Ada pembaca yang ingin sekali meminta pendapatku tentang peluang karirnya sebagai dosen.  Ini isi suratnya yang kumaksud :

Pak Wir….saya selalu koleksi buku-buku bapak, sangat membantu dalam kegiatan saya mengajar, terutama sejak saya mendapatkan CD SAP2000 versi student yang ada dalam buku.

Pak Wir… saya boleh sedikit curhat nggak ya? Saya sadar…menjadi dosen professional tidak mudah..tapi itu sudah saya jalani….saat ini saya sudah LKmeski S1 dan S2 tidak sejalur, S1 Teknik Sipil, lulus tahun 1988 dengan total lulus > 160 sks , S2 Magister Keuangan lulus tahun 1999, pada saat visitasi Kopertis 3, saya ditegur karena jabatan LK saya sudah bertahun-tahun tidak di-upgrade karena saya tidak punya tulisan di jurnal internasional, dan saya juga disarankan pindah jalur ke ekonomi. Terang saja saya tolak, saya ngajar dan riset di bidang teknik sipil….untuk sekolah lagi di S2 sipil….males juga ya pak Wir….kalau langsung ke S3 apa bisa ya ? tapi pastinya berat   ilmu dasar saya pasti kurang……lebih baik saya tetap lakukan riset dan berusaha untuk bisa nulis di jurnal internasional ….tapi untuk riset kadang juga terkendala …topik apa yang akan saya ambil ? Dengan dasar ilmu hanya S1 sipil, konsentrasi struktur, kira-kira topic apa yang cocok untuk saya.

Riset yang pernah saya buat yaitu “mengukur nilai factor reduksi beton bertulang (nilai phi) yang sesuai dengan mutu pelaksanaan di Surabaya”, seperti kita tau nilai phi lentur di SNI = 0.8 , sedangkan nilai phi lentur di ACI = 0.9, begitu juga untuk nilai phi geser dan axial , dengan dasar itulah …sy lakukan riset ….Nah topic riset apalagi ya pak Wir yang kira-kira bisa saya kerjakan?

Trimakasih atas perhatiannya.

Isi suratnya memang kebanyakan curhat, selanjutnya menyampaikan kondisi karirnya selama ini, lalu diakhiri dengan minta nasihat. Terus terang saya agak bingung, harus menjawab apa. Ini mah bukan keahlian saya, jadi ya saya biarkan saja tidak terjawab. Eh, ternyata yang bersangkutan menagih jawaban, katanya saya tidak memberi perhatian. Ya sudah ya, saya mencoba memberi tanggapan terkait kondisi anda. Seperti biasa, saya akan menjawab apa adanya, jika tersinggung maka ingat saja bahwa anda yang meminta opini saya, dan saya sekedar menjawab apa adanya. Ini nggak basa-basi lho.

Dari curhat anda, saya hanya melihat dua hal positip, yaitu bahwa anda telah mendapatkan jenjang pangkat akademik sebagai Lektor Kepala dan ingin menulis jurnal ilmiah. Wah bagus sekali. Hanya saja, saya melihat ada kendala yang prinsip bahwa pendidikan anda adalah tidak linier, antara S1 dan S2. Ini akan mengganggu dan menjadi hambatan anda untuk meneruskan karir di dunia akademik. Apalagi jika anda dosen tetap, atau hidupnya berdasarkan gaji dosen.

Jika pekerjaan dosen hanya sekedar sambilan, bukan yang utama. Rasa-rasanya ini bukan masalah karena pekerjaan dosen bisa dijadikan status untuk meningkatkan pekerjaan anda yang utama (yang bukan dosen tersebut). Tetapi jika dosen adalah karir utama anda, maka satu-satunya cara untuk menjawab uneg-uneg anda adalah menghilangkan kemalasan anda untuk sekolah lagi, dan mengambil bidang pendidikan yang sejalur dengan S1.

He, he nggak enak khan. Itu alasannya mengapa saya tidak mau menjawabnya tempo hari. Nggak ada gunanya saya kira untuk memberi petunjuk tentang bagaimana meneliti dan menulis karangan ilmiah. Untuk apa ?

Juga membaca topik penelitian anda sebelumnya, yaitu terkait dengan reduksi faktor. Saya yakin yang anda lakukan hanya sekedar perbandingan suatu perencanaan, yang satu pakai SNI dan satunya pakai ACI. Gitu khan. Padahal kalau dipikir-pikir, nilai SNI waktu itu khan hanya ditentukan dari suatu judgment, yang mungkin tidak gampang untuk dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Buktinya sekarang khan SNI kita ngambil persis dari ACI, nggak perlu dibeda-bedain. Sorry, saya ngomong ini karena kadang melihat rapat penyusunan SNI yang memang kadang-kadang lebih banyak debat daripada membuat suatu penelitian.

Kalaupun anda ngotot untuk meneliti maka motivasinya apa ya. Sekolah lanjut S2 teknik sipil saja malas. Apalagi kalau mau ambil S3 langsung. Rasa-rasanya hal itu tidak bisa dilakukan. Saya yakin motivasi anda menulis khan didasari oleh peraturan menteri akan tunjangan pendidikan itu ya. Dimana sekarang mensyaratkan bahwa untuk mendapatkannya maka anda harus melakukan penelitian. Eh omong-omong, anda sudah mendapatkan tunjangan pendidikan nggak sih. Jika dapat, berarti dosen tetap. Wah jika begitu maka sekali lagi anda harus berpikir keras untuk mencari dulu pendidikan yang sebidang.

