Berita tentang robohnya struktur lantai selasar gedung BEI, menjalar cepat via WA tadi siang. Ada yang melalui grup profesional, maupun grup awam, berita dari ibu-ibu perumahan yang dishare istri saya. Jadi berita ini mestinya sudah menjadi rahasia umum. Ini ada sedikit foto yang aku dapat via internet.
Berita-berita tentang musibah tersebut langsung bertebaran. Ini saya coba tampilkan beberapa link hasil om Google, siapa tahu anda tertarik :
- Korban Musibah BEI Tercatat 73 Orang (news.metrotvnews.com)
- Musibah di BEI Disebut Murni Kecelakaan (news.metrotvnews.com)
- Anies Minta Jangan Ada Spekulasi soal Musibah BEI (news.metrotvnews.com)
Menarik sekali bahwa ini terjadi pada bangunan gedung di Jakarta, yang notabene adalah ibukota negara kita, Indonesia. Pantas saja tadi siang sudah ada komentar khusus dari pakar kita yang hidup di negeri seberang.
Bayangkan, . . . . di Jakarta ini bahkan sudah ada yang namanya TPKB (Tim Penasehat Konstruksi Bangunan) yang merupakan Tim Pakar di bidang Teknis Struktur/ Konstruksi, yang tugasnya memberikan pertimbangan teknis kepada Gubernur, terhadap perencanaan struktur bangunan di Jakarta. TPKB beranggotakan para ahli yang mewakili institusi perguruan tinggi, asosiasi profesi dan instansi pemerintah daerah yang terkait dengan bidang konstruksi bangunan.
Karena gedung BEI termasuk gedung tinggi (> 8 lantai), maka tentunya masuk dalam ranah pemeriksanaan TPKB tersebut. Jadi bayangkan, . . . . struktur gedung yang sudah masuk evaluasi tim TPKB saja, dan adanya di ibukota, yang tentunya tidak ada alasan ketiadaan sumber daya manusianya, mengapa masih bisa terjadi kegagalan struktur.
Ini tentu suatu tamparan luar biasa bagi komunitas ahli rekayasa struktur (structural engineering). Bikin selasar saja bisa roboh, bagaimana mau bikin bangunan seperti burj-dubai. Iya khan.
Emangnya itu tanggung jawab ahli rekayasa struktur (structural engineering) pak Wir. Baru dengar saya, bagaimana dengan ahli teknik sipil.
Ahli rekayasa struktur adalah sub ahli teknik sipil yang secara khusus mendalami keahlian di bidang perencanaan struktur untuk memastikan bahwa struktur tersebut mampu memikul beban-beban yang bekerja dan dapat berfungsi dengan baik. Yang lebih penting lagi, harus dapat menjamin struktur berperilaku daktail saat runtuh. Yang terakhir ini adalah berihtiar, struktur dapat rusak ketika mendapatkan beban yang tidak sesuai rencana, tetapi kerusakan yang terjadi tidak boleh menimbulkan korban. Misalnya dengan cara ketika rusak terjadi lendutan yang besar terlebih dahulu, dan tidak mengalami rubuh secara tiba-tiba.
Nah melihat video cctv terkait dengan rubuhnya selasar BEI di atas, dan melihat bahwa beban yang bekerja relatif biasa maka terlihat sekali bahwa struktur selasar yang roboh tersebut tidak berfungsi dengan baik, yang secara teknis disebut sebagai kegagalan konstruksi.
Lalu siapa yang salah pak Wir. Apakah karena pihak pengeloa gedung tidak melakukan check dan recheck secara rutin.
Wah kamu ini, selalu ingin tahu saja kambing hitam penyebab musibah tersebut. Jujur saya tidak punya data terkait dengan selasar BEI tesebut. Oleh sebab itu tentunya tidak mudah untuk menunjuk hidung. Kasihan kalau salah.
Tetapi dengan adanya bangunan selasar yang rubuh, dan tidak ada bencana alam tetapi hanya karena serombongan orang yang melewatinya, maka jelas bahwa musibah di atas adalah akibat struktur selasar tidak kuat menahan beban, yang berarti adalah kegagalan konstruksi.
Mengapa itu bisa terjadi, . . . . . Ini suatu pertanyaan yang menarik. Tahu sendiri, kejadiannya adalah di ibukota RI, yang gubernurnya saja telah membentuk tim khusus (TPKB) yang terdiri dari para ahli konstruksi, untuk memastikan bahwa bencana semacam itu tidak terjadi. Nyatanya . . . . . . . . terjadi juga khan.
