Bagi banyak orang di masyarakat teknik sipil, tentu tidak banyak yang tersinggung jika aku menyatakan diri unggul di bidang teoritis rekayasa struktur, dibandingkan jika kata teoritisnya dihilangkan. Apalagi ada dukungan dari produk teoritis yang kubuat (buku struktur baja), yang sudah banyak tersebar di kampus-kampus maupun kantor konsultan rekayasa yang ada. Bahkan bagi seorang structural engineer yang menggeluti ilmu struktur baja, bisa dikatakan tidak up-dated jika belum membaca buku-buku tersebut. Jujur, bukuku tentang struktur baja, adalah buku pertama berbahasa Indonesia yang membahas secara detail SNI baja terbaru (2015). Bahkan bisa dijadikan buku pembanding untuk menguasai SNI tersebut (maklum buku tersebut dibuat mengacu langsung AISC 2010 yang merupakan rujukan utama dari SNI baja kita yang terbaru).
Kata teoritis perlu ditekankan, karena aku lebih banyak duduk di meja atau di depan kelas mengajar di kampus, dibanding lapangan (site project). Dalam hal ini, cocoknya aku disebut golongan engineer teoritis, adapun di sisi lain adalah golongan engineer praktisi, yang sehari-hari terlibat pelaksanaan di project.
Di sini, di Indonesia ada kesan bahwa engineer yang sesungguhnya itu adalah golongan engineer praktisi. Tentang itu, aku sering memperhatikan orang-orang proyek memberi kesan sinis pada golongan engineer teoritis, khususnya ketika petunjuk-petunjuk darinya terkesan bertele-tele.
Seperti diketahui, banyak golongan engineer teoritis mempunyai gelar akademik yang berderet-deret (mungkin termasuk aku juga 😀 ). Bagi awam pemilik uang (owner), adanya banyak gelar dapat menjadi petunjuk bahwa mereka layak disebut ahli dan punya idealisme tinggi terhadap mutu. Oleh sebab itu wajar jika di antara mereka (engineer teoritis) banyak yang diangkat menjadi reviewer (pengawas) oleh owner, untuk mempertahankan mutu pekerjaan konstruksi yang dikerjakannya. Karena jadi reviewer atau pengawas itulah maka petunjuk atau nasehatnya harus didengar. Jika tidak, bisa-bisa approval pembayaran tidak keluar. 😀
Dalam konteks itulah, maka ada anggapan bahwa engineer teoritis yang terlibat di proyek adalah sekedar pelengkap birokratis (administrasi), adapun pelaksana rekayasa yang sejati adalah engineer praktisi. Itu berarti kalau mengaku unggul di bidang teoritis, bukanlah sesuatu yang prestise, sehingga bukan sesuatu yang perlu diperebutkan. 😀