terbaru akan keluar bulan ini dan recananya akan dijual di acara seminar HAKI 2016 ini.

Dengan kondisi seperti itu maka tidaklah heran jika Cina berani bersaing dengan Jepang dalam proyek kereta cepat Jakarta – Bandung. Toh akhirnya kita tahu bahwa yang menang adalah dari Cina.

Emangnya Cina memang mempunyai ilmu yang hebat pak Wir, bisa ngalahin Jepang ?

Suatu pertanyaan yang menarik, dan saya yakin masih banyak orang Indonesia yang tidak mau percaya tentang hal itu. Maklum selama ini kalau berbicara kemampuan Cina dibanding Jepang, selalu membandingkannya dengan teknologi motor yang dihasilkan. Masih ingat motor Jialing vs motor Honda. Pasti deh, kita semuanya akan sinis dengan keberadaan motor Jialing tersebut.

Jadi wajar saja jika kita semua membayangkan bahwa kereta api cepat Jakarta – Bandung kita nanti adalah seperti halnya kereta api Cina versus Shinkansen Jepang. Betul khan.

Wah gawat dong pak, kalau begitu. Bisa-bisa akan cepat mangkrak nantinya.

Kalau hanya dengan data-data yang kita temui sehari-hari, memang kita semua akan berpikir bahwa produk Cina adalah seperti motor Jialing. Tetapi tentunya kita juga sadar bahwa hp Xiomi, lebih canggih dari produk Jepang. Jadi . . .

Memang kalau berbicara tentang ilmu, maka rasanya Cina tidak boleh disepelekan. Produk motor Jialing bukanlah representatif keunggulan teknologi Cina.

Pak Wir ini mulai condong ke Cina ya, kayak pak Jokowi. Kita di dalam negeri juga hebat lho, pak Habibie saja sudah bisa bikin pesawat. Cina kelihatannya belum sehebat pak Habibie !

Untuk pesawat, saya kurang tahu. Mungkin begitu. Tetapi yang jelas perkembangan riset di Cina luar biasa berkembang. Ini kita bicara riset, bukan motor Jialing yang berkorelasi pada produk ekonomis. Bicara riset tentunya lebih kepada keunggulan intelektual, manusianya dan itu sangat penting karena hasilnya akan telihat pada jangka panjang.  Semua negara maju umumnya didukung oleh adanya infrastruktur riset yang kuat.

Saya perlu menulis tentang Cina bukan karena ikut-ikut pak Jokowi. Seorang pendukung khan tidak mesti harus ikut-ikutan khan. Maklum faktanya memang begitu. Riset di Cina saat ini bahkan dapat dibandingkan dengan Eropa atau Amerika. Lihat ini ada data yang dapat dipegang.

RT22_Section5_Figure2-626x409
Figure  1. Number of researcher per country group in the period 1995-2007

Data from Figure 3-48 of Science and Engineering Indicators 2010 (National Science Foundation). Sumber asli di sini.

Data di atas menunjukkan kuantitas atau jumlah peneliti pada suatu negara. Memang sih itu belum menunjukkan kualitas. Tetapi yang jelas, jurnal-jurnal di Eropa isinya adalah banyak di isi oleh hasil penelitian dari negara Cina.

Kita juga nggak kalah pak, di sini khan juga banyak Profesor

Wah kalau jumlah profesor di sini nggak bisa jadi patokan pak. Profesor itu hanya gelar, produknya belum bisa setara dengan produk profesor dari luar.

Produk Profesor, emangnya mereka harus berproduksi pak. Cukup berkomentar, memberi nasehat khan sudah cukup pak Wir ?

Gitu ya. Jadi penasehat saja ya. Mungkin bagi awam itu sudah cukup. Di sini, Profesor itu memang laku sekali di dunia pendidikan. Khususnya untuk mengesahkan hasil ujian promovendus doktor. Nguji doktor, nggak ada profesornya, wah nggak mantap itu.