Ini perlu, jika ternyata motivasinya lebih dari sekedar mendapatkan tunjangan pendidikan, tetapi untuk kenaikan jenjang pangkat, yang sekarang ini juga mensyaratkan penulisan karya ilmiah, maka anda juga tidak dapat melanjutkan ke jenjang guru besar. Akan tambah kecewa khan, sudah susah-susah menulis, eh ternyata mentok.

Pengalaman saya, menulis ilmiah adalah tidak mudah. Sewaktu saya lulus S2 dari UI. Jujur, rasa-rasanya tidak pede untuk menulis, waktu itupun dipaksa dosen pembimbing untuk mempresentasikan makalah di seminar UI. Stress berat.

Saya baru menikmati menulis setelah mengikuti pertukaran riset di Jerman selama 3 bulan. Apalagi setelah itu diberi kesempatan mengambil program S3 dengan pembimbing Profesor senior dari ITB, yaitu Prof Sahari Besari. Terbuka deh keberanian meneliti dan menulis.

Nah, itu kata kunci pertanyaan anda tentang apa yang sebaiknya : agar anda dapat meneliti yang baik, yaitu perlu dasar pendidikan yang sebidang, selanjutnya sering kumpul-kumpul dengan orang yang suka meneliti.

Saran saya berat ya. Maklum, anda sudah lama mengajar,  apalagi menyandang jenjang kepangkatan LK. Anda sudah merasa senior dan malu nanti kalau ketemu mahasiswa-mahasiswa S2 yang muda-muda. Apalagi nanti jika mengikuti pelajaran, ternyata kalah. Itu kendala utama yang membuat anda malas, iya khan.

Ini penting saya sampaikan karena yang disebut menulis ilmiah, adalah cara berpikir. Jika cara berpikirnya masih level S1 bagaimana bisa dikembangkan. Bisa saja saya ngasih petunjuk, tetapi saya yakin itu akan sia-sia.

Saran saya, ambil waktu dua tahun untuk sekolah S2. Nggak usah sekolah yang number one, yang penting secara formal diakui. Banyak koq di Jakarta yang swasta yang terakreditasi A. Pengalaman menunjukkan bahwa dosen-dosen di universitas swasta lebih peduli pada mahasiswanya, maklum mereka sadar bahwa dari mahasiswa itulah mereka mendapatkan honorarium. Jadi mereka akan melayani dengan baik, tidak seperti di universitas negeri yang kadang birokrasinya membuat bete. Kalau dosen-dosen seperti saya,  maka mahasiswa harus harus dilayani secara terhormat dan bermartabat, meskipun itu tidak menjamin untuk mendapatkan nilai yang baik.

Moga-moga ini bisa menjawab gundah gulana anda.

Salam dari kampus Lippo Karawaci.

 

3 tanggapan untuk “Konsultasi karir dosen (opini)”

  1. inggarfipiana Avatar

    Trims pak wir pendapatnya…oke akan sy pertimbangkan…hanya koreksi sedikit nih…maaf penelitian sy bukan hanya membandingkan perencanaan tapi mengukur nilai phi yg sesungguhnya sesuai pelaksanaan di lapangan….sy mengukur sendiri data2 di lapangan..dimensi balok plat dan kolom sebelum dicor dan setelah dicor…teorinya sy dibantu teman dosen yang sedang mengambil s3…jadi team…dan hasil penelitian tsb digunakan pada usulan pedoman sni beton…oke jg sih ….kl bapak …kurang berkenan dgn penelitian tsb….sekali lg trims pak wir….smoga anda trus sukses dengan karir anda….

    Suka

    1. wir Avatar

      Hallo Ibu Fipiana,

      Bukan masalah berkenan atau tidak ibu, yang tempo hari saya sampaikan itu khan umumnya begitu. Kalau ternyata yang ibu lakukan ternyata bukan seperti itu, wah itu bagus sekali. Berarti ibu bermain dimasalah statistik.

      Jika ternyata statistik maka pertanyaa pertama yang dapat diajukan adalah terkait validitas sampel, apakah itu sudah mewakili proyek-proyek di Indonesia atau tidak. Kalau ternyata bisa, khan bisa masuk jurnal ilmiah terkreditasi, bahkan international sekalipun, yaitu untuk menunjukkan atau mempertanggung-jawabkan bahwa faktor reduksi untuk perencanaan di Indonesia adalah berbeda.

      Dengan mempublikasikan di area international maka ada kemungkinan tanggapan dari ahli dari luar, yang membikin atau menentukan faktor reduksi tsb. Cara atau metode penelitian anda akan lebih teruji. Ini bagian dari bagaimana kita membuat reputasi.

      Jadi mohon maaf ya atas komentar tempo hari. Maklum itu yang biasa saya temui di teman-teman. Semoga diskusi kita bisa menjadi bahan pemikiran anda untuk lebih berkembang atau minimal bisa melecutkan semangat agar lebih baik lagi. Ibarat, mundur satu langkah untuk maju dua tiga langkah lagi. Itu lho seperti mengambil ancang-ancang untuk melompati “parit” atau halangan dari karir anda. Tuhan memberkati.

      Disukai oleh 1 orang

  2. Tony Hartono Bagio Avatar

    bu Fipiana, saya seperti anda, cuma bedanya saya cuma Lektor saja
    S1 = Teknik Sipil (lulus 1987)
    S2 = Teknik Informatika (lulus 2001)
    S2 = Magister Management (lulus 2006)

    kuliah S3 = Teknik Sipil (masuk 2015), belum lulus …
    bisa kok !!!, cuma ada tambahan SKS, lumayan juga 2 Semester…utk kuliahnya … ndak perlu kuliah S2 Teknik Sipil,

    kalau kuliah S2 butuh waktu 2 tahun dan bikin Tesis, yang ini tidak perlu Tesis .. cuma kuliah 2 semester … just kuliah …

    … tony

    Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com