Nah pada tahap ini, saya percaya bahwa “hidup mati adalah di tangan Tuhan”. Juga tentang “manusia berusaha, tetapi Tuhanlah yang menentukan”. Di dunia ini tidak ada yang pasti, kecuali kematian adanya. . . . . eh koq nglantur. Kita kembali ke topik, jangan sedikit-sedikit kita serahkan kepada Tuhan.
Struktur yang mengalami kegagalan pada dasarnya adalah struktur yang biasa, tidak ada yang istimewa. Bahkan saya melihat atau merasakan bahwa struktur yang roboh itu adalah struktur tempelan (tambahan). Bukan struktur utama. Maklum gedung BEI khan dari beton bertulang, tetapi mengapa yang tampak adalah balok-balok baja yang terkesan menempel pada struktur utama.
Melihat kondisi seperti itu, saya lalu berpikir. Struktur tempelan itu dihitung atau tidak. Bisa-bisa itu tambahan kontraktor saja, tanpa hitungan yang dibuat oleh ahlinya. Kalau begitu sih, jelas. Musibah hanya soal waktu dan kesempatan saja.
Catatan : kalau sampai ada bangunan di Jakarta dibangun tanpa hitungan dari ahlinya. Mengapa ini sampai bisa terjadi. Dimana salahnya.
O ya, saya mendengar via obrolan wa bahwa sambungan baja ke lantai beton adalah memakai dynabolt, semaca baut angkur yang dibuat setelah beton mengeras. Baut ini buatan pabrik yang mahal. Adanya pemakaian baut ini menunjukkan bahwa strukturnya adalah tambahan. Kenapa, karena baut dynabolt itu relatif mahal dan kekuatannya tergantung dari betonnya. Maklum, panjang bautnya terbatas, ini tentu berbeda jika dibuat baut angkur sendiri yang bisa disatukan dengan tulangan beton.
Kalau ternyata itu ada hitungannya, maka tentunya bisa dievaluasi secara teoritis terlebih dahulu. Jika ternyata ok., maka selanjutnya bandingkan antara gambar teori dan praktik. Jika ternyata beda, maka jelas itu kesalahan kontraktor dan pengawas. Jika di tahap teori ternyata sistem strukturnya tidak memenuhi syarat, maka tentu itu kesalahan perencana. Gampang khan.
O ya, karena yang rusak adalah baja, maka tidak hanya diperiksa dari segi analisa struktur dan desain yang dihasilkan oleh komputer. Mungkin hasilnya ok-ok saja, tetapi bagaimana dengan gambar detailnya. Dari gambar detail baja yang dibuat, akan terlihat antara insinyur yang ahli baja, dan yang tidak. Maklum detailing pada baja itu karena sangat bervariasi banyaknya, maka biasanya tidak diajarkan tuntas di bangku kuliah. Hanya orang dengan jam terbang tinggi saja bisa merasakan suatu detail yang baik.
o gitu ya pak. Bagaimana dengan tanggung jawab pengelola bangunan. Mungkin saja itu rusak karena tidak ada pemeriksaan berkala ?
Emangnya kalau tidak diperiksa berkala, lalu bisa roboh ?
Bisa juga sih. Hanya saja kalau melihat struktur bangunan ada di dalam ruang yang tertutup. Akses kesana juga terbatas, atau tidak sembarang orang bisa kesana. Maka tentunya struktur tersebut aman-aman saja. Nggak diperiksa rutinpun mestinya tidak ada problem. Jadi untuk bisa menjawab dengan baik, maka ikuti saja dulu saran saya di atas.
Saya sebagai pengajar di bidang structural engineering, tentu merasa prihatin jika ternyata struktur yang roboh tersebut telah dihitung oleh seorang engineer. Maklum dari sisi ukuran dan bentuk, maka kelihatannya sistem yang roboh itu tidak ada yang istimewa.
Moga-moga ini menjadi awal, agar masyarakat awam tahu bahwa tanggung jawab ahli struktur atau disebut juga structural engineer adalah besar dan sangat penting. Jika profesi ini dibayar dengan baik, maka tentunya mereka mau mencurahkan waktunya untuk mendalami lagi bidang itu. Jika itu terjadi, maka tentunya musibah seperti yang terjadi di BEI, tidak akan terjadi. Semoga.
Tinggalkan komentar