Di sini, kemampuan intelektual keilmuan dilihat dari gelar profesor atau tidaknya. Seakan-akan kalau sudah profesor, maka ilmunya paling top. Tetapi bagiku, hal itu tidak berlaku. Maklum, untuk ilmu struktur baja aku belum melihat profesor yang top di bidang tersebut di Indonesia. Itu aku ketahui ketika aku menulis buku Struktur Baja yang 1000 halaman tersebut, tidak ada satupun rujukan tentang ilmu baja yang aku kutip dari publikasi profesor di Indonesia. Bahkan banyak yang aku kutip dari hasil penelitianku sendiri. Padahal aku ini khan belum profesor. Jadi maklum kalau aku tidak menunjukkan keunggulan riset berdasarkan jumlah profesor. Nggak jaminan Profesor di Indonesia itu berilmu tinggi. Gelar Profesor di Indonesia itu hanya menunjukkan bahwa kum mereka di bidang publikasi yang diakui DIKTI telah memenuhi syarat. Hanya apakah KUM itu dibidang yang ditelitinya, dan apakah memang patut menjadi rujukan keilmuan, itu soal lain. 😀

Lho koq cerita Profesor sih pak, bapak khan belum Profesor. Cerita cina lagi deh.

Iya ya. Kita kembali ke masalah Cina. Ada yang bertanya ke saya, bagaimana keunggulan Cina dibanding Jepang. Ini tentu pertanyaan yang menarik. Saya coba jelaskan, kalau bicara keunggulan Cina di bidang teknologi maka jangan selalu mengotak-atik motor Jialing. Itu tidak menunjukkan tingginya teknologi di sana. Itu hanya gambaran bahwa kondisi di Cina itu sangat beragam. Dari yang paling tinggi sampai paling rendah, ada semua. Ingat nggak, bahwa di Cina kondisi toilet umum mereka kadang membuat jengah untuk diceritakan. Katanya sembarangan jika soal kebersihan. Itu benar adanya. Ada orang Cina yang masih level tersebut. Tetapi tentu tidak semua. Untuk memberi gambaran bahwa Cina mampu di bidang teknologi, maka hampir semua produk asing yang populer, dikerjakan di Cina. Lihat hp iPhone, dibuatnya juga di Cina, juga produk Bosch dari Jerman, ada juga yang buatan Cina.

Kalau begitu mengapa kita ragu akan Cina pak Wir ?

Kenapa ya. Wah aku juga belum pernah membaca alasan apa yang tepat untuk itu. Yang jelas kita merasakan, khususnya dengan adanya kasus motor Jialing, yang saat ini sudah tidak ada lagi. Itu membuat kita (saya pribadi khususnya) merasa ragu dengan produk Cina. . . . bisa mangkrak. Sisi lain produk Jepang sangat memuaskan.

Jadi gimana pak ?

Ini kesimpulanku ya. Bisa ya bisa tidak, tetapi aku yakin disinilah perbedaan antara produk Cina dan produk Jepang. Pertama adalah bahwa kalau berbicara tentang keunggulan, maka Cina tidak kalah unggul dibanding Jepang. Banyak produk alternatif yang dapat dibuat Cina. Hanya saja kelihatannya, mutu bukan kriteria utama mereka membuat suatu produk. Fokus utama mereka adalah keuntungan finansial. Bahkan bagi mereka, mutu bisa menjadi nomer dua, yang penting untung. Keberadaan motor Jialing adalah bukti, orang Indonesia minta murah, mereka juga OK-OK saja memberi. Jepang mungkin tidak seperti itu, duit nggak masuk anggaran maka produk tidak diberikan. Itu berarti kalau Jepang sangat menjaga mutu, sedangkan Cina yang penting laku. 😀

Itulah yang membuat saya was-was dengan kondisi produk Cina nanti yang akan diambil pemerintah kita. Untunglah pak Ahok sudah memutuskan untuk tidak lagi memakai busway dari Cina tetapi ganti jadi bus Scania. Nama Scania itu khan jaminan mutu. Adapun nama produk dari Cina sangat beragam, kita harus pintar-pintar memilih.

Itu khan produk konsumeris masyarakat, bagaimana di bidang konstruksi pak. Apakah juga sudah sebegitunya.

Itu juga berlaku. Kemarin aku mengunjungi teman yang bergerak di bidang pabrikasi baja. Seperti biasa, aku khan perlu LINK & MATCH, mencocokkan pengetahuan teori yang aku miliki dengan kondisi real di lapangan. Ini penting agar diperoleh korelasi antara apa yang aku tulis dan kondisi sebenarnya, tidak sekedar berandai-andai, tetapi adalah kebenaran adanya. Informasi di buku Stuktur Baja-ku, yang menyatakan bahwa Cina adalah produsen baja No.1 dunia ternyata telah ada pengaruhnya bagi industri konstruksi di Indonesia.

Temanku itu menyebutkan bahwa pasokan baja di tanah air, khususnya profil hot-rolled ukuran besar telah tercukupi oleh produk Cina. Sebelum produk Cina itu masuk, maka untuk produsen hot-rolled yang ada di Indonesia itu hanya satu produsen saja. Itu berarti terjadi monopoli, sehingga harganya menjadi sangat mahal.

stock-baja
Figure 2. Stock baja hot-rolled

Adanya produk baja Cina yang beredar di Indonesia menghasilkan stabilitas harga kaerna tidak terjadi kelangkaan material baja. Ini tentu perlu kita syukuri. Contoh saja, profil baja H400x400 sebelumnya hanya diproduksi oleh PT. GG, itupun perlu pesan kira-kira 2 bulan sebelumnya. Sekarang produk Cina ukuran tersebut dapat langsung didapat. O ya, PT. KS yang selama ini seakan-akan paling diandalkan, ternyata tidak memasok profil hot-rolled ukuran besar untuk konstruksi baja.

Soal mutunya bagaimana pak.

Kata temanku, kalau soal presisi, mereka lebih unggul. Hanya saja untuk materialnya, ini perlu hati-hati karena faktanya ada yang kalau di hot-dip galvanis, profilnya ada yang retak. Yah seperti biasa lah, harus hati-hati kalau pakai produk Cina, begitu katanya. Adapun keunggulan nyata yang didapat dari produk Cina adalah murahnya itu lho. Begitu kata temanku menutup pembicaraan.Sampai di sini dulu juga ya.

Salam dari Karawaci.

 

7 tanggapan untuk “Cina dan baja”

  1. Xau Avatar
    Xau

    Intinya ada harga ada rupa. Tinggal kita berani keluar duit berapa aja. Di Cina semua ada, mau yang murah ada yang mahal juga ada

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Ketemu dengan budaya kita, yang penting murah. Bisa seru (kacau) itu pak.

      Suka

      1. William Avatar
        William

        Kalau yang saya lihat dilapangan, menurut saya Kontraktor Indonesia sudah pandai pak memilih” vendornya. Terkadang harga murah belum tentu jadi pemenangnya. Mereka ternyata cukup peduli dengan kualitas hasil kerjaan dan kelancaran jalannya proyek. Untuk harga tentunya bisa disesuaikan. Sudah banyak dari vendor yang menawarkan harga termurah bahkan bisa 1/2 dari harga vendor lain tetapi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

        Suka

      2. wir Avatar
        wir

        Kalau kontraktor, saya yakin betul adanya. Hanya saja owner, yang punya duit, bagaimana. Kadang mereka hanya memilih berdasarkan spek dan harga murah. Maklum yang namanya motor cina, rodanya juga dua seperti motor jepang.

        Suka

  2. kaosdakwah77 Avatar

    kalau di indonesia semuanya bisa jadi mahal karena banyak biaya yg gak jelas atau biaya siluman yg harus dikeluarkan untuk oknum oknum tertentu

    Suka

  3. William Avatar
    William

    Benar Pak, owner memang yang punya dana sekaligus menjadi pemegang tertinggi dari proyek. Namun tidak sedikit juga owner yang tidak memilih berdasarkan spek dan harga murah contohnya seperti Sinar Mas dan Summarecon. Mereka selalu memilih spek yang terbaik untuk proyek mereka tentunya harganya juga fantastis sampai” mereka akan menolak spek merk lain yang mutunya sama dengan spek yang mereka tentukan. Lalu Owner” yang memilih PT. TBP sebagai kontraktornya, tentunya bukan owner pencari harga murah.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Syukurlah pak kalau begitu. Hanya saja banyak juga owner, yang dijiwanya nggak seperti owner, tetapi seperti pedagang. Itu mungkin lebih baik daripada berjiwa makelar, sekedar perantara (minta fee sekedar uang dengar, atau titipan). Untunglah sekarang mulai ada pejabat yang berjiwa owner betulan, seperti Ahok, Risma, Ridwan Kamil dan lain sebagainya.

      Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com